Filipina: Indonesia Siap Bantu Penyelidikan Teror Bom Gereja di Jolo

Filipina mengatakan, Indonesia siap membantu penyelidikan teror bom ganda yang menghantam gereja di Jolo, Provinsi Sulu pada akhir Januari 2019 lalu.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 04 Feb 2019, 10:03 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2019, 10:03 WIB
Dua Bom Meledak di Gereja Filipina Selatan saat Misa Minggu
Tentara Filipina berjaga di dalam gereja pasca ledakan bom di Gereja Katolik Jolo, Filipina Selatan, Minggu (27/1). Dua bom meledak, Sedikitnya 27 orang tewas dan 57 orang lainnya mengalami luka. (Angkatan Bersenjata Filipina/HO/AFP)

Liputan6.com, Manila - Pemerintah Filipina, pada 3 Februari 2019, mengatakan bahwa Indonesia siap membantu penyelidikan teror bom ganda yang menghantam gereja di Jolo, Provinsi Sulu pada akhir Januari 2019 lalu.

Pelaksana tugas Menteri Dalam Negeri Filipina, Eduardo Ano mengatakan bahwa mereka berniat untuk "bekerja erat dengan Indonesia" atas peristiwa itu, demikian seperti dikutip dari Manila Bulletin, Senin (4/2/2019).

Komitmen itu datang setelah Ano menyatakan dugaan beberapa hari lalu bahwa pasangan asal Indonesia dicurigai menjadi pelaku teror bom yang menewaskan 22 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya di Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo pada 27 Januari 2019.

Pasangan itu, kata Ano, diidentifikasi sebagai "Abu Huda" dan "Istri Abu Huda (yang tidak disebutkan namanya)." Mereka diduga terafiliasi dengan kelompok ekstremis Abu Sayyaf --grup yang berikrar setia kepada kelompok teroris ISIS.

Kementerian Luar Negeri RI menyatakan akhir pekan lalu bahwa mereka masih terus mengonfirmasi dugaan Ano.

Namun, Ano tetap bersikukuh atas dugaannya tersebut.

"Saya telah berbicara dengan Presiden (Rodrigo Duterte). Ia punya sumber lain, namun sama-sama mengarah kepada dua pasangan Indonesia tersebut," kata Ano dalam siaran radio pemerintah pada 3 Februari.

"Tapi, sebelum kami memberikan kesimpulan akhir, bukti itu harus didukung dengan pemeriksaan forensik dan DNA. Kita telah berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia dan mereka akan membantu," tambah Ano seperti dikutip dari Manila Bulletin.

"Setidaknya kita akan bisa tahu jika kita bisa mengidentifikasi orang Indonesia (yang diduga) menjadi bomber katedral."

Sementara itu, sumber diplomatik RI di Filipina merespons dalam keterangan tertulis:

"Indonesia memiliki kepentingan bersama Otoritas Filipina guna melakukan investigasi bersama sebagaimana yang telah berlangsung selama ini dalam konteks kerjasama kepolisian kedua negara," kata Fungsi Penerangan, Humas dan Media KBRI Manila, Agus Buana kepada Liputan6.com, Senin 4 Februari 2019 pagi WIB.

"Polri melalui Atase Polri di (KBRI) Manila dan Staf Teknis Polri di (KJRI) Davao senantiasa berkomunikasi dengan otoritas keamanan Filipina dalam kerangka kerjasama itu," tambahnya.

Ano: Bom Bunuh Diri Bukan Tradisi Teroris Filipina

Sementara itu, pelaksana tugas Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano mengklaim bahwa "pasangan Indonesia itu ingin menunjukkan contoh kepada orang Filipina lainnya tentang cara melakukan serangan bunuh diri." Dia juga mengklaim bahwa elemen teror Filipina "tidak melakukan pemboman bunuh diri karena itu tidak ada dalam tradisi kita."

"Mereka ingin membuat contoh dan mengangkatnya ke perang agama sehingga mereka memilih gereja untuk menabur konflik antara Kristen dan Muslim," tambah Ano.

 

Simak video pilihan berikut:

Jubir Malacanang: Filipina Masih Aman

Dua Bom Meledak di Gereja Filipina Selatan saat Misa Minggu
Polisi dan tentara berjaga pasca ledakan bom di Gereja Katolik Jolo, Filipina Selatan, Minggu (27/1). Bom kedua meledak di tempat parkir gereja ketika aparat setempat merespons. (Nickee Butlangan/AFP)

Merespons kekhawatiran publik mengenai situasi keamanan di Mindanao, Juru Bicara Istana Kepresidenan Filipina, Salvador Panelo meyakinkan publik bahwa "Filipina masih aman" dan masyarakat tetap bisa melanjutkan aktivitasnya.

Dia juga mengatakan bahwa tidak perlu bagi Presiden Rodrigo Duterte untuk memperluas cakupan darurat militer yang diterapkan di Mindanao.

Duterte memberlakukan darurat militer di Mindanao Filipina selatan pada Mei 2017 --merespons pendudkan Marawi oleh kelompok ekstremis-- dan diperpanjang hingga Desember 2018. Namun, kebijakan itu tampaknya akan diperpanjang hingga setidaknya beberapa bulan awal tahun 2019 ini, menurut laporan media lokal.

"Kami ingin meyakinkan masyarakat umum bahwa mereka dapat melakukan kegiatan normal mereka. Negara kita masih merupakan tempat yang aman," kata Panelo.

"Tidak ada keharusan untuk perluasan darurat militer seperti yang telah berulang kali dinyatakan oleh Presiden," tambahnya, merujuk pada darurat militer yang masih dinyatakan di Mindanao karena serangan di Kota Marawi oleh teroris ISIS.

Namun, ia mengatakan bahwa serangan itu adalah alasan mengapa darurat militer di Mindanao tidak boleh dicabut.

"Ya, jika tidak ada darurat militer di sana, saya yakin Marawi akan berulang," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya