Liputan6.com, Paris - Larangan terhadap penggunaan Burkini -- pakaian renang muslim -- di pantai akhirnya dihapuskan oleh Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Prancis.
PTUN memutuskan bahwa larangan mengenakan pakaian renang muslim tersebut ilegal dan melanggar kebebasan mendasar warga.
Advertisement
Baca Juga
Seperti dikutip dari Independent.co.uk, Senin (29/8/2016), Dewan Negara (Conseil d’Etat) secara khusus meneliti peraturan yang ditetapkan oleh pejabat di sebuah wilayah tepi pantai, Villeneuve-Loubet, yang secara tidak langsung menjadi "teladan" hukum di negara tersebut.
Dalam putusannya, tiga hakim senior mengatakan bahwa larangan tersebut merupakan suatu pelanggaran yang jelas terhadap hak asasi manusia seperti kebebasan bergerak, hati nurani, dan pribadi.
"Tidak ada barang bukti yang mendukung bahwa penggunaan burkini menimbulkan ancaman untuk ketertiban publik saat berenang," kata putusan hakim senior tersebut.
Anggota dewan juga menyebutkan bahwa wali kota suatu wilayah tidak berhak untuk melarang penggunaan pakaian renang yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah, kaki, dan tangan itu, seperti dikutip dari People.com.
Oleh karena itu PTUN berharap, kota-kota lainnya yang melarang penggunaan burkini agar segera mencabut peraturan tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Villeneuve-Loubet, Lionnel Luca mengklaim memberlakukan larangan tersebut setelah tindakan terorisme semakin menjadi-jadi di negara mereka.
"Dengan menangguhkan larangan tersebut, kita membuat teroris mendapatkan "langkah" tambahan. Bukannya menenangkan, keputusan ini hanya akan meningkatkan ketegangan. Kami hanya ingin menghindari risikonya," kata Wali Kota Luca.
Larangan penggunaan burkini pertama kali diberlakukan pada 12 Agustus 2016, di Cannes, Prancis. Wali kota wilayah tersebut menyatakan peraturan tersebut diberlakukan karena pakaian renang muslim itu 'melambangkan ISIS'.
Tak lama kemudian, wilayah lainnya di Prancis dengan cepat ikut memberlakukan larangan tersebut. Beberapa bahkan mendenda perempuan yang mengenakannya.
Seperti beberapa waktu yang lalu, seorang perempuan muslim dipaksa melepaskan burkininya, saat sedang berada di pantai di Nice.
Protes Larangan Burkini
Tidak hanya diprotes oleh beberapa kalangan masyarakat, larangan burkini juga ditentang oleh Liga Hak Asasi Manusia (LDH) dan Collective Against Islamophobia in France (CCIF).
Dua kelompok aktivis tersebut bahkan membawa kasus tersebut ke Dewan Negara.
Pada awalnya, dalam sebuah pernyataan, LDH menyetujui peraturan tersebut. Namun akhirnya mereka memilih untuk tidak memberlakukannya, setelah Prancis menjadi "olok-olok" dunia.
"Apa yang dipertaruhkan di sini adalah pembagian pria dan wanita yang tinggal di Prancis berdasarkan kepercayaan dan asal mereka. Kami menolak visi Prancis yang seperti ini," kata kelompok aktivis itu.
Bersamaan dengan itu, CCIF menyambut keputusan Dewan Negara dengan perasaan lega, karena telah 'mengutuk' wali kota yang memberlakukan larangan yang merusak kesatuan negara itu.
Sementara itu, wali kota Sisco, wilayah di utara Corsica, Ange-Pierre Vivoni menyatakan, dia tidak akan menarik larangan burkini dari wilayahnya.
Vivoni memberlakukan larangan tersebut setelah perkelahian yang dimulai oleh seorang perenang yang menutupi tubuh dan rambutnya, terjadi di pantai wilayah tersebut.
"Ketegangan di sini sangat, sangat, sangat kuat. Jadi aku tidak akan menarik larangan tersebut," kata Vivoni.
Walaupun begitu, wali kota itu tidak dapat memastikan apakah yang memulai perkelahian merupakan seorang wanita mengenakan burkini atau tidak.
Sebelumnya para aktivis membuat 'pantai' darurat di depan kantor kedutaan besar Prancis di London, sebagai bentuk aksi protes menentang larangan burkini di Prancis.
Para demonstran berkumpul di depan bangunan tersebut dengan mengenakan bikini, burka, bahkan pakaian pendeta, sambil membawa papan bertuliskan 'pakai apa yang kamu inginkan'.
"Aku pikir ini konyol. Tidak ada seorang pun, terlepas dari kepercayaan dan ras mereka, yang dapat memberitahu orang lain apa yang harus dan tidak harus mereka pakai. Sangat penting untuk menunjukkan solidaritas, terutama karena adanya penyebaran islamofobia, seperti di Prancis," tulis seorang penggerak aksi protes larangan burkini, Fariah Syed.
Advertisement