Trump Tuduh Putra Mahkota Arab Saudi Terlibat Kasus Tewasnya Jamal Khashoggi

Donald Trump menuduh Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman terlibat dalam kasus kematian Jamal Khashoggi.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 24 Okt 2018, 18:00 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2018, 18:00 WIB
Presiden AS Donald Trump saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB 2018 di New York (25/9) (Mary Altaffer / AP PHOTO)
Presiden AS Donald Trump saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB 2018 di New York (25/9) (Mary Altaffer / AP PHOTO)

Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut tanggapan Arab Saudi atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi sebagai "upaya untuk menutup-nutupi yang sangat buruk". Dia menambahkan bahwa siapa pun yang mengorganisir plot pembunuhan itu "harus berada dalam masalah besar".

Saudi telah memberikan laporan tentang apa yang terjadi pada Khashoggi, seorang kontributor the Washington Post. Setelah berminggu-minggu mempertahankan argumen bahwa Khashoggi masih hidup, Saudi kemudian mengakui pada 20 Oktober 2018 bahwa pria itu tewas dalam 'perkelahian' akibat 'operasi yang berjalan keliru' di Konsulat Saudi di Istanbul.

Dalam komentar terbarunya soal kasus Khashoggi, Trump mengatakan, "Mereka memiliki konsep yang sangat buruk. Operasi itu dilakukan dengan buruk dan upaya mereka untuk menutupinya adalah yang terburuk dalam sejarah untuk menutup-nutupi sesuatu," ujarnya kepada wartawan di Gedung Putih pada 23 Oktober 2018, seperti dikutip dari BBC, Rabu (23/10/2018).

"Siapapun yang memikirkan gagasan itu, saya pikir berada dalam masalah besar. Dan mereka seharusnya dalam masalah besar."

Menuduh Putra Mahkota

Sementara itu, dalam wawancara terpisah dengan the Wall Street Journal yang diterbitkan pada hari Selasa 23 Oktober 2018, Trump membahas kemungkinan keterlibatan bangsawan Saudi senior dalam pembunuhan Khashoggi.

Ketika ditanya tentang kemungkinan peran Putra Mahkota Mohammed bin Salman, Trump menjawab: "Pangeran banyak menjalankan hal-hal di sana (Arab Saudi) pada tahap ini. Dia menjalankan sesuatu dan jika ada yang akan menjadi tertuduh, itu adalah dia."

Trump mengatakan dirinya telah mempertanyakan sang putra mahkota tentang kematian Khashoggi, dan ia diberitahu bahwa MBS tidak tahu tentang operasi itu ketika sedang direncanakan.

Ketika ditanya apakah dia percaya bantahan keluarga kerajaan atas keterlibatan dalam pembunuhan Jamal Khashoggi, Trump memberi jeda lama sebelum mengatakan: "Saya ingin mempercayai mereka, saya benar-benar ingin mempercayai mereka," kata Trump kepada the Journal.

Kritik Trump terhadap Saudi adalah yang terkuat sejauh ini, tetapi dia terus menyoroti pentingnya Arab Saudi sebagai sekutu AS. Ia juga memastikan bahwa transaksi penjualan senjata dari AS ke Saudi senilai US$ 110 miliar tidak akan batal, dengan alasan bahwa "pembatalan justru akan merugikan AS."

Langkah AS Selanjutnya

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan kepada wartawan di Washington bahwa dia dan presiden "tidak senang dengan situasi" seputar kasus Jamal Khashoggi.

Selain telah mencabut visa bagi 21 pejabat Saudi di AS, Pompeo mengatakan AS sedang mencari kemungkinan menerapkan sanksi pada mereka yang diyakini terlibat dalam pembunuhan Jamal Khashoggi. "Hukuman ini tidak akan menjadi kata terakhir dalam masalah ini dari Amerika Serikat," tambahnya.

Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri AS mengatakan kepada CNN bahwa para tersangka yang visanya dicabut tidak akan disebutkan namanya karena "kerahasiaan visa".

 

Simak video pilihan berikut:

Presiden Turki: Arab Saudi Rencanakan Pembunuhan Jamal Khashoggi

Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump (AP/Nicholas Kamm)
Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump (AP/Nicholas Kamm)

Selasas 23 Oktober, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut bahwa pembunuhan Jamal Khashoggi merupakan "operasi terencana dari Arab Saudi" dan menuntut agar "orang yang memberi perintah dimintai pertanggungjawaban."

Dalam sebuah pernyataan terbaru untuk memaparkan hasil penyelidikan otoritas Turki atas kasus tersebut, Erdogan menjelaskan bahwa aksi pembunuhan kolumnis The Washington Post itu "telah direncanakan beberapa hari sebelum terlaksana" dan "tim pembunuh dari Saudi tiba di Istanbul lebih dulu" sebelum Khashoggi dilaporkan menghilang --yang kemudian dinyatakan tewas.

Tim itu, kata Erdogan, tiba terlebih dahulu di Istanbul "untuk meninjau kawasan hutan" di sekitar kota itu yang dekat dengan lokasi Konsulat Saudi. Penyelidik Turki sebelumnya menyebut bahwa jasad Khashoggi --atau yang tersisa darinya-- dibuang ke hutan di sana.

Erdogan juga menolak penjelasan resmi Saudi yang rilis pada 20 Oktober 2018, di mana Riyadh menyebut bahwa Jamal Khashoggi tewas dalam perkelahian yang terjadi di dalam konsulat. Saudi menyajikan penjelasan itu untuk menepis maraknya narasi tuduhan 'pembunuhan berencana' yang dilontarkan oleh penyelidik Turki.

Presiden Turki itu juga mendesak agar ke-18 orang Saudi, yang diduga sebagai pelaku dan telah ditangkap oleh otoritas Negeri Petro Dollar pada beberapa hari sebelumnya, segera diekstradisi ke Negeri Ottoman untuk menjalani pendakwaan. Pernyataan itu menunjukkan penolakan Erdogan terhadap rencana Saudi yang hendak mendakwa ke-18 orang itu di tanah air mereka sendiri.

Penjelasan Erdogan menggambarkan ketidakpercayaan pemerintah Turki atas penyidikan yang juga digelar oleh Saudi. Menteri Luar Negeri Saudi, Adel al-Jubeir sebelumnya berjanji bahwa "Raja Salman dan Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) akan mengusut kasus itu secara lengkap dan menyeluruh."

Tapi, Erdogan tampak tak mempercayai itikad Raja Salman dan sang Putra Mahkota untuk membuka penyelidikan sendiri terhadap kasus Jamal Khashoggi.

"Bukannya saya tak percaya dengan ketulusan Raja Salman. Tapi, investigasi untuk isu kritis seperti ini harus dilaksanakan oleh delegasi yang adil, tidak bias, dan tidak memiliki indikasi keterlibatan dalam insiden itu sendiri," jelas Erdogan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya