Liputan6.com, Stockholm - Lebih dari 80 ribu pencari suaka terancam gagal memenuhi syarat yang diajukan Swedia. Hal itu diumumkan oleh Menteri Dalam Negeri, Andres Ygeman.
Ygeman mengatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan pesawat sewaan, untuk mengirim para pencari suaka tersebut dalam beberapa waktu ke depan.
Baca Juga
"Kita berbicara tentang 60 ribu orang, dan tak disangka angkanya naik hingga 80 ribu," kata Ygeman seperti dilansir dari BBC, Rabu (28/1/2016).
Advertisement
Pada 2015, sekitar 163 ribu imigran mencari suaka di Swedia, negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di Eropa.
Hingga 2014, Swedia telah memproses 58.800 migran. Namun hanya 55 persen yang diterima.
Krisis imigran di Eropa membuat negara-negara di kawasan itu saling menyalahkan. Salah satu yang paling dituding sebagai penyebab krisis itu adalah Yunani.
Eropa 'Panas'
Uni Eropa berang karena mengganggap Yunani sebagai pintu masuk pengungsi dari Turki tidak mampu membendung dan mengontrol para pencari suaka dengan visa zona Schengen.
Juru bicara pemerintah Yunani Olga Gerovasili tak kalah sengitnya mengecam pernyataan Uni Eropa.
"Yunani -- entah bagaimana -- menjadi satu-satunya negara yang disalahkan atas krisis membludaknya pengungsi dari Timur Tengah. Seharusnya, negara transisi pertama juga harus bertanggung jawab. Saya berharap semua negara melakukan hal yang sama," kata Gerovasili pada Rabu 26 Januari lalu.
Baca Juga
"Dan seharusnya, Uni Eropa malu karena telah saling menyalahkan. Tak hanya itu, mereka gagal membuat program relokasi pengungsi yang terdampar di Yunani," imbuh Gerovasili.
"Ditambah lagi, kami sedang mengalami krisis keuangan. Namun kami tetap memperlakukan mereka sebagai manusia, menyelamatkan mereka yang nyaris tenggalam, menampung mereka dan memberi makan," tutup Gerovasili.
Swedia dalam beberapa minggu terakhir memberlakukan pengecekan di perbatasan untuk mengontrol gelombang pengungsi. Bersama dengan Jerman, Negara Skandinavia itu merupakan destinasi utama bagi para pencari suaka juga ilegal migran.
Tak hanya itu, dalam minggu ini sebuah insiden terjadi. Seorang relawan pencari suaka dibunuh oleh imigran berusia 15 tahun.
Di negara tetangga, Denmark, parlemen menyetujui RUU Imigran tentang sita harta pengungsi. Beberapa aktivis kemanusiaan mengecam RUU itu dan menyamakan dengan tindakan Nazi yang mengambil emas dan harta berharga lainnya selama Holocaust.