Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu), memastikan pemilik kapal Massive 6, siap memenuhi hak dari para WNI yang sempat menjadi korban penyanderaan yang diduga kuat dilakukan milisi Abu Sayyaf.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, ada 3 WNI yang sempat menjadi korban penyanderaan tersebut.
Baca Juga
Baca Juga
Kepastian perihal pemenuhan kewajiban pekerja di kapal, ditegaskan Iqbal, tertuang dalam sebuah perjanjian. Hal tersebut pun sudah ditandatangani pemilik perusahaan.
Advertisement
"Kemlu melalui Satgas Perlindungan WNI Konsulat Indonesia Tawau telah mengawal dan mendampingi proses penandatanganan Perjanjian Kerja Laut (PKL), antara WNI ABK dengan pemilik kapal untuk memastikan hak-hak WNI ABK MV Massive 6," ucap Iqbal di kantor Kemlu, Rabu (13/4/2016).
"Hak-hak tersebut seperti gaji pokok, biaya kesehatan, tunjangan dan cuti dapat diterima sesuai dengan aturan yang berlaku," sambung dia.
Pada 1 April 2016, MV Massive 6 dibajak oleh kelompok bersenjata yang diduga dari kelompok Abu Sayyaf. Lokasi pembajakan diketahui di sekitar di perairan Ligitan, Semporna, Malaysia.
Kapal tersebut dibajak dalam pelayaran dengan rute Manila-Tawau (Malaysia).
Menurut Iqbal, saat dibajak terdapat sembilan anak buah kapal (ABK) di kapal itu. Empat warga negara Malaysia, dua dari Myanmar dan tiga lainnya Indonesia.
"Dari sembilan ABK tersebut hanya empat orang yang diculik dan masih disandera. Seluruh ABK yang disandera adalah WN Malaysia," sebut Iqbal awal April lalu.