48.000 Bayi Rohingya Diprediksi Lahir di Pengungsian pada 2018

Badan kemanusiaan Save the Children, memperkirakan bahwa sekitar 48.000 bayi akan lahir di kamp pengungsian Rohingya pada tahun ini.

oleh Citra Dewi diperbarui 05 Jan 2018, 16:37 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2018, 16:37 WIB
Pengungsi Rohingya
Muslim Rohingya saat melakukan pelayaran maut untuk mengungsi dari Rakhine. (AFP)

Liputan6.com, Cox's Bazar - Badan kemanusiaan Save the Children, memperkirakan bahwa sekitar 48.000 bayi akan lahir di kamp pengungsian Rohingya pada tahun ini.

Mereka memperingatkan bahwa bayi-bayi tersebut kemungkinan akan lahir di kamp-kamp Rohingya yang memiliki kondisi sanitasi buruk dan akan berisiko tinggi mengalami kekurangan gizi. Dalam laporannya, Save the Children juga memperingatkan bahwa bayi-bayi tersebut rentan mengalami kematian sebelum usia 5 tahun.

"Kamp-kamp tersebut memiliki sanitasi yang buruk dan merupakan tempat berkembang biak bagi penyakit seperti difteri, campak, dan kolera, di mana bayi baru lahir rentan terhadap penyakit itu," ujar penasihat kesehatan Save the Children di Cox's Bazaar, Rachael Cummings, seperti dikutip dari The Washington Post, Jumat (5/1/2018).

"Ini bukan tempat bagi seorang anak untuk dilahirkan," imbuh dia.

Lebih dari 650.000 warga Rohingya melarikan diri dari gelombang kekerasan yang terjadi di Myanmar sejak Agustus 2017. UNICEF mengatakan bahwa 60 persen pengungsi merupakan anak-anak.

 

Bangladesh: Kami Tak Tahu Bagaimana Mengahadapi Ini

Badut Hibur Anak-Anak Pengungsi Rohingya di Bangladesh
Kelompok teater Drama Therapy menghibur anak-anak pengungsian Rohingya di kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh (28/10). Para pemain teater ini menampilkan atraksi, sulap dan melawak badut untuk menghibur pengungsi Rohingya. (AFP Photo/Tauseef Mustafa)

Seorang pejabat Bangladesh menyebut, jumlah 48.000 bayi itu merupakan hal yang sangat membingungkan.

"Ini akan menjadi bencana dan mengerikan bagi kita," ujar Wakil Direktur Departemen Pelayanan Sosial di Cox's Bazaar, Priton Kumar Chowdhury.

"Saya tak bisa membayangkannya, dan otak saya sebenarnya tidak tahu bagaimana menghadapi ini," imbuh dia.

Ia menambahkan bahwa departemennya telah mengidentifikasi lebih dari 36.000 yatim piatu di kamp pengungsian itu.

Proyeksi angka kelahiran yang dibuat oleh Save the Children itu didasarkan dari berapa banyak pengungsi yang sedang hamil.

Saat ini Bangladesh sedang bernegosiasi dengan Myanmar untuk membuat sebuah protokol untuk mengembalikan warga Rohingya secara sukarela. Namun, belum jelas apakah mereka akan kembali, mengingat adanya kekhawatiran akan keselamatan mereka.

Pecahnya Gelombang Kekerasan di Myanmar

Anak-anak Rohingya di Pengungsian
Anak-anak pengungsi Rohingya mengikuti kegiatan belajar di sebuah sekolah darurat di kamp pengungsian di Teknaf, Bangladesh, 8 Oktober 2017. Dengan fasilitas seadanya, relawan berjuang memberikan pendidikan kepada bocah-bocah itu. (MUNIR UZ ZAMAN / AFP)

Setelah melakukan penyelidikan internal, tentara Myanmar pada November lalu mengklaim pihaknya tak terkait atas kesalahan apa pun mengenai krisis tersebut.

Mereka membantah telah membunuh warga sipil, membakar desa, memerkosa perempuan dan anak-anak, serta mencuri harta benda.

Sebagian besar warga Rohingya ditolak kewarganegaraannya oleh Myanmar, karena mereka melihat mereka sebagai imigran dari Bangladesh. Pemerintah pun tak menyebut mereka Rohingya, tapi menyebutnya sebagai muslim Bengali.

Namun, pernyataan pihak pemerintah bertentangan dengan apa yang dilihat oleh sejumlah koresponden media. PBB pun menyebutnya sebagai contoh buku teks tentang pembersihan etnis.

Pada November 2017, Bangladesh menandatangani persetujuan dengan Myanmar untuk mengembalikan ratusan ribu pengungsi Rohingya.

MSF menyebut persetujuan itu prematur, dengan mengatakan bahwa masih banyak orang yang melarikan diri dari Myanmar dan sejumlah laporan kekerasan masih diterima dalam beberapa minggu terakhir.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya