Kenang Anak yang Telah Meninggal, Ibu Ini Ubah Gurun Jadi Hutan

Yi Jiefeng akhirnya menemukan cara untuk mengatasi kesedihannya sejak ditinggal pergi anak laki satu-satunya, Yang Ruizhe pada tahun 2000.

oleh Maria Flora diperbarui 19 Mar 2016, 21:26 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2016, 21:26 WIB
Ibutanam==OTW
Yi Jiefeng akhirnya menemukan cara untuk mengatasi kesedihannya sejak ditinggal pergi anak laki satu-satunya, Yang Ruizhe pada tahun 2000.

Liputan6.com, China - Kehilangan sang buah hati tentu menyedihkan. Terutama bagi seorang ibu. Kenangan saat anak masih dalam kandungan, lahir, dan diberikan segala bentuk perhatian serta kasih sayang sejak kecil hingga dewasa menjadi momen yang tak akan pernah terlupakan seumur hidup.

Untuk bisa ikhlas melepas kepergiannya, tentu sulit dan butuh waktu lama. Namun seiring berjalannya waktu para orangtua yang ditinggal pergi sang buah hati tercinta untuk selama-lamanya harus menerima kenyataan tersebut.

Seperti yang dialami oleh seorang ibu di Shanghai, China belum lama ini. Yi Jiefeng akhirnya menemukan cara untuk bisa mengatasi kesedihannya sejak ditinggal pergi anak laki satu-satunya, Yang Ruizhe pada tahun 2000.

Yang, tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas di Jepang. Insiden tragis itu membuat hati wanita ini hancur berkeping-keping.

Selama 12 tahun terakhir, seperti dilansir dari Odditycentral.com, Sabtu (19/3/2016), Yi panggilan akrabnya telah menanam jutaan pohon di Daerah Otonomi Mongolia Dalam, China utara. Selain untuk mereboisasi Gurun Alashan menjadi sebuah lahan hijau, Yi ingin tetap menjaga kenangan indah bersama anaknya yang telah meninggal 16 tahun yang lalu.

Yang, tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas di Jepang. Insiden tragis itu membuat hati wanita ini hancur berkeping-keping.(Odditycentral.com)

"Dia menyukai alam sejak masih kecil," katanya. "Dia (Yang) begitu khawatir tentang hal-hal alami seperti angin, hujan, tanaman, dan hewan," kata Yi.

Dengan uang asuransi putranya sebesar 30 juta yen atau sekitar Rp 3,5 miliar, Yi dan suaminya membuat sebuah organisasi non profit 'Green Life' pada tahun 2003.

Karena tidak mempunyai banyak pengetahuan tentang pertanian saat itu, pada musim tanam pertama mereka tidak berhasil. Dikarenakan curah hujan yang turun sangat kecil ditambah dengan angin kencang dan pergeseran pasir membuat bibit tanaman tertiup angin.

Yi Jiefeng akhirnya menemukan cara untuk mengatasi kesedihannya sejak ditinggal pergi anak laki satu-satunya, Yang Ruizhe pada tahun 2000.(Odditycentral.com)

Saat Green Life mulai fokus pada penanaman hutan kembali di lahan tandus, sebuah proyek yang jauh lebih besar tentang degradasi lahan atau perubahan kondisi lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia, contohnya banjir dan longsor menanti Yi dan suaminya. Yaitu menjadikan lahan tersebut menjadi sebuah padang rumput yang hijau.

"Awalnya saya melakukan kegiatan amal ini sebagai seorang ibu yang ingin mewujudkan impian anaknya," kata Yi kepada CNN.

"Tapi kemudian saya menyadari bahwa China memiliki masalah penggurunan -- lahan yang berubah jadi tandus -- yang sangat serius. Jika situasi terus memburuk, bagaimana bisa 1,3 miliar rakyat China bisa bertahan hidup? Jadi kami merasa punya tanggungjawab sosial."

Pada tahun 2008, jumlah relawan dan pendonor dalam organisasi ini semakin meningkat. Banyak dari mereka adalah para orangtua yang kehilangan anak-anaknya. Seperti halnya Yi, mereka berharap akan menemukan penghiburan melalui tugas mulia tersebut.

"Sangat mudah untuk mematahkan sebuah sumpit. Tapi saat kumpulan sumpit disatukan, ia tak terpatahkan," kata seorang ibu yang telah kehilangan anak remajanya akibat kanker.

 

 

 

 

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya