Liputan6.com, Rakhine - Militer Myanmar merilis hasil investigasi internal yang menyatakan bahwa pihaknya tidak bersalah atas krisis di Rakhine. Mereka menyangkal telah membunuh warga Rohingya, membakar desa mereka, memperkosa wanita dan anak perempuan, serta mencuri harta benda.
Dalam sebuah pernyataan yang diunggah ke Facebook, militer Myanmar mengatakan bahwa pihaknya telah mewawancara ribuan penduduk desa yang mendukung bantahan mereka.
Dikutip dari BBC, Selasa (14/11/2017), menurut mereka, penduduk desa sepakat bahwa pasukan keamanan tidak menembak warga yang tak bersalah, tidak melakukan kejahatan seksual dan pemerkosaan, tidak menangkap, menyerang, dan membunuh warga desa.
Advertisement
Militer Myanmar juga mengatakan bahwa prajuritnya tidak mencuri perak, emas, kendaraan, dan ternak warga desa, tidak membakar masjid, tidak mengancam warga desa agar keluar dari Myanmar, dan tidak membakar rumah-rumah.
Baca Juga
Pernyataan tersebut bertentangan dengan bukti yang disampaikan oleh sejumlah organisasi dan koresponden media. Sementara itu, PBB menyebut bahwa apa yang terjadi di Rakhine merupakan pembersihan etnis.
Amnesty International mengatakan bahwa laporan militer Myanmar tersebut merupakan upaya untuk menutup-nutupi kejahatan yang mereka lakukan.
Selama ini akses media ke daerah tersebut sangat dibatasi. Namun seorang koresponden BBC Asia Tenggara, Jonathan Head, mengaku melihat seorang pria membakar sebuah desa milik warga Rohingya di depan polisi bersenjata.
Lebih dari setengah juta warga Rohingya telah melarikan diri dari Rakhine sejak Agustus 2017. Hal itu terjadi setelah diadakannya operasi kontra-pemberontakan dalam menanggapi serangan militan ke sejumlah pos polisi yang menewaskan beberapa pasukan keamanan.
Para pengungsi yang berhasil mencapai Bangladesh mengatakan tentara Myanmar telah membakar desa mereka, menyerang, dan membunuh warga sipil.
Jenderal di Rakhine Dipindahkan
Seorang juru bicara Amnesty International mengatakan, militer Myanmar telah memastikan bahwa mereka tidak berniat untuk memastikan akuntabilitas.
"Sekarang masyarakat internasional harus melangkah maju untuk memastikan pelanggaran mengerikan ini bebas dari hukuman," ucap dia.
Sementara itu jenderal yang bertanggung jawab atas wilayah tersebut telah dipindahkan. Namun, tidak ada alasan yang diberikan atas hal tersebut.
Krisis pengungsi tersebut membuat pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dihujani berbagai kecaman. Sejumlah penghragaan yang diberikan kepadanya saat ia berada dalam tahanan rumah atas perintah junta militer, dilihat sebagai harapan demokrasi di negara tersebut, kini telah dicabut.
Di lain pihak, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, dijadwalkan akan mengunjungi Myanmar pada Rabu, 15 November 2017.
Advertisement