Liputan6.com, Baghdad - Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi menolak pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson yang meminta agar milisi syiah yang didukung Iran segera hengkang dari Negeri 1001 Malam tersebut.
Hal tersebut disampaikan langsung Abadi saat bertatap muka dengan Tillerson di Baghdad. Dalam kesempatan itu, Abadi juga menyebut bahwa milisi yang didukung Iran merupakan "harapan bagi Irak dan kawasan". Demikian seperti dikutip dari BBC pada Selasa (24/10/2017).
Milisi yang berada di Irak dimobilisasi pada awal tahun ini untuk bertempur melawan ISIS. Beberapa saat lalu, mereka membantu pasukan Irak merebut kota kaya minyak, Kirkuk, dari tangan pasukan Kurdi.
Advertisement
Abadi menegaskan bahwa milisi tersebut adalah warga Irak -- bukan strategi perang proxy Iran.
"Mereka harus didukung karena akan menjadi harapan bagi negara dan kawasan," demikian pernyataan yang dirilis pihak Abadi.
Baca Juga
Dalam pernyataan yang sama, disebutkan pula bahwa milisi tersebut telah berjuang bagi negara mereka dan mengorbankan diri untuk mengalahkan kelompok teroris ISIS.
Sebelumnya, Menlu Tillerson dalam kunjungannya ke Arab Saudi mengatakan bahwa milisi yang didukung Iran harus dibubarkan mengingat perang melawan ISIS nyaris berakhir di Irak.
"Milisi tersebut harus pulang. Setiap pejuang asing di Irak harus kembali ke mereka dan membiarkan rakyat Irak untuk mengendalikan kembali wilayah yang telah direbut dari ISIS. Biarkan rakyat Irak membangun kembali kehidupan mereka dengan bantuan dari dari tetangga-tetangga mereka," ujar Tillerson, seperti dilansir CNN.
Selama berada di Irak, Tillerson melakukan pertemuan dengan Presiden Ashraf Ghani dan Kepala Eksekutif Abdullah Abdullah dalam rangka membahas rencana AS untuk mengakhiri perang di negara itu.
Dari Baghdad, diplomat AS tersebut akan bertolak ke Pakistan untuk membahas perlawanan terhadap kelompok terorisme, termasuk Taliban.
Tillerson juga sebelumnya telah berkunjung ke Afghanistan. Ini menandai lawatan pertamanya ke negara itu sebagai Menlu. Kedatangannya terjadi selang beberapa minggu dari kunjungan Menteri Pertahanan AS James Mattis.