Akibat Serangan Taliban, Pemilu Parlemen Afghanistan Diperpanjang

Proses pemungutan suara dalam pemilu parlemen nasional di Afghanistan --yang dimulai pada 20 Oktober 2018-- mesti diperpanjang satu hari.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 21 Okt 2018, 15:00 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2018, 15:00 WIB
Suasana pemilu parlemen Afghanistan 2018 di salah satu tempat pemungutan suara, Sabtu 20 Oktober 2018. Pemungutan suara diperpanjang hingga 21 Oktober 2018 karena sejumlah kendala. (AFP PHOTO)
Suasana pemilu parlemen Afghanistan 2018 di salah satu tempat pemungutan suara, Sabtu 20 Oktober 2018. Pemungutan suara diperpanjang hingga 21 Oktober 2018 karena sejumlah kendala. (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Kabul - Proses pemungutan suara dalam pemilu parlemen nasional di Afghanistan --yang dimulai pada 20 Oktober 2018-- mesti diperpanjang satu hari.

Hal itu diputuskan oleh otoritas setelah serangkain serangan yang diduga diinisiasi oleh kelompok Taliban, menghantam dan mengganggu jalannya pesta demokrasi tersebut. Perpanjangan voting juga dilakukan karena ada sejumlah kendala teknis dan organisasi.

Komisi pemilihan Afghanistan, yang telah diterpa kritik atas penyelenggaraan pemilu tahun ini, mengatakan mereka akan memperpanjang pemungutan suara sampai hari Minggu 21 Oktober 2018 untuk 401 tempat pemungutan suara, demikian seperti dikutip dari situs surat kabar Inggris Daily Mail, Minggu (21/10/2018).

Tujuannya, agar calon pemilih yang sempat terkendala untuk memilih akibat kendala teknis dan kekhawatiran kondisi keamanan, dapat menggunakan hak suaranya di tempat-tempat tersebut.

Mahasiswa, Mohammad Alem mengatakan bahwa ia sempat merasa 'frustrasi' setelah menghabiskan lebih dari tiga jam mencoba untuk memilih di kota utara Mazar-i-Sharif, hanya untuk menemukan namanya tidak ada dalam daftar registrasi. "Ada juga beberapa masalah dengan perangkat biometrik karena mereka sudah kehabisan biaya," tambahnya.

Sementara itu, warga lain bernama Tabish Forugh, yang habis menunggu empat jam di salah satu dari 401 tempat pemungutan suara bermasalah mengatakan bahwa "kekacauan pada pemilu tahun ini mirip pada pemilu edisi sebelumnya."

Harapan Tinggi

Hampir sembilan juta orang mendaftar untuk memilih dalam pemilihan parlemen Afghanistan, yang dilaksanakan usai terlambat selama lebih dari tiga tahun.

Tetapi, serangan di seluruh negeri pada hari Sabtu dikhawatirkan akan menghalangi banyak orang untuk muncul di hampir 5.000 tempat pemungutan suara.

Namun, Wasima Badghisy, seorang anggota komisi pemilu Afghanistan, menyebut bahwa pemilih 'sangat, sangat berani' dan mengatakan jumlah pemilih sebanyak lima juta akan menuai keberhasilan bagi jalannya pesta demokrasi tersebut.

Orang-orang setempat menaruh harapan tinggi dalam pemilu tahun ini, yang berharap bahwa para politisi baru --sebagian besar adalah generasi muda dan generasi politisi yang lebih terdidik-- mampu mereformasi Parlemen serta menantang dominasi panglima perang dan figur korup di pemerintahan Afghanistan.

Seperti dikutip dari VOA, lebih dari 2.500 kandidat --417 di antaranya adalah perempuan-- bersaing memperebutkan 249 kursi parlemen Afghanistan. Sebanyak 68 kursi parlemen khusus diperuntukkan bagi perempuan.

 

Simak video pilihan berikut:

 

Di Tengah Aksi Kekerasan Taliban

Antrean calon pemilih dalam pemilu parlemen Afghanistan 2018, Sabtu 20 Oktober 2018. Pemungutan suara diperpanjang hingga 21 Oktober 2018 karena sejumlah kendala. (RFE/RL PHOTO)
Antrean calon pemilih dalam pemilu parlemen Afghanistan 2018, Sabtu 20 Oktober 2018. Pemungutan suara diperpanjang hingga 21 Oktober 2018 karena sejumlah kendala. (RFE/RL PHOTO)

Pemilu parlemen nasional 2018 juga terselenggara di tengah komentar Taliban yang menyebut bahwa itu merupakan kontestasi "palsu dan sebuah konspirasi untuk menipu rakyat dan untuk kepentingan jahat pihak asing" serta meminta simpatisan Taliban agar mengganggu prosesnya dengan melakukan serangan. Diperkirakan, Taliban akan meningkatkan serangan menjelang pemungutan suara.

Laporan terbaru menyebut, pada 20 Oktober 2018, sekitar 170 warga Afghanistan tewas atau terluka dalam insiden kekerasan terkait pemilu.

Dalam serangan terakhir, seorang pembom bunuh diri meledakkan pusat pemungutan suara Kabul, menewaskan sedikitnya 15 orang dan mencederai 20 lainnya, kata polisi, dengan jumlah korban akibat kekerasan terkait pemilu di area ibu kota menjadi 19 orang tewas dan hampir 100 orang terluka.

Tidak ada klaim tanggung jawab atas ledakan itu, tetapi Taliban mengatakan sebelumnya bahwa mereka telah melakukan lebih dari 300 serangan terhadap 'pemilihan palsu' di seluruh negeri.

Kekerasan juga mengganggu pemungutan suara di kota utara Provinsi Kunduz, di mana seorang pejabat kesehatan senior mengatakan tiga orang tewas dan 39 luka-luka setelah lebih dari 20 roket menghujani ibukota provinsi.

Seorang pegawai Komisi Pemilihan Independen tewas dan tujuh lainnya hilang setelah Taliban menyerang pusat pemungutan suara di beberapa kota di Kunduz, kata direktur Komisi Pemilu Provinsi Kunduz Mohammad Rasoul Omar.

Delapan ledakan tercatat di provinsi timur Nangarhar, dengan dua orang tewas dan lima orang terluka, kata juru bicara gubernur provinsi itu.

Pasukan keamanan berjaga usai penyerangan saat pemilu parlemen Afghanistan 2018 di salah satu tempat pemungutan suara, Sabtu 20 Oktober 2018. Pemungutan suara diperpanjang hingga 21 Oktober 2018 karena sejumlah kendala. (AP PHOTO)

Kementerian dalam negeri Afghanistan memperkirakan jumalh keseluruhan korban --termasuk warga sipil dan pasukan keamanan-- berkisar 160 orang, dengan 27 warga sipil tewas dan 100 terluka.

Ada 193 serangan di seluruh negeri pada hari Sabtu, yang menurut kementerian itu setengah dari jumlah yang tercatat pada hari pemilihan presiden 2014.

Sementara jelang pemilu, setidaknya sembilan kandidat yang hendak berpartisipasi pada Pemilu Oktober 2018, tewas dalam serangan di seluruh negeri dan dua telah diculik dengan nasib mereka yang tidak diketahui, menurut komisi pemilihan Afghanistan.

Selain itu, ratusan warga sipil terbunuh atau terluka, dalam serangan yang berkaitan dengan pelaksanaan kampanye Pemilu Oktober 2018.

Kendati demikian, aura positif datang dari beberapa pemiliih pada pelaksanaan pemungutan suara pada 20 Oktober 2018.

Di sebuah tempat pemungutan suara di Kabul barat yang ramai, Khoda Baksh mengatakan dia tiba hampir dua jam lebih awal untuk memberikan suaranya, dan tidak menghiraukan ancaman-ancaman kekerasan Taliban.

"Kami tidak peduli dengan ancaman mereka. Taliban mengancam kami sepanjang waktu," kata Baksh, 55 tahun, yang mengatakan dia ingin melihat generasi baru politisi mengambil alih kekuasaan di 249 kursi parlemen Afghanistan.

Baksh mengkritik Parlemen saat ini karena didominasi oleh panglima perang dan elit korup. "Mereka telah melakukan nol untuk kita," ujarnya.

Kementerian Pertahanan mengatakan telah meningkatkan pengerahan pasukan keamanan nasional menjadi 70.000 dari semula 50.000 orang untuk melindungi 21.000 tempat pemungutan suara di Afghanistan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya