Setelah Indonesia, Pangeran Arab Saudi Akan Bertemu Donald Trump

AS saat ini mendukung koalisi pimpinan Arab Saudi dalam perang melawan pemberontak Houthi di Yaman.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 13 Mar 2017, 12:31 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2017, 12:31 WIB
Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman
Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (AP)

Liputan6.com, Riyadh - Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Melalui sebuah pernyataan disebutkan, perjalanan Pangeran Mohammed bin Salman di Negeri Paman Sam akan dimulai pada Kamis 16 Maret 2017 ini.

"Pangeran muda akan bertemu dengan Trump dan pejabat senior AS lainnya untuk mendiskusikan penguatan bilateral," demikian pernyataan Saudi Press Agency seperti dilansir al Araby, Senin, (13/3/2017).

Kunjungan ini menandai kali pertama pejabat tingkat tinggi Arab Saudi-AS bertemu sejak Trump resmi menghuni Gedung Putih pada Januari lalu.

Kedatangan Pangeran Mohammed bin Salman ke Washington ini akan berlangsung di tengah upaya AS memperluas aksi militernya melawan al Qaeda di Semenanjung Arab di Yaman.

Yaman sendiri tengah berada di ambang bencana kelaparan yang meluas akibat perang antara pemberontak Houthi yang didukung Iran dengan pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi.

Pangeran Mohammed bin Salman datang ke AS dalam kapasitasnya sebagai menteri pertahanan Arab Saudi. Namanya tercatat sebagai menhan termuda di dunia.

Pangeran Mohammed bin Salman merupakan anak kandung Raja Salman dari istri ketiganya Fahda binti Shalah bin Sultan Hithalayn. Ia termasuk dalam rombongan kunjungan baginda raja ke Indonesia beberapa waktu lalu. 

Pangeran Mohammed bin Salman merupakan orang ketiga terkuat di Kerajaan Arab Saudi menyusul posisinya sebagai wakil putra mahkota. Jabatan putra mahkota dipegang oleh Muhammad bin Nayef bin Abdulaziz Al Saud.

Sementara itu, AS sendiri telah memberikan dukungan berupa persenjataan dan pelatihan presisi bagi koalisi pimpinan Saudi di Yaman.

Awal pekan ini, Kementerian Luar Negeri AS menyetujui penjualan senjata senilai US$ 390 juta ke Arab Saudi. Kesepakatan ini sempat terhenti saat pemerintahan Obama dipicu kekhawatiran tentang korban sipil.

Pada bulan Maret 2015, koalisi pimpinan Saudi melancarkan serangan udara terhadap kelompok pemerontak Houthi dan sekutunya setelah mereka menguasai cukup banyak wilayah di Yaman.

Menurut PBB, lebih dari 10.000 ornag tewas dalam perang sejak tahun 2015 termasuk di antaranya 1.400 anak-anak. Perang juga mengakibatkan 3 juta warga Yaman terusir dari rumah mereka sementara jutaan lainnya membutuhkan bantuan pangan.

Konflik di Yaman telah memungkinkan al Qaeda untuk berekspansi dengan menumbuhkan sektarianisme, menggeser aliansi, membuat sektot keamanan vakum, dan mengembangkan sebuah perang ekonomi. Demikian laporan terbaru yang disampaikan oleh The International Crisis Group.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya