Liputan6.com, Lima - Kematian Raja Atahuallpa pada 29 Agustus 1533 mengakhiri peradaban Inca yang telah berlangsung selama 300 tahun. Penguasa ke-13 kerajaan terletak di Peru itu tewas di tangan penakluk Spanyol, Francisco Pizarro.
Berada di wilayah Pengunungan Andes, bangsa Inca mendirikan kerajaan yang memerintah 12 juta manusia. Meski tak punya sistem penulisan, mereka mengembangkan pemerintahan yang terstruktur, mendirikan bangunan megah, dan dan membentuk pertanian yang tertata. Atahuallpa naik takhta setelah mengalahkan pasukan kakak tirinya, Huasca pada 1532 dalam pertempuran sengit yang berlangsung bertahun-tahun.
Advertisement
Baca Juga
Sementara, seperti dikutip dari History.com, Selasa (28/8/2018), Francisco Pizarro adalah anak di luar nikah seorang bangsawan. Ia bekerja sebagai tukang daging saat muda. Ingin kaya dan terkenal, pria itu pun menjadi tentara yang menjelma jadi penakluk atau conquistador.
Mendengar legenda soal kekayaan besar peradaban suku-suku Indian di Amerika Selatan, Pizarro membentuk aliansi dengan sesama penakluk, Diego de Almagro pada tahun 1524 dan berlayar menyusuri pantai barat Amerika Selatan dari Panama. Ekspedisi pertama hanya sejauh Ekuador, namun yang kedua menembus hingga Peru. Keberhasilan Hernan Cortes menjarah kekayaan bangsa Aztec menjadi inspirasinya.
Awalnya, kedatangan Pizarro ke Inca disambut dengan ramah oleh Atahuallpa. Raja itu baru memenangkan pertempuran terbesar dalam sejarah negerinya, ia juga punya 30 ribu pasukan dan merasa kedatangan para pria asing berkulit putih yang jumlahnya 180 orang itu bukan sebagai ancaman.
Atahuallpa tak menyangka, tamu-tamunya itu merencanakan penyerbuan. Sang raja awalnya didesak untuk takluk, tapi ia menolak. Pizarro pun memerintahkan serangan dilancarkan.
Meski jumlahnya lebih kecil, pasukan Spanyol dilengkapi artileri, senjata, dan kavaleri yang menakutkan, yang sama sekali tak dikenal suku Inca.
Akibatnya, ribuan anggota suku Inca dibantai, dan rajanya ditangkap. Atahuallpa menawarkan ruangan berisi harta sebagai tebusan untuk pembebasannya. Pizarro pun menerimanya.
Akhirnya, sekitar 24 ton emas dan perak dibawa ke Spanyol. Meski tebusan luar biasa besar telah diberikan, Pizarro berkhianat dan melancarkan berbagai tuduhan palsu.
Pengadilan Spanyol menjatuhkan vonis mati pada Atahuallpa. Pada hari eksekusi, 29 Agustus 1533, sang raja diikat ke dalam tiang. Kepadanya ditawarkan dua pilihan: dibakar hidup-hidup atau dicekik dengan garrote (kerah besi) jika dia mau memeluk agama Kristen.
Atahuallpa memilih opsi kedua. Ia ingin jasadnya tetap utuh agar bisa dimumikan.
Dengan bala bantuan dari Spanyol, Pizarro merebut ibu kota Inca, Cuzco tanpa perlawanan pada November 1533. Ia mengangkat dirinya sebagai gubernur Spanyol di wilayah Inca.
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Misteri Harta Karun Emas yang Hilang
Mengetahui pengkhianatan Spanyol, jenderal Inca Ruminahui menyembunyikan sekitar 750 ton emas yang dia bawa.
Logam berharga itu awalnya akan diserahkan pada penjajah Spanyol demi kebebasan Raja Atahuallpa. Emas-emas itu ia simpan di gua di di Pegunungan Llanganatis.
Namun, Ruminahui kemudian ditangkap. Namun, meski disiksa hingga tewas, sang jenderal tutup mulut dan tak sudi memberitahukan di mana harta itu disimpan.
Keberadaan harga karun tersebut tak diketahui selama bertahun-tahun hingga seorang pria yang tinggal di Pegunungan Llanganatis, Valverde Derrotero menikahi seorang putri seorang imam di desa.
Konon, pemuka agama itu menemukan harta tersebut dan mengetahui nafsu Spanyol untuk menguasai emas dan perak. Pada menantunya, ia memberitahukan lokasi logam-logam mulia itu. Derrotero yang awalnya miskin pun berubah tajir usai menikah.
Beberapa tahun kemudian dia kembali ke Spanyol dan jelang kematiannya, Derrotero mengirimkan surat yang terdiri dari tiga lembar untuk raja, menunjukkan di mana lokasi harta karun.
Dikenal sebagai Panduan Valverde, isi surat tersebut berisi instruksi tentang bagaimana untuk menemukan timbunan emas itu.
Segera raja mengutus seorang biarawan bernama Pastor Longo untuk memeriksa kemungkinannya. Selama ekspedisinya, Longo mengirim kabar bahwa mereka telah menemukan harta karun itu, tetapi dalam perjalanan kembali menuruni gunung, ia menghilang secara misterius.
Sekitar 100 tahun setelah hilangnya Longo, seorang penambang bernama Atanasio Guzman, yang beroperasi di Pegunungan Llanganates, menulis peta, yang katanya mengarah pada harta karun. Namun, sebelum dia bisa membuktikannya, ia juga menghilang di gunung.
Kisah soal harta karun tak didengar sampai tahun 1860, ketika dua orang laki-laki, Kapten Barth Blake dan Letnan George Edwin Chapman, yakin bahwa mereka telah memecahkan teka-teki soal harta karun itu.
Dalam surat kepada keluarga, Blake juga mengirimkan peta harta itu.
"Tidak mungkin bagiku untuk menggambarkan kekayaan yang sekarang ada dalam gua yang ditandai pada peta itu, aku tak bisa mengambilnya sendiri, tidak juga ribuan orang ... Ada ribuan potongan emas dan perak Inca juga kerajinan pra-Inca," kata dia.
Ia menggambarkan patung-patung seukuran manusia yang terbuat dari emas dan perak. Pun dengan arca burung, hewan, batang jagung, bunga dari logam-logam berharga. "Ada guci-guci penuh perhiasan yang paling luar biasa. Vas dari emas penuh dengan zamrud."
Namun, keduanya menikmati barang rampasan mereka. Chapman menghilang. Sementara, Blake, yang berlatar belakang perwira angkatan laut entah bagaimana dikabarkan tenggelam saat mengangkut beberapa emas untuk dijual.
Advertisement