Sejarah Kehancuran Pompeii yang Mengubah Manusia Jadi Batu Salah Tanggal?

Inskripsi menunjukkan Gunung Vesuvius meletus berminggu-minggu lebih lambat dari yang diperkirakan sebelumnya, hingga akhirnya mengubur Pompeii.

oleh Afra Augesti diperbarui 17 Okt 2018, 18:00 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2018, 18:00 WIB
Misteri dua jasad berpelukan di Pompeii
Misteri dua jasad berpelukan di Pompeii (Photo: Claus Ableiter/Wikimedia Commons/CC BY-SA 3.0)

Liputan6.com, Roma - Sebuah prasasti yang baru ditemukan di Pompeii membuktikan bahwa kota Romawi Kuno itu dihancurkan oleh Gunung Vesuvius setelah 17 Oktober tahun 79 Masehi dan bukan pada 24 Agustus seperti yang diperkirakan sebelumnya.

Arkeolog baru-baru ini mengatakan bahwa seorang pekerja telah menemukan fakta tersebut dari tulisan tangan penduduk Pompeii di sebuah bangunan.

Tulisan itu terdapat di tembok sebuah rumah yang tampaknya sedang direnovasi, tepat sebelum Gunung Vesuvius di dekatnya meletus, mengubur Pompeii di bawah selimut tebal abu dan batu.

"Tanggal tersebut dituliskan pada 16 hari sebelum hari pertama bulan November (yang berarti 17 Oktober), dengan arang, rapuh dan cepat berlalu dari ingatan karena tidak dapat bertahan lama," kata kepala arkeolog yang meneliti situs tersebut, Massimo Osanna, kepada media Italia, ANSA.

Sebuah prasasti arang yang ditemukan selama penggalian baru di Pompeii mendukung teori bahwa letusan Gunung Vesuvius yang menghancurkan Pompeii terjadi pada 17 Oktober 79 Masehi, bukan Agustus. (Kantor berita ANSA)

Pompeii dan Herculaneum sebelumnya diduga telah musnah karena letusan Gunung Vesuvius pada 24 Agustus 79 Masehi, berdasarkan tulisan-tulisan kontemporer dan temuan arkeologis.

Namun demikian, bukti baru seperti buah-buahan musim gugur yang masih menggantung di ranting pohon --yang juga ditemukan di reruntuhan bangunan-- telah menyiratkan bahwa bencana tersebut tidak melanda pada puncak musim panas.

"Hari ini, dengan segala kerendahan hati, mungkin kami akan menulis ulang buku-buku sejarah, karena kami telah menemukan tanggal letusan (Gunung Vesuvius), yaitu paruh kedua bulan Oktober," kata menteri budaya Italia, Alberto Bonisoli, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (17/10/2018).

Pompeii adalah situs wisata paling banyak dikunjungi kedua di Italia, setelah Colosseum di Roma. Jumlah pengunjung diprediksi mencapai lebih dari 3 juta orang dalam 8 bulan pertama 2018.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Pertanda Awal Kehancuran 'Kota Maksiat' Pompeii

Aktivitas seksual di lokasi prostitusi di Pompeii (Wikipedia/Public Domain)
Aktivitas seksual di lokasi prostitusi di Pompeii (Wikipedia/Public Domain)

Hari itu, 5 Februari tahun 62 Masehi. Menjelang siang di Pompeii, kota makmur dan megah di kaki Gunung Vesuvius, Italia. Tanpa peringatan, Bumi tiba-tiba berguncang hebat.

Rumah-rumah rubuh, patung-patung besar dari perunggu retak, bahkan kuil-kuil para dewa tak selamat. Orang-orang tumpah ke jalanan dengan pandangan kosong tak berdaya. Mereka bertanya, "Apa yang sesungguhnya sedang terjadi?" 

Tak diketahui pasti apakah ada korban manusia kala itu. Namun, ratusan domba ditemukan mati secara misterius. Tak ada yang tahu kenapa. Kota dicekam horor dan ketidakpastian. 

Di era modern, kita tahu, gempa besar adalah hasil dari aktivitas tektonik. Italia berada di zona subduksi antara lempeng Afrika dan Eurasia. Namun, bagaimana penduduk Romawi kuno memahami bencana itu? 

Seorang filsuf, Seneca menuliskan kesaksian sekaligus telaahnya. "Udara yang terperangkap dalam Bumi adalah penyebab gempa. Saat bergerak di dalam tanah, ia akan menyebabkan tremor dan melepaskan uap beracun. Uap tersebut mungkin membunuh domba-domba itu," demikian kesimpulannya seperti dikutip dari situs University of Houston. 

"Kematian ada di mana-mana," kata Seneca. Dan ia benar.

Pompeii memang dibangun kembali. Lebih megah, indah, lebih maju. Warganya yang sudah lupa dengan bencana, sibuk dengan urusan sehari-hari. Rumah-rumah bordil kembali beroperasi. Dunia malam pun semarak. 

Namun, semua itu hanya bertahan 17 tahun. "Vesuvius (kemudian) mengangkat tangannya, berucap, 'Kita akan bertemu," demikian lirik lagu The Earthquake 62 A.D yang dinyayikan band rock progresif asal Jerman, Triumvirat. 

Pada akhirnya, cahaya Pompeii lenyap selamanya. Kota itu mati.

Para ilmuwan berpendapat, gempa yang terjadi di tahun 62 Masehi adalah pendahuluan untuk malapetaka yang jauh lebih buruk: letusan gunung berapi.

Pada 24 Agustus 79 -- tanggal menurut versi awal --Gunung Vesuvius meletus dahsyat. Awan panas, hujan batu, dan abu yang membara mengubur Pompeii, dan tragisnya, mengabadikan saat-saat terakhir orang-orang yang ada di dalamnya.

Baru 1.600 kemudian, secara tak sengaja, Pompeii ditemukan.

Penggalian arkeologis menemukan jasad-jasad manusia yang diawetkan oleh abu, dengan segala pose. Menguak jalanan beku, tempat pelacuran yang dipenuhi fresko erotis, dan patung-patung dengan pose mesum -- menggambarkan gaya hidup bebas para penghuninya. Yang membuat Pompeii dijuluki 'kota maksiat'.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya