Lewat Bali Process 2018, Menteri-Pebisnis Berkomitmen Hapus Perdagangan Orang dan Perbudakan Modern

Para menteri dan pebisnis dari puluhan negara bertekad untuk mengintensifikasi kerja sama demi mengentaskan masalah perdagangan orang dan perbudakan modern.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 08 Agu 2018, 10:16 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2018, 10:16 WIB
Penutupan Bali Process 2018
Menlu RI Retno Marsudi, Menlu Australia Julie Bishop, President Commissioner Emtek Eddy Kusnadi Sariaatmadja, dan Chairman Fortescue Metals Group Andrew Forrest seusai penutupan Bali Process 2018 di Nusa Dua Bali, Selasa (7/8). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Nusa Dua - Para menteri dan pebisnis dari Indonesia, Australia, dan puluhan negara bertekad untuk mengintensifikasi kerja sama serta dialog dalam berbagai tingkatan dan kesempatan, demi mengentaskan masalah perdagangan orang dan perbudakan modern.

Komitmen itu disampaikan bersama oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop, President Commissioner Emtek Eddy Kusnadi Sariaatmadja, dan Chairman Fortescue Metals Group Andrew Forrest --para co-chair Bali Process Ministerial and Business Forum 2018 yang digelar di Nusa Dua pada 6-7 Agustus.

Bali Process Ministerial and Business Forum 2018 merupakan wadah diskusi antara pejabat setingkat menteri dari 26 negara, puluhan pebisnis dari 45 negara, dan sekitar 30 organisasi internasional. Diinisiasi pada 2017, forum itu menjadi salah satu forum terbesar di dunia yang mempertemukan sektor pemerintah dan pebisnis dari berbagai negara dalam membahas upaya pengentasan perdagangan dan penyelundupan orang, perbudakan modern, anak yang dipekerjakan paksa, dan pelbagai isu turunannya.

"Delegasi --dari sektor pemerintah dan bisnis-- menunjukkan komitmen kuat untuk merangkul sektor bisnis ... Hal ini penting karena sektor bisnis bisa berkolaborasi dengan pemerintah untuk mengentas akar permasalahannya," kata Menlu Retno saat menyampaikan pernyataan pers bersama usai Bali Process, Selasa (7/8/2018).

"Kolaborasi antara pemerintah dengan pebisnis merupakan hal yang strategis, karena hal itu bisa membebaskan struktur bisnis dari perdagangan orang, perbudakan manusia dan kejahatan transnasional lainnya," tambah Retno.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan bahwa sejak Bali Process Ministerial and Business forum diinisiasi untuk pertama kali pada 2017, "kita berkomitmen untuk mengikutsertakan sektor bisnis guna membantu menghadapi isu-isu" yang menjadi perhatian dalam Bali Process.

"Pemerintah saja tidak bisa menangani permasalahan ini. Oleh karenanya kami membutuhkan kolaborasi sektor swasta dan bisnis," tambahnya.

Rekomendasi 'Triple A'

President Commissioner Emtek Eddy Sariaatmadja mengatakan, sejak Bali Process pertama kali melibatkan unsur pebisnis pada 2017 hingga tahuni ini, para peserta forum "berhasil mengkonsepkan apa yang disebut sebagai rekomendasi 'Triple A,".

Rekomendasi Triple A meliputi Acknowledge, Act, dan Advance. Sesuai arti harafiahnya, Triple A merekomendasikan pemerintah dan pebisnis untuk memahami (acknowledge) praktik perdagangan orang dan perbudakan modern yang terjadi; mendorong pemerintah dan pebisnis bertindak (act) mengimplementasikan kebijakan atau mekanisme untuk mengentas permasalahan itu; dan menindaklanjuti (advance) implementasi atau praktik pengentasannya menggunakan kerangka kerja yang berkesinambungan.

"Rekomendasi itu menjadi cetak biru bagi kami untuk bertindak ke depannya untuk melawan perdagangan orang dan perbudakan modern," kata Eddy.

"Kami harap rekomendasi ini dapat diterapkan bagi para negara dan pebisnis peserta, demi menjamin jutaan orang terbebas atau terhindar dari jerat kejahatan itu," tambahnya.

Selain itu, Chairman Fortescue Metals Group Andrew Forrest mengatakan, "Kami merekomendasikan agar pemerintah dan pebisnis bekerjasama lebih erat, demi mengeradikasi perdagangan orang dan perbudakan modern.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Sejarah Bali Process

Pertemuan Bali Process
4 Pemimpin Forum Bali Process bahas cara berantas perbudakan moderen. Pertemuan dilaksanakan di Perth, Australia Jumat, (25/7/2017). (Foto:Istimewa)

Bali Process terbentuk pada 2002. Sejak tahun itu, forum ini telah berbicara dan melakukan banyak hal demi mengatasi kasus tindak pidana perdagangan orang, perbudakan moderen dan juga irregular movement person.

Berbeda dengan tahun-tahun setelahnya, Bali Process yang diselenggarakan di Perth pada tahun 2017 untuk kali pertamanya menggandeng pelaku bisnis.

Sejak inagurasinya di Perth, Australia pada 24-25 Agustus 2017, Bali Process Government and Business Forum telah menjadi wadah konsultasi bagi puluhan pejabat pemerintah dan pebisnis dari puluhan negara untuk mengentas isu perdagangan dan penyelundupan manusia, serta perbudakan modern.

Meski dikritik berbagai pihak karena sifatnya yang informal dan tidak mengikat secara politis, bagaimanapun, pemerintah Indonesia menganggap bahwa Bali Process tetap memberikan hasil positif dalam mengeradikasi isu perdagangan manusia dan perbudakan modern dalam tataran global.

Terlebih lagi, mengingat sifatnya yang 'informal dan tidak mengikat' justru "memberikan kesempatan bagi negara peserta untuk mengadopsi dan mengimplementasi hasil luaran Bali Process secara fleksibel, sesuai dengan kebutuhan domestik dan regional masing-masing." Demikian seperti dikutip dari Bali Process Ad Hoc Group Country Report.

Menjawab kritik tersebut, Menlu Australia Julie Bishop yakin bahwa Bali Process "tetap menjadi wadah positif" meski bersifat tidak mengikat secara politis.

"Ini (Bali Process) memberikan wadah untuk bertukar informasi, berbagi pengalaman, dan merekomendasikan mekanisme yang bisa diimplementasikan oleh para negara dan pebisnis peserta forum," ujar Bishop di Nusa Dua, pada 6 Agustus 2018.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya