Liputan6.com, Beijing - Seorang aktivis hak asasi manusia terkemuka di China, yang kerap mengkritik pemerintah, telah dijatuhi hukuman delapan tahun penjara atas kasus subversi pada Selasa, 26 Desember 2017.
Wu Gan, aktivis yang kerap memperjuangkan berbagai kasus pelanggaran HAM yang sensitif di China, menerima vonis delapan tahun penjara dari Pengadilan Tianjin. Demikian seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (26/12/2017).
Pria yang juga dikenal warganet sebagai blogger bernama Super Vulgar Butcher itu baru menerima vonis setelah sebelumnya sempat menjadi tahanan proses pra-peradilan selama dua tahun.
Advertisement
"Pengadilan menemukan bahwa terdakwa Wu Gan merasa tak puas dengan sistem politik yang ada (di China)," papar dokumen Pengadilan Tianjin.
Baca Juga
"Terdakwa telah lama menggunakan berbagai jaringan informasi untuk menyebarkan banyak retorika guna menyerang kekuasaan dan sistem negara yang telah diatur oleh konstitusi," lanjut dokumen tersebut.
Wu Gan sendiri berniat untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
Sang aktivis kerap memperjuangkan berbagai isu HAM di China lewat berbagai medium, mulai dari kampanye daring hingga aksi turun ke jalan.
Metode demonstrasi yang dipilih oleh Wu Gan kerap menarik perhatian. Pada satu titik, 'Super Vulgar Vutcher' pernah berpose foto memegang dua pisau sambil memajang kutipan kata bertuliskan, "saya akan membantai para babi itu' -- merujuk pada pejabat China yang korup.
Pada hari yang sama, seorang aktivis HAM lain turut diseret ke meja hijau atas tuduhan serupa.
Namun, Xie Yang yang berprofesi sebagai pengacara, tak mendapat vonis dari pengadilan, karena telah mengaku bersalah sebelum kasusnya dipersidangkan.
Sama seperti Wu Gan, sebelum diseret ke meja hijau, Xie Yang sempat menjadi tahanan proses pra-peradilan selama dua tahun -- di mana ia mengaku kerap mendapat kekerasan fisik dari aparat.
Xie Yang dan Wu Gan ditangkap pada tahun 2015, sebagai bagian dari operasi pemerintah China yang berusaha untuk menindak keras sepak terjang para aktivis HAM di Negeri Tirai Bambu.
Tercatat, sebanyak 250 aktivis HAM dan pengkritik pemerintah telah ditangkap, diinterogasi hingga ditahan oleh otoritas China.
Mengkritik Pemerintah Jadi Hal yang Tabu
Aktivisme HAM di China adalah sesuatu yang dianggap tabu oleh Beijing. Telah banyak aktivis HAM yang diciduk oleh otoritas, dan tak jarang bahwa segelintir di antaranya adalah figur ternama.
Pada 2008, pemerintah China menangkap Liu Xiaobo yang juga seorang peraih Nobel Perdamaian.
"Ia telah dibawa kemarin malam dan ia sekarang ditahan di biro keamanan publik di Beijing," kata istrinya Liu Xia pada 10 Desember 2008.
Liu Xia menyebutkan tidak diberitahu mengapa suaminya ditahan, tapi penahanan itu diduga berkaitan dengan Charter 8, tentang permintaan pembaruan demokrasi di Cina yang telah ditandatangani oleh lebih dari 300 orang Cina, termasuk Liu Xiaobo.
Piagam itu telah dipublikasikan di internet dan penandatangannya termasuk intelektual dan aktivis HAM.
Isteri Liu mengatakan, polisi telah menggeledah rumah mereka sepanjang malam dan menyita komputer dan telepon seluler mereka. Liu adalah bekas guru besar filsafat dan telah lama berkampanye untuk kebebasan pers dan demokrasi di Cina. Ia juga aktif dalam unjuk rasa pro-demokrasi di lapangan Tiananmen pada 1989, yang berakhir dengan tindakan brutal dan berdarah oleh militer.
Sejak penahahan itu, pria kelahiran Changchun 28 Desember 1955 tersebut menghabiskan lebih dari satu dekade di balik jeruji besi di China.
Pada 13 Juli 2017, Liu Xiaobo dilaporkan meninggal dunia di Shenyang, China, mengembuskan napas terakhir pada usia 61 tahun. Liu menderita kanker hati dan pria itu dikabarkan meninggal akibat kegagalan berbagai fungsi organ.
Advertisement