Liputan6.com, Moskow - Pada 30 Oktober 1961, pesawat TU-95 milik Uni Soviet terbang perlahan di atas Pulau Novaya Zemlya, yang dikelilingi Laut Arktik. Jet pengebom terbesar pada masanya itu mengangkut kargo yang lebih luar biasa: bom nuklir seberat 27 ton.
Saking besarnya, pintu pesawat harus dipotong agar bom hidrogen jenis AN602 itu bisa masuk.
Bom nuklir itu resminya dinamakan bom hidrogen RDS-220, namun pihak Barat menjulukinya Tsar Bomba, 'Raja atau Kaisar dari Segala Bom'.
Advertisement
Baca Juga
Kekuatannya 57 megaton, setara dengan 10 kali total bom yang meledak pada Perang Dunia II, atau 1.400 kali lebih dahsyat dari gabungan bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Jika diledakkan di daratan, negara pun bisa hancur karenanya.
Senjata berkode Vanya itu adalah senjata nuklir paling kuat yang pernah diledakkan.
Pada pukul 11.31 waktu setempat, bahan peledak itu dijatuhkan dari kapal terbang yang langsung bergegas menjauhi lokasi. Pilotnya hanya punya 188 detik untuk lolos dari efek ledakan bom.
Sesaat setelah meledak, awan jamur mengepul setinggi 64 kilometer. Ionisasi dari ledakan menyebabkan gangguan radio komunikasi selama berjam-jam.
Semua bangunan di desa Severny -- baik terbuat dari kayu ataupun bata-- yang terletak pada 55 km dari lokasi uji coba ikut hancur.
Getaran dari uji coba bom ini terasa hingga 1.000 kilometer dari lokasi peledakan. Badan Seismologi Swedia mengonfirmasi getaran di wilayah mereka, berasal dari uji coba bom nuklir Tsar Bomba.
Bom juga mengakibatkan getaran kaca, dan ada yang pecah, hingga radius 900 km, mencapai Norwegia dan Finlandia.
Dampak luar biasa dari Tsar Bomba hanya setengahnya dari efek maksimumnya -- yang kekuatannya 100 megaton. Untung senjata itu tak sempat digunakan dalam perang. Jika sebaliknya yang terjadi, niscaya yang terjadi adalah bencana.
Bukan tak mungkin, uji coba yang dilakukan di tengah Perang Dingin bakal melecut Perang Dunia III.
Unjuk Kekuatan
Pemimpin Uni Soviet kala itu, Nikita Khrushchev mengatakan, langkah ini merupakan cara untuk menunjukkan kepada negara Barat bahwa Soviet patut menjadi negara adidaya. Atau dalam istilah mereka disebut Kuzkina mat, demikian seperti dimuat situs Gizmodo.
Beberapa pekan sebelumnya, Soviet telah melakukan uji coba peledakkan bom nuklir berkekuatan 30 megaton, namun Khrushchev belum puas.
Ia pun memerintahkan para ahli militer untuk menciptakan bom yang jauh lebih besar dan efeknya lebih dahsyat.
Uji coba Tsar Bomba ini menuai kecaman dari pihak internasional. Kementerian Luar Negeri Inggris menyatakan bahwa 87 negara menuntut pemimpin Soviet agar menghentikan uji coba dan penggunanan bom 50 megaton yang bisa berdampak parah pada kesehatan jutaan manusia di muka Bumi.
Juru bicara Gedung Putih Amerika Serikat pun mengecam penggunaan bom 50 megaton. "Satu bom dengan kekuatan 100 megaton bisa lebih parah ketimbang 5 bom dengan kekuatan 20 megaton," kata mereka kala itu.
Sejarah lain mencatat pada 30 Oktober 1945, Brigadir Jenderal Mallaby, seorang pimpinan pasukan Sekutu, tewas di Surabaya. Kemudian pada 30 Oktober 1946, uang Republik Indonesia pertama kalinya beredar.