Dua Tokoh Inikah Calon Kuat Pengganti PM David Cameron?

Dua sosok terkemuka Inggris yang juga merupakan politisi Partai Konservatif digadang-gadang sebagai calon kuat pengganti PM Cameron.

oleh Adanti Pradita diperbarui 24 Jun 2016, 20:15 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2016, 20:15 WIB
PM Inggris
Boris Johnson dan David Cameron. (Sumber: Manchester Evening)

Liputan6.com, London- David Cameron telah mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Perdana Menteri Inggris. Pengumuman tersebut dilakukan menyusul keputusan akhir Britania Raya yang memilih jalur Brexit atau keluar dari keanggotaan di Uni Eropa.

Meski telah menyatakan mundur, namun Cameron baru akan meletakkan jabatannya secara resmi pada Oktober mendatang. Dan yang menjadi pertanyaan besar, siapakah sosok yang akan menggantikan Cameron?

Dihimpun dari berbagai sumber,  terdapat dua nama yang kerap disebut-sebut 'berpotensi' menggantikan Cameron. Dua sosok tersebut adalah, mantan walikota London, Boris Johnson dan Menteri Keuangan Inggris, George Osbourne.

Boris Johnson

Mantan Walikota London, Inggris, Boris Johnson. (Sumber: Standard UK)

Alexander Boris de Pfeffel atau yang lebih dikenal dengan nama Boris Johnson merupakan mantan wali kota London sebelum Sadiq Khan. Ia juga dikenal sebagai politisi asal Partai Konservatif.

Seperti dilansir Independent, Jumat (24/6/2016) Boris dipandang sebagai politisi kedua paling populer seantero Inggris Raya. Dalam sebuah jajak pendapat tiga tahun lalu, ia berhasil mengantongi 91 persen suara.

Ia dikalahkan oleh Cameron yang berhasil menduduki posisi teratas dengan pemilih mencapai 94 persen.

Sosok Boris dipandang berpotensi menggantikan David Cameron lantaran ia berpengalaman 8 tahun menjadi wali kota London. Ia disebut menjadi calon favorit dari Partai Konservatif.

Politisi itu turut berkontribusi dalam  kampanye Brexit.

Sebelumnya, ia sempat mengatakan kepada Telegraph bahwa karier politiknya sudah berakhir.

“Sejujurnya, karier politik saya sudah berakhir sampai disini saja. Saya sudah menjabat sebagai walikota London selama 8 tahun. Saya sangat menikmatinya dan itu merupakan sebuah kehormatan bagi saya,” katanya.

Namun, setiap politisi bisa mengubah pikirannya kapan saja. Terlebih lagi, pemungutan suara yang dilakukan pada Maret lalu membuktikan bahwa, sebagian besar politisi Partai Konservatif beserta rakyat Inggris memilihnya untuk menggantikan David Cameron apabila Inggris hengkang dari UE.

George Osbourne

Menteri Keuangan Inggris, George Osbourne. (Sumber: Standard UK)

Setelah Boris Johnson, sosok lainnya yang berpotensi menggantikan Cameron adalah George Osbourne, Menteri Keuangan Inggris yang juga merupakan anggota Partai Konservatif.

Seperti dimuat Daily Mail, George sudah bertahun-tahun mendambakan posisi PM. Ia didukung oleh 31 persen pendukung Partai Konservatif Inggris yang tak hanya menginginkannya memimpin partai, namun juga pemerintahan.

Selain itu, George juga dianggap memiliki sumbangsih dalam kemenangan yang diraih Partai Konservatif untuk menjadi partai besar dan berpengaruh di Inggris.

Walau sudah terkesan ambisius dan dibantu dengan adanya dukungan dari sekitar, George kini tengah dihadapi sejumlah kritikan terkait dana untuk tunjangan cacat yang dikabarkan telah merugikan negara sebesar 1 milyar poundsterling atau sekitar Rp 18 triliun.

Beberapa figur ternama lainnya disinyalir juga memiliki potensi untuk menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris. Namun, peluang tersebut tidak sebesar Boris ataupun George.

Sejumlah nama tersebut antara lain, Menteri Dalam Negeri Inggris Theresa May, Menteri Ketenagakerjaan dan Dana Pensiun, Stephen Crabb dan Menteri Hukum Michael Gove.

Menteri Hukum Inggris, Michael Gove. (Sumber: Standard UK)

Masing-masing figur memiliki kekurangan masing-masing yang membuat peluang mereka jauh lebih kecil dibandingkan Boris atau George. Contohnya, Michael Gove yang dalam sebuah wawancara bersama Telegraph mengaku tidak mengejar posisi PM.

"Saya tidak mau menjabat sebagai PM. Masih banyak figur lain yang mampu dan kompeten untuk dijadikan PM," tuturnya.

Gove dan Cameron juga diisukan telah bermusuhan dengan satu sama lain lantaran memiliki visi politik yang bertolak belakang.

Menteri Dalam Negeri Inggris, Theresa May. (Sumber: Standard UK)

Kemudian Theresa May, ia dinilai telah mengecewakan pemerintah dan publik karena tidak bisa memegang teguh janjinya untuk mengatasi isu pengungsi yang jumlah angkanya seharusnya berada di bawah 100.000 pada tahun ini.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya