Liputan6.com, Washington - Hillary Clinton boleh saja kalah dalam pemilihan umum Amerika Serikat. Namun, ternyata suara mayoritas atau popular vote pada pemilu lalu sampai sekarang dimenangi oleh mantan ibu negara tersebut.
Pada perhitungan terakhir, Hillary unggul jauh atas pesaingnya dari Partai Republik, Donald Trump. Perbedaannya bahkan hampir menyentuh dua juta suara.
Clinton mendapat 63.964.956, sementara Presiden AS terpilih Donald Trump hanya 62.139.188 suara. Demikian dilansir dari CNN, Jumat (25/11/201).
Advertisement
Baca Juga
Fakta bahwa Hillary mendapat suara jauh lebih banyak dari Trump ini mengundang beberapa pihak agar meminta hasil pemilu dihitung ulang di beberapa negara bagian.
Hal ini begitu penting. Sebab, dengan keunggulan mutlak Hillary atas Trump, ada kemungkinan bahwa pemilu lalu terdapat penyimpangan serta kecurangan.
Pemilu AS tidak memakai sistem siapa yang mengumpulkan suara paling banyak maka akan otomatis menjadi pemenang.
Di Negeri Paman Sam, sistem pemilunya juga mengenal electoral vote atau para pemilih memilih anggota Lembaga Pemilihan Presiden dan Wapres per negara bagiannya atau biasa disebut elector.
Dalam electoral vote 2016 lalu, capres Partai Republik Donald Trump menang mutlak atas Hillary. Ia mengumpulkan 306 electoral vote, sedangkan Hillary cuma 232.
Menariknya, sebelumnya pemilu digelar Trump terang-terangan menghina sistem elektoral yang kata dia sama sekali tidak demokratis.
Namun, ketika menang, pandangan Trump terkait Pemilu AS berubah total. Menurut dia, elektoral adalah sebuah sistem yang sangat jenius.