Liputan6.com, Pyongyang - Banjir parah akibat hujan deras yang melanda Korea Utara (Korut) menewaskan 133 orang dan 395 lainnya masih dinyatakan hilang. Menurut data PBB, musibah ini juga menyebabkan sekitar 107 ribu orang terpaksa mengungsi.
Dikutip dari Reuters, Senin (12/9/2016) Badan PBB untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan lebih dari 35.500 rusak parah. Bahkan dua per tiga di antaranya benar-benar hancur.
OCHA menambahkan data terkait korban tewas dan jumlah orang hilang berdasarkan informasi pemerintah Korut yang diberikan kepada PBB.
Advertisement
Media pemerintah Korut sebelumnya melaporkan, hujan lebat yang mengguyur negara itu pada akhir Agustus dan awal September telah menyebabkan kerusakan cukup signifikan di dekat Sungai Tumen.
Penilaian terhadap kerusakan itu didasarkan atas kunjungan utusan PBB, Palang Merah Internasional, Palang Merah Korut, Bulan Sabit Merah serta kelompok non-pemerintah ke daerah yang terkena dampak.
Kantor berita Korut, KCNA menyebutkan dalam laporannya pada Minggu 11 September waktu setempat, fenomena iklim yang terburuk dalam 70 tahun terakhir telah menyebabkan kerugian besar. Proses pemulihan kini tengah bergulir.
Pada Jumat 9 September, Korut menjadi sorotan dunia. Bukan karena bencana yang melanda negeri itu melainkan uji coba nuklir ke lima yang mereka klaim berhasil.
Hal ini diketahui setelah getaran seismik berkekuatan 5,3 skala Richter mengguncang negara itu. Tak butuh waktu lama bagi Korea Selatan untuk memastikan bahwa lindu tersebut berasal dari uji coba nuklir di mana hal ini lantas dikonfirmasi kebenarannya oleh Korut.
Aktivitas kegempaan tak lazim tersebut ternyata juga terpantau oleh sejumlah lembaga pemantau gempa bumi dunia seperti Amerika Serikat (USGS), Jerman (GFZ), Jepang (JMA), Eropa (EMSC) bahkan Indonesia (BMKG).