Sebelum Dibunuh, Ini Pengakuan Kim Jong-nam kepada Sahabatnya

Menurut seorang sahabat, sebelum tewas Kim Jong-nam makin paranoid dan yakin ia adalah target pembunuhan rezim.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 22 Feb 2017, 13:20 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2017, 13:20 WIB
Sebelum Tewas, Kim Jong-nam Yakin Dirinya Jadi Target Pembunuhan
Sebelum Tewas, Kim Jong-nam Yakin Dirinya Jadi Target Pembunuhan (AP)

Liputan6.com, Makau - Seorang teman dekat Kim Jong-nam mengungkapkan bagaimana sikap anak sulung Kim Jong-il sebelum dihabisi di Bandara Internasional Kuala Lumpur Malaysia. Menurut Anthony Sahakian, nama sang sahabat, pria 46 tahun itu lebih paranoid dan ketakutan.

Menurut Sahakian, sikap ketakutan itu mulai terlihat saat Kim Jong-il mangkat pada tahun 2012. Kepada temannya, Jong-nam mengaku akan menjadi target pembunuhan oleh adik tirinya, Kim Jong-un.

"Ia takut luar biasa kala mendengar ayahnya meninggal dunia. Ia mengatakan adiknya atau siapapun bisa saja memerintahkan sesorang membunuhnya," kata Sahakian seperti dikutip dari Independent, Rabu (22/2/2017).

"Ketakutannya bahkan boleh disebut paranoid. Ia secara politik adalah orang penting, itu yang membuatnya bertingkah seperti itu," ujar Sahakian lagi.

Sahakian dan Kim Jong-nam adalah teman satu sekolah di sebuah sekolah internasional terkenal di Jenewa, Swiss.

Sahakian menambahkan bahwa Lee --panggilan akrab Jong-nam-- menginginkan negaranya melakukan reformasi dan terbuka. Namun, hal itu bertentangan dengan keinginan ayahnya.

Kim Jong-nam tewas pada Senin 13 Februari 2017 lalu. Ia diserang oleh dua orang perempuan yang salah satunya diduga menyemprotkan racun ke arah wajahnya.

Salah satu terduga pembunuh adalah WNI bernama Siti Aisyah.

Menurut penampakan dalam rekaman CCTV, si penyerang terlihat seperti Doan Thi Huong, wanita yang mengenakan kaus bertuliskan "LOL".

Setelah serangan itu, Jong-nam terlihat sempat tertegun dan berjalan cepat ke meja informasi. Ia lalu berbicara kepada dua personel di sana, seorang pria dan seorang wanita.

Petugas wanita kemudian membawanya ke bagian lain dari bangunan bandara, di mana keluhannya diteruskan ke dua polisi berseragam. Ia terlihat menggunakan kedua tangan ke wajahnya memberitahu mereka tentang serangan itu.

Jong-nam terlihat terus menunjuk ke arah wajahnya, meski ia tampak tak terluka. Kedua polisi itu kemudian membawanya ke klinik bandara.

Saat itu bahkan kakak tiri pemimpin Korea Utara itu bisa berjalan normal dan tidak membutuhkan bantuan.

Beberapa jam kemudian, dilaporkan bahwa Jong-nam sudah tewas.

Menurut Sahakian, sahabatnya itu kerap bercerita bagaimana rezim Korea Utara yang dikendalikan adiknya dipimpin oleh para jenderal tua yang ingin menekan negara itu

Menurut Sahakian, Jong-nam memiliki pandangan jauh lebih liberal  karena ia telah belajar di sekolah di Eropa semenjak ia berusia 12 tahun.

"Ia ingin keluar. Ia tak punya ambisi untuk memimpin Korea Utara," ujar Sahakian.

"Ia bahkan tidak menerima dan menghargai apa yang terjadi di Korut. Meski demikian ia tetap berhubungan dengan beberapa orang di dalamnya," tambah Sahakian.

Meskipun Kim Jong-nam bersikeras ia tak pernah secara formal membelot dari rezim, tapi ia telah tinggal di pengasingan lebih dari satu dekade sebelum tewas.

Tewasnya Kim Jong-nam menambah daftar serangkaian eksekusi sejumlah petinggi di elite Korea Utara.

Setelah duduk di kursi kekuasan, Kim Jong-un memerintahkan eksekusi petinggi pemerintah dan militer termasuk pamannya sendiri, Jang Song-thaek.

Jang adalah sosok dibalik suksesinya Jong-un, sekaligus dekat dengan Jong-nam. Itu yang membuat alasan Supreme Leader itu membunuhnya pada 2013 dan menyebut pamannya adalah 'manusia sampah'.

Pengakuan temannya itu senada dengan  Direktur National Intelligence Service Korea Selatan, Lee Byung-ho, pada 2012 Kim Jong-un menerima sebuah surat dari Kim Jong-nam. Isinya, permintaan agar pemimpin Korut itu menarik keputusan untuk membunuh dirinya. 

"Kami tak punya tempat untuk pergi, tempat untuk bersembunyi. Kami sangat menyadari bahwa satu-satunya cara untuk melarikan diri adalah bunuh diri," demikian surat Kim Jong-nam kepada adiknya seperti dikatakan oleh salah satu pejabat Korsel.

Lee mengatakan, terdapat upaya pembunuhan terhadap Kim Jong-nam pada tahun yang sama.

"Ini bukan tindakan terhitung untuk menyingkirkan Kim Jong-nam karena dianggap ancaman, melainkan mencerminkan paranoia Kim Jong-un," ujar Lee. 

Hingga kini, mengapa putra sulung Kim Jong-il itu dihabisi masih jadi misteri. Pihak Korea Selatan menyebut, pembunuhan tersebut adalah 'aksi terorisme' dan menuding tindakan sadis itu dilakukan atas perintah Pemerintah Korut.

Dugaan tersebut diperkuat fakta bahwa lima warga Korut saat ini sedang diselidiki aparat Malaysia.

Lantas, mengapa Pyongyang ingin membunuh Kim Jong-nam, anggota keluarga dinasti yang masih berkuasa? Sejumlah ahli dan pengamat mengeluarkan pendapat mengapa ia dibunuh, seperti dikutip dari CNN, Senin 20 Februari 2017

1. Dekat dengan Jang Song-thaek

Pada 2001, Kim Jong Nam tertangkap saat mencoba memasuki Jepang dengan paspor palsu Republik Dominika. Diduga ia ingin mengajak putranya main ke Disneyland Tokyo.

Insiden tersebut bikin Korut malu berat. Akibatnya, Kim Jong-nam -- yang digadang-gadang jadi putra mahkota pengganti Kim Jong-il -- sontak dicoret dari daftar suksesi.

Sejak tahun 2003, Kim Jong-nam tinggal di Makau, wilayah dekat Hong Kong yang berada di bawah kendali China. Statusnya kala itu setengah terasing.

Jong-nam secara teratur mengunjungi China dan menjalin hubungan dekat dengan Beijing -- khususnya melalui pamannya, Jang Song-thaek -- orang kedua paling berkuasa di Korut setelah kematian Kim Jong-il pada 2011.

"Jang Song-taek adalah 'orangnya China' di Pyongyang," kata Jeffrey Lewis, direktur East Asia Nonproliferation Program yang berbasis di Amerika Serikat.

"(Dia) adalah sumber pendapatan Kim Jong Nam dan itu mungkin mengapa China melindunginya (Jong-nam)."

2. Ancaman

Ibu Kim Jong-nam ditinggalkan sang ayah, Kim Jong-il yang berpaling hati ke seorang penyanyi bernama Ko Yong-hui pada 1970-an.

Kim Jong Nam pada satu titik dianggap saingan potensial untuk adik bungsunya, sebagai pengganti sang ayah. Sementara, Kim Jong-chul, si anak tengah -- entah kenapa -- sama sekali tak masuk hitungan.

Namun demikian, naiknya Kim Jong-un berkembang jauh lebih lancar daripada prediksi banyak orang. Ia memperkuat cengkeraman kekuasaan melalui tindakan keras dan eksekusi mati.

Sebuah lembaga think tank Korea Selatan pada Desember lalu mengatakan, Jong-un telah memerintahkan pembunuhan 340 orang sejak 2011.

Sementara, Kim Jong-nam tidak punya kedekatan dengan basis kekuasaan di Pyongyang, demikian menurut Michael Madden, pengamat kepemimpinan Korut.

Dari garis keturunannya, "Jong-nam dianggap sebagai figur cucu oleh beberapa elite tua Korut," kata dia.

Kim Jong-un lahir saat Kim Jong-nam sedang belajar di luar negeri. Ia dibesarkan secara terpisah oleh seorang ibu yang melihat keluarga istri pertama suaminya sebagai saingan untuk anak-anaknya sendiri.

Kim Jong-un tidak pernah dekat dengan kakak sulungnya.

Menurut Yoji Gomi, penulis buku My Father, Kim Jong Il, and Me, meski nyaris tak pernah bertemu, itu tidak menghentikan Kim Jong-nam secara terbuka mengkritik saudaranya -- dengan mengatakan bahwa Kim Jong-un terlalu lemah untuk mempertahankan kontrol atas Korut dan menuduhnya sekedar menjadi boneka para elite.

Kepada para wartawan pekan lalu, Gomi mengatakan, komentar Jong-nam diam-diam menyebar di Korut.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya