WHO Nyatakan Kecanduan Game sebagai Penyakit

WHO menambahkan gangguan akibat bermain game ke dalam Gangguan Mental dan Adiktif dalam Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD).

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jun 2018, 09:12 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2018, 09:12 WIB
Ilustrasi Game konsol
Ilustrasi Game konsol (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jenewa - Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) menambahkan gangguan akibat bermain gim (game) ke dalam Gangguan Mental dan Adiktif dalam Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD).

ICD menyediakan data mengenai penyebab ribuan penyakit, cedera dan kematian di seluruh dunia, serta informasi mengenai pencegahan dan pengobatan. ICD terakhir kali direvisi 28 tahun lalu. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (19/6/2018).

Perubahan yang terjadi sejak itu tercatat dalam edisi terbaru ini. Gangguan akibat main gim ditambahkan ke dalam gangguan mental dan adiktif, karena permintaan akan layanan untuk mengatasi kondisi ini telah meningkat.

Gangguan akibat main gim biasanya terkait dengan sistem imbalan atau insentif, seperti akumulasi poin dalam kompetisi dengan orang lain atau memenangkan uang. Game ini pada umumnya dimainkan dengan perangkat elektronik dan video.

Para pejabat WHO mengatakan bahwa statistik, terutama dari negara-negara Asia Timur dan Selatan, menunjukkan hanya 2 atau 3 persen orang kecanduan gim.

Direktur Kesehatan Mental dan Penyalahgunaan Obat WHO, Shekhar Saxena, menggambarkan beberapa tanda-tanda kecanduan game.

"Hati-hati apabila orang yang dekat dengan Anda, seorang anak atau orang lain, bermain gim secara berlebihan. Apabila menghabiskan terlalu banyak waktu dan apabila mengganggu keseharian orang itu, entah itu sekolah, sosialisasi, atau kerja, maka Anda perlu waspada dan mungkin mencari bantuan," ungkap Saxena.

 

Saksikan videonya berikut ini:

 

Disejajarkan dengan Gangguan Identitas Gender

Ilustrasi Game e-Sport
Ilustrasi Game e-Sport (iStockPhoto)

Dalam klasifikasi WHO sebelumnya, gangguan identitas gender, seperti transeksualisme, termasuk dalam kondisi mental dan perilaku. Saxena mengatakan, hal itu kini telah dipindahkan ke bagian gangguan perilaku seksual bersama beberapa kondisi lainnya.

"Orang-orang dengan gangguan identitas gender sebaiknya tidak dikategorikan sebagai gangguan mental, karena dalam banyak kasus di banyak negara bisa menimbulkan stigma dan bisa mengurangi peluang mereka untuk mendapat bantuan berdasarkan aturan hukum di banyak negara," imbuhnya.

Sebuah bab baru mengenai bagian obat tradisional telah ditambahkan. Meskipun digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia, baru kali ini obat tradisional diklasifikasikan WHO dalam sistem ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya