6 Negara Ini Masuk Daftar Pengawasan Mata Uang oleh Amerika Serikat

Keenam negara ini disebut masuk dalam daftar pengawasan mata uang oleh Amerika Serikat, apa saja?

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Okt 2018, 13:01 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2018, 13:01 WIB
Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump (AP/Nicholas Kamm)
Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump (AP/Nicholas Kamm)

Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menolak untuk mengecap China sebagai manipulator mata uang global. Akan tetapi, ia menempatkan Negeri Tirai Bambu sebagai salah satu dari 6 negara yang patut diawasi. 

Dalam sebuah laporan kepada Kongres AS, sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia pada Jumat (19/102018), Menteri Keuangan Steven Terner Mnuchin menyebut, 6 negara yang dimaksud Trump adalah China, Jerman, India, Jepang, Korea Selatan, dan Swiss. 

Presiden ke-45 Amerika Serikat itu mengatakan keenam negara tersebut perlu diamati secara cermat, perihal praktik peredaran mata uangnya di dunia internasional, karena memiliki pengaruh besar di perekonomian global.

Menunrutnya, beberapa pemerintah sengaja memanipulasi mata uang dengan mempertahankan nilai tukarnya secara artifisial agar tetap rendah, sehingga barang dan jasa di pasar dunia tetap murah.

"Tapi langkah ini merugikan mitra dagang dan negara lain," tegas Steven.

Sementara itu, Trump selama kampanye presidensialnya pada tahun 2016, berjanji akan membuktikan bahwa China melakukan manipulasi mata uang. Namun, hingga kini, hal itu belum juga dilakukan.

Ia malah memberlakukan tarif impor terhadap barang-barang produksi China senilai miliaran dolar Amerika Serikat, untuk mengatasi praktik perdagangan pemicu defisit. 

 

Simak video pilihan berikut: 

Tanggapan China

Bendera China
Ilustrasi (iStock)

Di sisi lain, Duta Besar China untuk AS, Cui Tiankai, mengatakan Beijing tidak punya pilihan selain menanggapi perang dagang yang dimulai oleh Washington.

"Kami tidak pernah menginginkan perang dagang, tetapi jika seseorang memulai perang melawan kami, maka kami harus menanggapi dan membela kepentingan pribadi," kata Dubes Cui pada program Fox News Sunday.

Komentar itu datang di tengah meningkatnya ketegangan politik dan ekonomi antara kedua negara, di mana pihak internasional memperingatkan bahwa pertumbuhan global akan terhambat jika perselisihan tidak segera diselesaikan, demikian sebagaimana dikutip dari Time.com pada Senin 15 Oktober.

Cui juga sempat dikritik sebagai sosok yang "tidak berdasar" oleh Wakil Presiden AS Mike Pence, ketika membela tudingan bahwa China berupaya mencampuri urusan dalam negeri Washington.

Pence menggenjot retorika dalam pidato 4 Oktober lalu, mengatakan Beijing telah menciptakan "pendekatan ke dalam sendi pemerintah" untuk mempengaruhi opini publik Amerika, termasuk mata-mata, tarif dagang, tindakan pemaksaan dan kampanye propaganda.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya