Kronologi Aksi Protes Puluhan Ribu Petani yang Menghebohkan India

Sebanyak puluhan ribu petani di India mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan dukungan kesejahteraan bagi mereka.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 13 Mar 2018, 19:40 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2018, 19:40 WIB
Ribuan Petani India Jalan Kaki
Ribuan petani memenuhi Ibu Kota Mumbai, India setelah berjalan kaki sejauh 167 km dari distrik Nashik, Senin (12/3). Dalam aksinya, para petani ini memakai peci merah dan melambaikan bendera merah partai komunis. (AP/Rajanish Kakade)

Liputan6.com, Mumbai - Puluhan ribu petani di wilayah barat India, terpatnya di negara bagian Maharashtra, sepakat mengakhiri aksi protes menuntut keringanan pinjaman, harga dan hak tanah, setelah berdialog dengan beberapa menteri setempat.

Dilansir dari BBC pada Selasa (13/3/2018), gabungan para menteri negara itu berjanji akan menyelesaikan sengketa tanah adat dalam waktu enam bulan ke depan.

Selain itu, pemerintah juga berjanji memperluas skema pemberian pinjaman yang dirancang untuk memberi keuntungan yang adil kepada para petani.

Sebelumnya, para demonstran mendesak pemerintah India untuk memenuhi janji-janjinya tentang isu hak tanah dan berbagai bantuan kesejahteraan untuk petani.

Puluhan ribu pemrotes, termasuk anak-anak, wanita dan orang tua, berkumpul di ibu kota negara bagian, Mumbai, setelah berjalan 167km dari distrik Nashik.

Dibutuhkan waktu hingga enam hari  lamanya untuk tiba di Azai Maidan, yakni sebuah area lapang yang kerap digunakan untuk berbagai kegiatan publik, termasuk demonstrasi.

Aksi protes besar-besaran itu disebut sebagai yang terbesar yang pernah dilakukan oleh komunitas petani di India.

Beberapa organisi pertanian yang mendukung aksi tersebut, konon, berafiliasi dengan Partai Komunis India.

 

Simak video tentang kematian misterius 4oo ekor lebih burung beo di India berikut: 

Menuntut Pendapatan yang Adil

Ribuan Petani India Jalan Kaki
Petani menggelar aksi duduk saat unjuk rasa di Mumbai, India, setelah berjalan kaki dari Nashik selama 6 hari terakhir, Senin (12/3). Lebih dari 30.000 petani berencana mendirikan kamp hingga pemerintah menyepakati permintaan mereka. (AP/Rajanish Kakade)

Sebanyak puluhan ribu petani menuntut keringanan syarat peminjaman dana pertanian, sebagai kompensasi atas dampak kekeringan yang menyebabkan gagal panen dalam skala besar.

Selain itu, demonstran juga menuntut penetapan harga pembelian hasil panen yang lebih adil. Selama ini, pemerintah India menetapkan harga tanpa melibatkan penghitungan rasio kendala, seperti risiko cuaca, naik turun harga kebutuhan tani, dan sebagainya.

Tidak ketinggalan, para petani juga menuntut adanya pemberian hak guna hutan yang adil terhadap masyarakat adat.

Hal ini dilatarbelakangi oleh semaking sering munculnya tuduhan aksi kriminal akibat melampaui batas wilayah pertanian.

Para pengunjuk rasa yang mengenakan penutup kepala berwarna merah -- diduga disuplai oleh Partai Komunis India -- juga mendesak pemerintah menaikkan harga jual gandum dan susu di tingkat konsumsi perkotaan, seperti di Mumbai dan New Delhi.

"Kami ingin mendapatkan keseimbangan yang adil antara pengeluaran dan pendapatan di sektor pertanian. Jika kami bisa terus menerus memanen dengan hasil bagus, maka kami juga berhak mendapat penghasilan yang bagus juga," ujar Azil Mirkham, salah seorang pimpinan demo terkait.

 

Gagal Panen Picu Meningkatnya Aksi Bunuh Diri

Petani Tebu
Seorang petani saat akan membawa tebu untuk dijual di pabrik gula di Modinagar di Ghaziabad, New Delhi, (31/1). Pemerintah India akan fokus pada sektor pertanian dalam anggaran tahunannya yang dirilis pada 1 Februari. (AFP Photo/Prakash Singh)

Sebanyak lebih dari setengah populasi India bekerja di sektor pertanian, tetapi hanya mampu menyumbang 15 persen dari total Produk Domestik Bruto.

Fakta tersebut menjadi masalah serius bagi pemerintah India, di mana hasil yang kecil tidak sebanding dengan melimpahnya tenaga kerja yang aktif di dalamnya.

Isu ini kian diperparah dengan fenomena aksi bunuh diri yang dilakukan oleh banyak petani, karena tidak sanggup menghadapi berbagai rintangan, seperti contoh gagal panen akibat perubahan iklim.

Menurut Sharju Krishnan, salah seorang advokat yang turut serta dalam demo terkait, mengatakan bahwa tingkat bunuh diri sebenarnya mungkin lebih tinggi.

Alasannya adalah kematian akibat bunuh diri dianggap sebagai tindak pidana, sehingga banyak keluarga korban memilih untuk menyembunyikan dari publik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya