Terkait Krisis Rohingya, AS Pertimbangkan Sanksi bagi Myanmar

Melalui pernyataan tertulis, Kementerian Luar Negeri AS mengakui pihaknya mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 24 Okt 2017, 12:12 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2017, 12:12 WIB
PHOTO: Potret Pengungsi Muslim Rohingya Saat Menunggu Antrean Makanan
Pengungsi Muslim Rohingya menunggu antrean distribusi makanan saat hujan di kamp pengungsi Nayapara, Bangladesh (6/10). Bangladesh akan membangun kamp pengungsi terbesar di dunia untuk menampung 800.000 orang. (AFP PHOTO/Fred Dufour)

Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat tengah mempertimbangkan "mekanisme akuntabilitas", termasuk sanksi terhadap Myanmar menyusul perlakuan pemerintah negara itu terhadap etnis minoritas Rohingya. Hal tersebut diungkapkan oleh Kementerian Luar Negeri AS.

"Kami mengungkapkan keprihatinan paling serius dengan kejadian baru-baru ini di negara bagian Rakhine, Myanmar, kekerasan traumatis terhadap Rohingya dan komunitas lainnya terus terjadi," sebut pihak Kemlu AS dalam pernyataannya seperti dikutip dari Asian Correspondent pada Selasa (24/10/2017).

"Sangat penting bahwa setiap individu atau entitas yang melakukan kekejaman, termasuk aktor non-negara dan warga negara, bertanggung jawab," imbuh pihak Kemlu AS.

Pemerintah AS berencana untuk menjatuhkan sanksi berdasarkan hukum Global Magnitsky yang memungkinkan presiden untuk mencekal atau mencabut visa dan menargetkan individu atau entitas yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM.

Pernyataan Kementerian Luar Negeri tersebut muncul menyusul seruan dari lebih 40 anggota parlemen AS. Mereka mendesak pemerintahan Donald Trump bertindak atas dugaan pembersihan etnis dan pelanggaran HAM berat yang dilakukan militer Myanmar.

Washington juga mengimbau pemerintah Myanmar untuk mengambil tindakan segera demi memastikan perdamaian dan keamanan dengan mengatakan bahwa pihaknya siap mendukung upaya tersebut.

"Pemerintah Myanmar, termasuk angkatan bersenjata, harus segera mengambil tindakan untuk memastikan perdamaian dan keamanan, menerapkan komitmen untuk memastikan akses kemanusiaan terhadap masyarakat yang membutuhkan, memfasilitasi kembalinya mereka yang telah melarikan diri dari Rakhine dengan aman dan sukarela, serta menangani akar penyebab diskriminasi sistematis terhadap Rohingya dengan menerapkan rekomendasi Komisi Penasihat Rakhine yang mencakup pembukaan jalan bagi pemberian status kewarganegaraan," ungkap Kemlu AS dalam pernyataannya.

Lebih dari 600 ribu warga Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak 25 Agustus, ketika tindakan keras militer Myanmar dimulai dalam rangka merespons serentetan serangan ke sejumlah pos keamanan di Rakhine.

Kemlu AS merilis pernyataan tersebut jelang lawatan Trump ke Asia pada awal bulan depan. Orang nomor satu di Negeri Paman Sam itu dijadwalkan akan menghadiri pertemuan puncak ASEAN di Manila, Filipina.

 

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya