Liputan6.com, Chicago - Pada masa lalu, di Belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere), May Day atau hari libur yang biasanya jatuh pada tanggal 1 Mei identik dengan festival musim semi, bunga, tarian dan nyanyian, serta piknik di ruang terbuka.
Namun, sejak Abad ke-19, May Day dikenal sebagai Hari Buruh atau hari solidaritas dan protes kaum pekerja.
Benang merah antara May Day dengan hak-hak para pekerja bukan bermula dari negara komunis atau sosialis semacam Rusia atau Kuba, melainkan Amerika Serikat.
Advertisement
Seperti dikutip dari History, Senin (30/4/2018), kala itu, pada puncak Revolusi Industri, ribuan buruh pria, wanita, dan anak-anak meninggal setiap tahunnya, akibat kondisi kerja yang buruk dan jam kerja yang panjang, rata-rata 10-16 jam per hari.
Dalam upaya menghentikan kondisi tak manusiawi tersebut, Federation of Organized Trades and Labor Unions (FOTLU) menggelar konferensi di Chicago pada 1884. Organisasi tersebut memproklamirkan, jam kerja para buruh harus dibatasi hingga maksimal 8 jam dan wajib diberlakukan pada 1 Mei 1886.
Pada tahun berikutnya, Knights of Labor, yang kala itu adalah organisasi buruh terbesar di Negeri Paman Sam, mendukung tuntutan tersebut.
Knights of Labor dan FOTLU kemudian mengerahkan para buruh untuk mogok kerja dan berdemonstrasi.
Pada 1 Mei 1886, lebih dari 300 ribu pekerja, yang berasal dari 13 ribu perusahaan di seluruh negeri, turun ke jalan untuk menuntut haknya. Pemogokan pun terjadi, hampir 100 ribu buruh mogok kerja.
Awalnya, aksi protes berlangsung damai. Namun, situasi berubah pada 3 Mei 1886, ketika aparat Kepolisian Chicago terlibat bentrok dengan para buruh di McCormick Reaper Works. Korban jiwa pun jatuh. Empat buruh tewas.Â
Keesokan harinya, aksi demo kembali digelar di Haymarket Square, terutama untuk memprotes para pekerja yang tewas dan terluka akibat insiden tersebut.
Orasi August Spies yang berapi-api, mereda ketika sekelompok aparat datang untuk membubarkan demonstrasi. Namun, saat polisi mendekat, seseorang yang tak diketahui identitasnya melempar bom ke arah barisan petugas. Setelahnya, kekacauan pun terjadi. Setidaknya tujuh polisi dan delapan warga sipil tewas.
Kerusuhan Haymarket memicu gelombang kerusuhan di seluruh negeri.
Pada Agustus 1886, delapan orang yang dicap sebagai anarkis dihukum dalam sidang, yang berlangsung secara sensasional dan kontroversial, meskipun tidak ada bukti kuat yang mengaitkan para terdakwa dengan insiden pemboman. Para juri dituduh punya kaitan dengan kekuatan bisnis besar.
Tujuh dari mereka yang dinyatakan bersalah dijatuhi hukuman mati, dan satu lainnya divonis 15 tahun bui.
Empat terpidana mati tewas di tiang gantung, satu memilih bunuh diri, dan tiga lainnya yang tersisa mendapat pengampunan enam tahun kemudian.
Beberapa tahun setelah Kerusuhan Haymarket (Haymarket Riot) dan persidangannya mengejutkan dunia, koalisi partai sosialis dan buruh yang baru terbentuk di Eropa menyerukan dilakukannya demonstrasi sebagai penghormatan bagi "Haymarket Martyrs" -- martir Haymarket.
Pada 1890, lebih dari 300 ribu orang turun ke jalan di demonstrasi May Day di London.
Sejarah pekerja 1 Mei akhirnya dianut oleh banyak pemerintahan di seluruh dunia, tidak hanya mereka yang memiliki pengaruh sosialis atau komunis.
Saat ini, May Day menjadi hari libur resmi di sedikitnya 66 negara dan secara tak resmi dirayakan di sejumlah negara lainnya.
Ironisnya, 1 Mei justru tak diakui di negara di mana sejarahnya bermula: Amerika Serikat.
Setelah Pemogokan Pullman (Pullman Strike) 1894, Presiden Grover Cleveland memindahkan Hari Buruh ke Senin pertama di Bulan September. Tujuannya, untuk memutuskan kaitannya dengan Hari Pekerja Internasional -- yang dikhawatirkan akan membangun dukungan untuk komunisme dan penyebab radikal lainnya.
Presiden Dwight D. Eisenhower mencoba untuk membangkitkan kembali May Day pada 1958 -- namun kian menjauhkan dari ingatan soal Kerusuhan Haymarket. Ia menyatakan 1 Mei sebagai "Law Day", hari perayaan untuk penegakan hukum dan kontribusinya atas kebebasan yang dinikmati warga AS.
Â
Kaitannya dengan Seruan Mayday...Mayday?
Meski terdengar mirip, May Day tak ada dengan seruan yang menandakan kondisi darurat, "Mayday! Mayday!".
Seruan tersebut berasal dari Bahasa Prancis m'aidez, yang berarti "tolonglah kami".
Selain menjadi momentum perayaan Hari Buruh Internasional, sejumlah momentum bersejarah terjadi pada tanggal 1 Mei.Â
Pada 1948, Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) didirikan, dengan Kim Il-sung sebagai pemimpinnya.
Sementara, pada 1994, juara dunia Formula Satu Ayrton Senna tewas dalam sebuah kecelakaan saat penyelenggaraan GP San Marino di Imola.
Â
Advertisement