Polisi Temukan Material Pembuat Bom di Rumah Sniper Dallas

Micah Johnson tinggal dengan ibunya di Mesquite, sebuah daerah pinggiran timur Dallas.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 09 Jul 2016, 10:18 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2016, 10:18 WIB
Micah Johnson, tersangka sniper penembak polisi Dallas. (Facebook)
Micah Johnson, tersangka sniper penembak polisi Dallas. (Facebook)

Liputan6.com, Dallas - Polisi menemukan bahan-bahan pembuat bom, sejumlah pucuk senapan, amunisi, dan catatan pertempuran di kediaman Micah Johnson, tersangka pelaku penembakan di Kota Dallas, Amerika Serikat.

Micah Johnson tinggal dengan ibunya di Mesquite, sebuah daerah pinggiran timur Dallas. Dari penggeledahan tersebut, polisi membawa beberapa tas dari dalam rumah Johnson.

Pria 25 tahun itu tewas setelah terlibat baku tembak dengan polisi di Dallas. Dia tewas bunuh diri ketika aparat mengepungnya di gedung parkir dekat kampus El Centro.

Walikota Dallas, Mike Rawlings mengatakan pihak berwenang yakin ia adalah "penembak tunggal".

"Kami sekarang yakin kota dalam keadaan aman," ujar Rawlings seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Sabtu (9/7/2016).

Menurut media AS, ia pernah menjadi anggota US Army Reserve. Berita tersebut diperkuat oleh keterangan kepolisian Dallas yang mengatakan Johnson adalah seorang veteran tentara. 

Johnson diduga menembak mati lima polisi dan mencederai tujuh polisi lain saat unjuk rasa menentang aksi penembakan terhadap warga kulit hitam oleh polisi. Dua warga sipil juga cedera dalam insiden tersebut. Salah seorang di antara mereka menjalani operasi akibat luka tembak di kaki.

Menurut Rawlings, Johnson sempat diberikan pilihan menyerah tanpa disakiti atau tetap bertahan. Namun pria yang tak memiliki catatan kriminal itu memilih opsi kedua.

Kepala Kepolisian Dallas, David Brown, mengatakan tersangka menyampaikan pesan kepada juru runding bahwa dia ingin membunuh warga kulit putih, khususnya polisi kulit putih. Hal itu dilakukan karena marah atas aksi penembakan baru-baru ini terhadap warga kulit hitam oleh polisi.

Peristiwa penembakan itu merujuk pada kematian dua warga kulit hitam, Philando Castile di Minnesota dan Alton Sterling di Louisiana.

Brown menuturkan tersangka tidak berafiliasi dengan kelompok manapun.

Sebelumnya, polisi menahan tiga orang yang dicurigai sebagai pelaku penembakan. Pihak berwenang menduga kuat sedikitnya ada dua penembak jitu yang mengincar polisi.

Obama Mengecam

Presiden AS Barack Obama mengutuk peristiwa penembakan tersebut. Ia menyebut serangan di Dallas sangat keji, penuh perhitungan, dan memuakkan terhadap aparat penegak hukum.

Obama, yang tengah menghadiri pertemuan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Polandia, memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang di semua gedung pemerintah. Dari keterangan Gedung Putih disebutkan Obama akan mempersingkat kunjungan ke luar negeri untuk melawat ke Dallas.

Obama juga menyerukan akan terus berupaya menyatukan rakyat guna mendukung polisi dan komunitas mencari titik temu, dengan mendiskusikan ide-ide kebijakan demi menangani ketimpangan ras dalam sistem hukum pidana.

Insiden penembakan terjadi Kamis 9 Juli 2016 sekitar pukul 20.45 waktu setempat ketika demonstran melakukan long march. Polisi menggambarkan serangan itu telah direncanakan dengan baik.

Petugas kemudian mengepung taman tempat Johnson bersembunyi dan terlibat baku tembak. Namun tersangka kemudian bunuh diri.

Serangan Dallas menandai hari paling mematikan bagi aparat penegak hukum AS sejak serangan 9/11 pada tahun 2001.

Protes di beberapa bagian AS itu terjadi belakangan menuntut tindakan polisi yang menggunakan wewenangnya untuk menghakimi kaum Afrika-Amerika.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya