Liputan6.com, Lagos - Hari ini, 11 tahun yang lalu, sekitar 260 orang tewas dan 60 lainnya terluka dalam ledakan pipa minyak di Lagos, Nigeria. Peristiwa itu menjadi satu dari sejumlah insiden ledakan pipa minyak yang kerap terjadi di Nigeria -- yang telah menewaskan lebih dari 2.000 orang sejak 1996.
Peristiwa nahas pada 26 Desember 2016 itu dipicu oleh sejumlah individu tak bertanggung jawab yang berusaha mencuri minyak dari pipa-pipa tersebut. Demikian seperti dikutip dari BBC, Selasa (26/12/2017).
Pejabat Palang Merah Nigeria (NRC) mengatakan, sekitar 260 orang tewas dalam peristiwa yang tepatnya terjadi di distrik Abule Egba, Lagos.
Advertisement
Petugas mengaku mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi para korban tewas. Karena, sebagian besar jasad ditemukan dalam kondisi hangus dilalap api.
Baca Juga
Tak hanya itu, aparat juga sulit untuk mengumpulkan jasad para korban yang telah berbentuk serpihan tulang-belulang dan berserakan di tanah.
"Kami hanya bisa mengenali mereka melalui tengkorak dan tulang belulang. Mayat-mayat tersebut juga tersebar di tanah," kata Petugas NRC, Ige Oladimeji.
Sementara itu, Akintunde Akinkleye, fotografer untuk kantor berita Ingris Reuters yang berada di lokasi kejadian saat itu memperkirakan bahwa jumlah korban mungkin melebihi estimasi Palang Merah Nigeria.
Akinleye yakin bahwa dirinya telah menghitung sekitar 500 mayat yang telah menjadi serpihan tulang-belulang di lokasi kejadian.
Sedangkan, Sekretaris Jenderal NRC, Abiodum Orebiyi, mengatakan kepada BBC bahwa jumlah korban luka melebihi estimasi awal. Penyebabnya, beberapa di antara korban luka takut dituding sebagai pelaku dalang di balik ledakan dan khawatir ditangkap oleh otoritas Lagos.
Ada pula beberapa korban luka yang melarikan diri saat hendak di bawa ke rumah sakit oleh aparat. Mereka kabur karena tak memiliki uang untuk membayar perawatan medis.
Orebiyi menambahkan, selain dampak korban, ledakan itu juga menyebabkan kerusakan infrastruktur di sekitar lokasi kejadian. Sejumlah rumah dilaporkan hancur, bersama dengan sebuah masjid dan sebuah gereja.
Jurnalis lokal, Adeyinka Adewunmi yang merupakan salah satu saksi mata membenarkan keterangan tersebut. Ia menyebut bahwa ledakan terjadi di lokasi yang ramai dan padat penduduk.
"Jaringan pipa berada di lingkungan yang ramai dan padat penduduk, dekat dengan jalan raya dan sering digunakan sebagai jalur lalu lintas masyarakat sekitar," kata Adewunmi.
Meskipun menjadi produsen minyak terbesar Afrika, masyarakat Nigeria sering mengalami kekurangan bahan bakar, yang disebabkan oleh korupsi serta masalah pengelolaan dan infrastruktur yang buruk.
Banyak pipa-pipa minyak milik perusahaan migas negara dan swasta yang melintasi pemukiman masyarakat miskin. Ironisnya, hanya sedikit dari masyarakat menengah ke bawah di Nigeria yang dapat menikmati minyak-minyak tersebut.
Akibatnya, sejumlah masyarakat miskin yang wilayahnya dilintasi pipa tersebut kerap mencuri sejumlah minyak-minyak.
"Hal itu menyebabkan agitasi dari sejumlah masyarakat miskin. Akhirnya, mereka bertekad untuk mendapatkan bahan bakar dengan segala cara, termasuk dengan cara melubangi pipa yang mungkin menyebabkan ledakan tersebut," tambah sang jurnalis.
Ledakan pada 26 Desember 2006 itu bukan yang pertama dalam sejarah Nigeria.
Dua tahun sebelumnya, pada bulan Desember, ledakan pipa minyak menewaskan 20 orang di Lagos. Sedangkan pada tahun dan kota yang sama di bulan September, peristiwa serupa menewaskan 60 orang.
Pada Juni 2003, sekitar 105 orang tewas dalam ledakan pipa minyak yang terjadi di Negara Bagian Abia, Nigeria.
Tiga tahun sebelumnya, pada bulan Juli, 300 orang tewas atas peristiwa serupa di Warri. Sedangkan pada tahun yang sama di bulan Maret, ledakan pipa minyak menewaskan 50 orang di Negara Bagian Abia, Nigeria.
Peristiwa terparah tercatat pada Oktober 1998, di mana ledakan pipa minyak menewaskan sekitar 1.000 orang di Jesse, Nigeria.
26-12-2004: Kisah Umi Kalsum, Penyintas Tsunami Aceh
Tiga belas tahun yang lalu tepat pada 26 Desember 2004 seorang wanita bernama Umi Kalsum sedang sibuk menanam bunga di Desa Alu Naga, Kabupaten Aceh Besar. Perempuan yang tengah larut menggeluti hobinya itu tiba-tiba dikagetkan oleh guncangan gempa dengan episentrum di lepas pesisir barat Sumatera, Indonesia, tepatnya di bujur 3.316° N 95.854° E, kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer.
Kala itu, sekitar pukul 07.58 WIB, gempa berkekuatan 9,1 skala Richter (SR) menghantam Aceh, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika. Beberapa menit kemudian, gelombang tsunami menerjang.
Umi langsung bergegas lari. Sang anak sempat memintanya untuk tidak lari, tapi wanita yang saat itu berumur 48 tahun memilih berlari mengajak cucunya.
Baru beberapa meter berlari, tubuh Umi dan cucuknya terhempas ombak tsunami. "Kami sudah teraduk-aduk dalam air, sesaat sempat saya lihat cucu saya dalam air, saya coba raih tapi tidak dapat, yang ada tangan saya kesangkut di pagar, ini hampir putus," cerita Umi.
Umi Kalsum pun hilang kesadarannya karena terombang-ambing gelombang pekat tsunami. Tapi tiba-tiba ada ular yang mendekat dan melilitnya. "Saya sadar pertama sudah di jembatan ini (Jembatan Kajhu), ya subhanallah mulut ular itu di depan mata saya, tubuh saya itu dililitnya," ujar Umi Kalsum dalam bahasa Aceh.
Si ular terus membawanya mendekat ke relawan. Tiga pemuda dari PMI kemudian menjemputnya dan melepaskan lilitan ular dari tubuhnya. "Sempat saya bilang sama anak itu, pas ditarik saya, nak ada ular, tidak apa-apa katanya dia nggak ganggu kita," cerita nenek yang juga kehilangan 30 sanak saudaranya saat tsunami menghantam desanya.
Selain itu Umi juga melihat ayam jago miliknya juga selamat berenang di atas sehelai papan tidur miliknya. "Ayam meutuah (mulia) itu juga selamat di atas papan tidur saya, itulah mungkin kuasa Allah," ujar Umi.
Umi merupakan salah satu dari sekian korban selamat gempa bumi dan tsunami 2004. Ada sejumlah korban yang beruntung masih bisa hidup hingga sekarang.
Advertisement