Liputan6.com, Beijing - Para ilmuwan di China mengkalim berhasil mengembangkan telinga yang kompatibel untuk dicangkokkan ke pasien. Menurut mereka, ini adalah inovasi baru, pertama di dunia dalam pengobatan regeneratif.
Telinga tersebut terbuat dari sel tulang rawan pasien itu sendiri, untuk kemudian dibentuk yang baru. Tim kemudian menerbitkan temuan mereka di jurnal EBioMedicine.
Lima anak penderita mikrotia -- di mana telinga luarnya tak sempurna -- telah menjalani operasi percobaan.
Advertisement
Anak pertama harus menjalani prosedur dua setengah tahun untuk membuktikan bahwa tubuhnya tidak menunjukkan tanda-tanda penolakan cangkok, atau secara tidak sengaja menyerap sel baru tersebut.
Saat ini perawatan yang banyak digunakan untuk mikrotia adalah penggunaan telinga palsu prostetik, atau rekonstruksi tulang rusuk, yang memiliki hasil beragam.
Teknik baru ini dilakukan dengan pemindaian telinga anak yang tidak terdampak mikrotia, membalikkan dimensinya, mencetaknya dalam bentuk 3D atau 3 dimensi dengan tambahan lubang kecil.
Sel tulang rawan ini diambil dari telinga penerima lain -- yang juga tidak terpengaruh mikrotia -- yang kemudian digunakan untuk mengisi lubang tersebut, sementara proses pembuatan telinga baru masih dilakukan di laboratorium.
Selama lebih dari tiga bulan, sel-sel tulang rawan tersebut mulai tumbuh menyesuaikan bentuk cetakan dan otomatis memecahkan cetakan.
"Ini adalah penemuan yang sangat menarik," ungkap Tessa Hadlock, seorang ahli bedah plastik rekonstruktif di Massachusetts Eye and Ear Infirmary di Boston, yang mengatakan kepada New Scientist dan dilansir The Independent, Rabu (31/1/2018).
"Studi ini menunjukkan, masih ada kemungkinan untuk memulihkan struktur telinga yang rusak," imbuhnya.
Kini para ilmuwan akan memantau para pasien bocah itu, setidaknya mengikuti perkembangan mereka dalam lima tahun untuk mengevaluasi keberhasilan prosedur tersebut.
Ilmuwan akan memeriksa keutuhan telinga dan memperbaiki prosedur pencangkokan, dengan harapan bisa menghasilkan bentuk daun telinga yang lebih alami.
Terinspirasi dari Tikus Bertelinga Manusia
Penelitian itu diakui oleh para ilmuwan karena terinspirasi dari 'tikus bertelinga manusia' atau disebut earmouse, tikus uji coba laboratorium yang memiliki telinga manusia di punggungnya.
Percobaan itu dilakukan pada tahun 1997 oleh sebuah tim peneliti dari Massachusetts General Hospital di Boston, Amerika Serikat, yang dipimpin oleh Charles Vacanti.
Hasil penelitian memicu protes keras dari pecinta hewan dan kelompok agama, setelah mereka mempublikasikan foto tikus itu.
Sebenarnya, ada kesalahan pahaman mengenai teknik tersebut, dimana orang-orang menganggap bahwa si tikus telah direkayasa secara genetis agar telinga tumbuh di tubuhnya. Faktanya, kata tim, telinga itu dicangkokkan ke tikus.
Advertisement