India Desak Myanmar Pulangkan Pengungsi Rohingya dari Bangladesh

India menilai Bangladesh memikul beban berat atas eksodus yang dilakukan warga Rohingya sejak Agustus lalu.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 23 Okt 2017, 18:36 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2017, 18:36 WIB
PHOTO: Potret Pengungsi Muslim Rohingya Saat Menunggu Antrean Makanan
Pengungsi Muslim Rohingya menunggu antrean distribusi makanan saat hujan di kamp pengungsi Nayapara, Bangladesh (6/10). Bangladesh akan membangun kamp pengungsi terbesar di dunia untuk menampung 800.000 orang. (AFP PHOTO/Fred Dufour)

Liputan6.com, Dhaka - Menteri Luar Negeri India Sushma Swaraj mengatakan, Myanmar harus memulangkan pengungsi Rohingya yang saat ini berada di Bangladesh. Ini demi menyelesaikan salah satu krisis pengungsian terbesar yang terjadi di Asia dalam beberapa dasawarsa terakhir.

Pernyataan tersebut disampaikan Menlu Swaraj pada hari Minggu dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina. Demikian seperti dikutip dari Associated Press pada Senin (23/10/2017).

Pemerintah Bangladesh sebelumnya telah memerintahkan penjaga perbatasan dan otoritas terkait untuk mengizinkan warga Rohingya melintasi perbatasan dan berlindung di kamp-kamp darurat di distrik Cox's Bazar.

Sekitar 600 ribu pengungsi Rohingya telah meninggalkan negara bagian Rakhine di Myanmar sejak 25 Agustus untuk menyelamatkan diri dari peristiwa yang digambarkan oleh PBB sebagai pembersihan etnis.

Kantor berita United News melaporkan bahwa Swaraj mengatakan, "Myanmar harus membawa kembali warganya...Ini merupakan beban besar bagi Bangladesh. Harus berapa lama Bangladesh menanggungnya? Seharusnya ada solusi permanen bagi krisis ini".

Swaraj yang sebelumnya bertemu dengan mitranya, Menlu Abul Hassan Mahmud Ali, menuturkan bahwa India khawatir dengan kekerasan yang terjadi.

Berdasarkan keterangan yang didapat dari hasil wawancara kelompok pemantau HAM dengan para pengungsi Rohingya diketahui bahwa pasukan keamanan Myanmar membunuh tanpa pandang bulu, melakukan pemerkosaan dan membakar desa-desa untuk mengusir mereka.

"Kami mendesak agar situasi ditangani dengan menahan diri, mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat," terang Swaraj.

Pengakuan dan Penciptaan Peluang Ekonomi

Dalam kesempatan yang sama, Menlu Swaraj menekankan bahwa pihaknya mendukung pelaksanaan rekomendasi yang mengakui keberadaan Rohingya sebagai bagian dari Myanmar. Selama ini warga Rohingya hidup tanpa kewarganegaraan (stateless).

Swaraj pun menyebut bahwa menciptakan peluang ekonomi di Rakhine dapat membantu menyelesaikan konflik di wilayah itu.

"Menurut kami, satu-satunya solusi jangka panjang untuk situasi di Rakhine adalah pengembangan sosio-ekonomi dan infrastruktur yang cepat yang akan memberi dampak positif bagi seluruh masyarakat yang tinggal di negara bagian itu," imbuhnya.

Ada pun Menteri Luar Negeri Bangladesh mendesak India untuk memainkan peran lebih besar dengan "terus menekan" Myanmar sebagai upaya menemukan solusi damai bagi krisis Rohingya.

Sikap India dalam merespons krisis Rohingya dinilai akan sangat menentukan kebijakan China terkait isu yang sama. Seorang pejabat Partai Komunis pada hari Sabtu mengatakan bahwa negaranya mendukung Myanmar dalam "menjaga perdamaian dan stabilitas".

Sumber yang sama menegaskan, China tidak akan bergabung dengan negara lain untuk mengutuk Myanmar.

"Beijing mengutuk kekerasan dan aksi teror serta mendukung langkah-langkah untuk memulihkan ketertiban," ungkap Guo Yezhou, pejabat Partai Komunis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya