Liputan6.com, Baghdad - Kebakaran di sebuah rumah penampungan anak di Guatemala menyisakan berbagai spekulasi. Ada pihak yang meyakini, 35 remaja perempuan yang menjadi korban tewas terkunci di dalam sebuah ruangan sehingga tidak dapat melarikan diri.
Sebelumnya korban tewas dilaporkan 19 orang.
Baca Juga
Menyusul berbagai pertanyaan yang mencuat, muncul bukti yang diduga menunjukkan bahwa gadis-gadis tersebut disekap di sebuah ruangan kecil. Awalnya mereka berusaha melarikan diri dari tempat itu, namun berhasil ditemukan oleh polisi sebelum akhirnya dikurung di tempat itu.
Advertisement
"Ada 52 anak gadis di ruangan itu, dan jika seseorang mengunci pintu, konsekuensinya tentu serius," ujar Hilda Morales, jaksa HAM seperti dikutip dari The New York Times, Jumat, (10/3/2017).
Dugaan terkait pintu yang terkunci ini masih harus dikonfirmasi oleh Jaksa Agung Guatemala. Namun Morales menambahkan, "Tanggung jawab ada pada staf, direktur, dan menteri kesejahteraan sosial".
Mayra Veliz, Sekjen di kantor Jaksa Agung mengatakan, sebanyak 16 jaksa akan menangani penyelidikan kasus ini.
Kementerian Kesehatan mengatakan, sebanyak 23 remaja perempuan masih dirawat di rumah sakit. Sementara itu, pihak berwenang memindahkan sejumlah penghuni yang selamat ke tempat lain. Beberapa di antara mereka adalah anak yatim, datang dari keluarga miskin, dan mengalami pelecehan.
Di lain sisi, pertanyaan juga mengarah pada respons petugas pemadam kebakaran dan polisi. Kepada sebuah panel Kongres pada Kamis waktu setempat, keduanya saling menyalahkan atas keterlambatan 40 dalam upaya menyelamatkan korban.
Legislator juga mendapati fakta bahwa hanya 3 dari 64 CCTV yang berfungsi di rumah penampungan yang dihuni sekitar 750 anak tersebut. Sejatinya, bangunan tersebut diperuntukkan bagi 500 orang.
Kebakaran pada Rabu pagi waktu setempat telah memicu kesedihan dan kemarahan atas kelalaian di tempat itu. Sebenarnya, para pejabat telah menangkap berbagai persoalan di rumah itu sejak tahun 2013.
Bahkan pada Oktober 2016 lalu, jaksa merekomendasikan agar tempat tersebut ditutup.
Seperti dilansir Sky News yang mengutip laporan media lokal, sekitar 60 penghuni di tempat itu melarikan diri saat terjadi kebakaran. Ini dipicu oleh berbagai isu termasuk dugaan pelecehan seksual oleh staf serta layanan makanan dan kondisi yang buruk.
Beberapa dari mereka yang berhasil kabur mengklaim mengalami penganiayaan atau pelecehan seksual. Ada juga yang menjelaskan bahwa terdapat geng-geng kriminal di tempat penampungan tersebut.
Tempat itu tidak hanya digunakan sebagai panti asuhan atau safe home (rumah aman), namun juga difungsikan sebagai pusat penahanan anak.
Menurut media lokal, anak yang terlibat dalam kasus kriminal dikirimkan ke sana. Mereka yang telah menyelesaikan masa tahanan dan tidak memiliki tempat untuk tinggal juga "diungsikan" ke Virgin of the Assumption Safe Home.