Liputan6.com, Gaza - Hamas mengumumkan pada Senin (10/2/2025) bahwa mereka akan menunda pertukaran sandera dan tahanan lebih lanjut. Sementara itu, Israel menyatakan militer mereka sedang mempersiapkan diri untuk "skenario apapun".
Gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari telah menghentikan sebagian besar pertempuran selama lebih dari 15 bulan di Jalur Gaza dan memungkinkan sejumlah sandera Israel dibebaskan sebagai imbalan atas ratusan tahanan Palestina yang ada di penjara Israel.
Baca Juga
Juru bicara sayap bersenjata Hamas Brigadir Ezzedine al-Qassam mengatakan bahwa pembebasan sandera berikutnya, yang dijadwalkan pada Sabtu, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut. Abu Ubaidah menggarisbawahi pertukaran sandera dan tahanan selanjutnya akan tergantung pada apakah Israel memenuhi kewajibannya yang belum dipenuhi dalam beberapa minggu terakhir. Demikian seperti dikutip dari CNA, Selasa (11/2).
Advertisement
Hamas menuduh Israel gagal memenuhi komitmennya berdasarkan gencatan senjata dan melanggar kesepakatan, setelah tiga warga Jalur Gaza tewas pada Minggu (9/2).
Pernyataan itu dikeluarkan saat para negosiator dijadwalkan bertemu dalam beberapa hari mendatang di Qatar untuk membahas pelaksanaan fase pertama gencatan senjata yang berdurasi 42 hari, serta kemungkinan fase-fase berikutnya yang belum selesai dibahas.
Pembicaraan mengenai fase kedua gencatan senjata seharusnya dimulai pada hari ke-16 gencatan senjata, namun Israel menolak mengirimkan perwakilannya ke Doha untuk itu.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyebut pengumuman Hamas sebagai "pelanggaran total" terhadap perjanjian gencatan senjata, yang menandakan kemungkinan pertempuran akan kembali terjadi.
"Saya telah memerintahkan IDF (militer Israel) untuk mempersiapkan diri dengan tingkat kewaspadaan tertinggi untuk menghadapi skenario apapun di Gaza," sebut Katz.
Â
Â
Berapa Sandera yang Tersisa di Gaza?
Perang terbaru di Jalur Gaza dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menjadi serangan paling mematikan dalam sejarah Israel, di mana mereka mengklaim 1.210 orang tewas dan 251 orang diculik.
Sebanyak 73 di antara yang diculik dilaporkan masih berada di Jalur Gaza, termasuk 34 yang dikatakan oleh militer Israel sudah meninggal.
Otoritas kesehatan Jalur Gaza melaporkan bahwa perang telah menewaskan sedikitnya 48.208 orang di wilayah kantong tersebut.
Di bawah gencatan senjata yang berlaku saat ini, Israel dan Hamas pada Sabtu (8/2) menyelesaikan pertukaran sandera-tahanan kelima, di mana tiga sandera Israel dan 183 tahanan Palestina dibebaskan.
Kantor Netanyahu menginformasikan bahwa semua keluarga sandera telah diberitahu mengenai pengumuman Hamas pada Senin dan disadarkan bahwa Negara Israel berkomitmen untuk menghormati kesepakatan tersebut.
Forum Keluarga Sandera dan yang Hilang juga mengungkapkan bahwa mereka "meminta bantuan dari negara-negara yang menjadi mediator untuk membantu memulihkan dan melaksanakan kesepakatan yang ada dengan efektif".
Advertisement
Pernyataan Kontroversial Trump
Ketegangan meningkat sejak gagasan mengejutkan terlontar dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi warga Palestina di sana.
Pada Minggu, dengan nada kemenangan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji gagasan Trump "revolusioner".
Gagasan, yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan para ahli akan melanggar hukum internasional, telah menuai kritik luas.
Trump pada Senin, kembali menyiram minyak ke api dengan mengatakan kepada Fox News Channel bahwa warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Jalur Gaza.
"Saya bicara tentang membangun tempat permanen bagi mereka karena jika mereka harus kembali sekarang, akan butuh bertahun-tahun sebelum itu bisa dihuni," kata Trump mengenai Jalur Gaza yang hancur.
Ditanya apakah rakyat Palestina memiliki hak untuk kembali, Trump menjawab, "Tidak, mereka tidak akan memiliki hak itu karena mereka akan memiliki perumahan yang jauh lebih baik."
Dia mengatakan akan membangun "komunitas yang indah" untuk warga Jalur Gaza di tempat lain, "Sementara itu, saya akan menguasainya (Jalur Gaza). Anggap saja ini sebagai pengembangan real estate untuk masa depan."
Bagi Palestina, setiap upaya untuk memaksa mereka keluar dari Jalur Gaza akan membangkitkan kenangan kelam tentang apa yang disebut dunia Arab sebagai "Nakba" atau bencana — pengusiran massal orang Palestina saat pembentukan Israel pada 1948.
Trump mengejutkan dunia ketika dia mengumumkan secara mendadak pekan lalu bahwa AS akan "mengambil alih Jalur Gaza", membersihkan puing-puing dan bom yang belum meledak, serta mengubahnya menjadi "Riviera di Timur Tengah".
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)