Teror Barcelona Batalkan Niat Catalonia Merdeka dari Spanyol?

Setelah terjadinya teror Barcelona, pertanyaan besar muncul, apakah referendum Catalonia tetap digelar sesuai rencana.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 20 Agu 2017, 08:24 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2017, 08:24 WIB
20170611-Pep Guardiola Ikut Serukan Catalonia Merdeka-AP
Seorang pria mengangkat tangannya saat berpartisipasi dalam aksi menuntut kemerdekaan Catalonia, di Barcelona, Minggu (11/6). Catalonia secara sepihak merencanakan menggelar referendum untuk berpisah dari Spanyol pada 1 Oktober. (AP/Emilio Morenatti)

Liputan6.com, Barcelona - Barcelona dirundung kesedihan. Teror van yang sengaja ditabrakkan ke kerumunan orang telah menyebabkan belasan orang kehilangan nyawa.

Meski demikian, pemimpin Catalonia, Carles Puigdemont, menegaskan aksi teror ini tidak akan mengubah rencana referendum wilayah tersebut untuk memisahkan diri dari Spanyol.

"Kejadian ini, mencampur aduk prioritas kami. Kami menanggapi ancaman teroris dan segala sesuatu bagi saya ini nampak begitu buruk," ucap Puigdemont seperti dikutip dari, World News, Sabtu (19/8/2017).

Oleh karena itu, Puigdemont meminta agar setelah serangan, semua pihak yang ada di Catalonia untuk kembali bersatu.

"Kami bukan satu-satunya kota atau pertama di Eropa yang menghadapi pembantaian macam ini," sebut dia.

"Rencana wilayah ini menuju kemerdekaan tidak akan keluar jalur hanya karena serangan ini," paparnya.

Rencananya referendum di Catalonia dihelat pada 1 Oktober 2017. Menjelang pemungutan suara, Pemerintah Spanyol terlihat kebakaran jenggot.

Mereka memutuskan untuk membatalkan pemungutan suara lewat jalur Mahkamah Agung. Pemerintah beralasan, referendum bertentangan dengan konstitusi Spanyol.

Namun, Catalonia bersikeras bercerai. Hubungan pemerintah pusat di Madrid dan wilayah itu pun memanas.

Namun, ketegangan tersebut sedikit reda kala Puigdemont dan PM Spanyol Mariano Rajoy duduk bersama dalam sebuah konferensi pers semalam usai serangan teror Barcelona.

Telah berabad-abad Catalonia meminta berpisah dari Spanyol. Akan tetapi semangat pemisahan diri berkobar secara luas saat kepemimpinan diktator Spanyol Fransisco Franco akhir 1970-an. Pembatasan otonomi yang dilakukan Franco adalah pemicu nasionalisme Catalonia.

Selain itu, Catalonia beralasan ingin berpaling karena memiliki budaya dan bahasa sendiri serta mempunyai wilayah industri yang menjadi penyumbang ekonomi nomor lima terbesar bagi pemerintah pusat di Madrid. Semua itu dirasa menjadi alasan yang tepat untuk tidak lagi bersama Spanyol.

Madrid sudah sewajarnya was-was atas permintaan Catalonia memisahkan diri. Pada 2014, ketika referendum tidak resmi dilangsungkan, sekitar 80 persen penduduk Catalonia setuju berpisah.

Dari keterangan Wakil Presiden Catalonia Joana Ortega, warga yang memberikan suaranya berjumlah sekitar 2 juta orang. Walau begitu, ia tidak menjabarkan detail lengkap berapa jumlah pemilih yang terdaftar dalam referendum yang dianggap ilegal oleh Spanyol itu.

Kemenangan tidak resmi ini pun disambut baik oleh Presiden Catalonia ketika, Arthur Mas. Dia menyebut hasil tersebut sebagai kesuksesan besar.

"Sebuah kesuksesan yang lengkap, ini karena pemilih (kemerdekaan) lebih dari dua juta meskipun pemungutan suara ditentang Madrid," sebut Mas, seperti dikutip dari Russian Today, Senin (10/11/2014).

"Supaya tidak ada yang lupa, khususnya Pemerintah Spanyol, bahwa Catalonia sekali lagi menunjukkan niat mereka untuk membentuk pemerintahan sendiri," sambung dia.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya