Berat Badan Berlebih Picu Kantuk? Ini Hasil Riset Peneliti RI

Peneliti Indonesia melakukan sejumlah penelitian terkait hubungan kantuk dan obesitas di Melbourne, Australia.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 09 Feb 2017, 09:36 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2017, 09:36 WIB
20151015-Ilustrasi Mengantuk
Ilustrasi Mengantuk (iStockphoto)

Liputan6.com, Melbourne - Rasa kantuk berlebihan ternyata disebabkan oleh berat badan yang berlebih, kondisi tersebut akan berkurang jika bobot tubuh dalam batas normal. Hal itu dianalisis oleh peneliti asal Indonesia, Winda Liviya dan teman-temannya di Institut Jantung dan Diabetes Baker di Melbourne, Australia.

Mereka baru saja menerbitkan penelitian tersebut di jurnal internasional Obesity Reviews.

Dalam penjelasannya kepada wartawan ABC Australia Plus Indonesia, Sastra Wijaya yang Liputan6.com kutip Kamis (9/2/2017), Winda Liviya yang juga sedang menyelesaikan pendidikan doktoral di Monash University mengatakan bahwa penelitian mereka dilakukan karena sekarang ini obesitas menjadi salah satu masalah besar di bidang kesehatan.

"Karena itu penting sekali, bagi kita untuk memahami konsekuensi dari obesitas dan manfaat dari penurunan berat badan pada kesehatan kita." kata Winda.

Dalam beberapa dekade terakhir, pemahaman tentang diabetes, kesehatan kardiovaskuler, dan bahkan kanker di bidang penelitian obesitas, telah sangat maju.

"Tetapi, gangguan tidur yang disebabkan oleh obesitas masih belum banyak diketahui. Melalui riset kami yang baru dipublikasikan oleh Obesity Reviews, kami bertujuan untuk memahami hubungan antara obesitas dan rasa kantuk yang berlebihan, yaitu dorongan yang tak tertahankan untuk tidur saat keinginan sebenarnya adalah untuk tetap bangun," tambah Winda.

Oleh karena itu, Winda Liviya dan rekan-rekannya melakukan pencarian literatur dari 5 database riset kedokteran global untuk mengumpulkan semua publikasi penelitian yang menilai tingkat rasa kantuk. Dengan penilaian sebelum dan sesudah intervensi penurunan berat badan, dalam individu-individu dengan kelebihan berat badan (overweight) atau obesitas.

"Dari 11.103 publikasi penelitian yang relevan, kami menemukan 42 studi yang memenuhi kriteria kami dimana terdapat 2.284 individu, yang 62% adalah pria dan rata-rata berusia 48 tahun."

Dari data yang didapat tim peneliti di Institut Jantung dan Diabetes Baker, ditemukan bahwa rasa kantuk berlebihan menurun setelah intervensi penurunan berat badan dilakukan. Sebaliknya, penurunan rasa kantuk bertambah efektif seiring dengan membesarnya tingkat penurunan berat badan.

"Penemuan ini mendukung hipotesis kami bahwa obesitas dapat menyebabkan rasa kantuk berlebihan, dan bahwa intervensi penurunan berat badan dapat membantu menuruni rasa kantuk di individu dengan kelebihan berat badan atau obesitas." papar wanita asal Jakarta tersebut.

Menurut Winda, penting untuk mengetahui bahwa rasa kantuk yang berlebihan itu sering kali dianggap sebagai hal yang 'normal'. Padahal dalam kenyataannya, rasa kantuk yang berlebihan telah dikaitkan dengan berbagai macam konsekuensi, seperti kecelakaan, cedera, dan penurunan produktifitas kerja serta prestasi akademik.

Penelitian di Inggris menunjukkan bahwa satu dari lima kecelakaan di jalan raya disebabkan karena pengemudinya mengantuk.

"Masalah ini mejadi lebih mengkhawatirkan untuk pekerjaan tertentu seperti dokter, supir bus, konduktor kereta, dan pilot; yang pekerjaannya mempengaruhi keselamatan publik." kata Winda lagi.

Oleh karena itu, menurut Winda, penting sekali mendeteksi apakah rasa kantuk yang berlebihan yang dialami seseorang ada hubungan dengan kelebihan berat badan. Sehingga kemudian fokus bisa diberikan kepada penanganan obesitas yang semakin menjadi masalah bagi dunia saat ini.

 

 

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya