28-6-1820: Pertama Kalinya Orang Amerika Buktikan Tomat Tidak Beracun

Pada hari ini, 199 tahun silam, orang Amerika membuktikan bahwa tomat tidak beracun. Bagaimana caranya?

oleh Siti Khotimah diperbarui 28 Jun 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2019, 06:00 WIB
Ilustrasi Tomat
Ilustrasi tomat (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Pada hari ini, 199 tahun silam, orang Amerika membuktikan bahwa tomat tidak beracun. Hal itu membantah anggapan dan kekhawatiran masyarakat Barat terhadap hasil botani yang konon mengandung senyawa berbahaya.

Sejak 28 Juni 1820, masyarakat mulai mengonsumsi sayur itu, baik sebagai saus, sup gazpacho, kondimen salsa, dan pelengkap sandwich.

Tomat berasal dari Amerika Serikat, pertama kali tumbuh di tanah Peru. Salah satu spesies tanaman itu, yang bernama latin Solanum lycopersicum diangkut ke Meksiko.

Botani itu kemudian dibudidayakan oleh bangsa Mesoamerika. Sayur itu kemudian dimakan, dengan Suku Aztec dipercaya telah menjinakkannya untuk pertama kali.

Sayur itu diberima tomat dari kata "tomatl" bahasa Uto-Aztecan yang berarti "buah yang membengkak" sebagaimana dikutip dari laman History.com untuk Today in History pada Kamis (27/6/2019). Aztec dan peradaban Mesoamerika menggunakan buah itu secara luas dalam kuliner mereka.

Singkat cerita, "buah yang membengkak" itu tiba di daratan Eropa. Konon, penjelajah berkebangsaan Spanyol bernama Cortes telah membawanya, khususnya setelah ia merebut kota Aztec, Tenochtitlan pada 1521.

Namun, sebagian yang lain percaya bahwa Christopher Columbus adalah orang yang membawa botani itu ke Spanyol pada 1493. 

Terlepas dari siapa yang pertama kali membawa buah merah montok itu ke Eropa, tomat telah diperkenalkan dengan cepat setelahnya. Orang-orang Spanyol menyebarkan sayur itu ke seluruh koloni mereka di Karibia, dan kemudian ke Filipina dan Asia Tenggara, hingga akhirnya menyebar ke seluruh benua Asia.

Terbukti Tidak Beracun

[Fimela] Jus Tomat
Ilustrasi Jus Tomat | Pexels.com

Uniknya, saat tomat sampai di Inggris masyarakat enggan memakannya. Sayur itu dianggap beracun. Salah satu pembudidaya tanaman itu paling awal, juga percaya sayurnya beracun karena mengandung kadar tomat beracun. Ia adalah John Gerard, seorang tukang bedah tradisional.

Sebuah penelitian modern kemudian mengungkap, tomat memang mengandung kadar rendah glikolalkaloid dengan sifat fungisida. Namun kadarnya sangat rendah sehingga tidak berbahaya.

Pandangan Gerard itu menarik perhatian banyak orang. Sayur itu dianggap tidak layak untuk dikonsumsi di Inggris dan koloni Amerika Utara.

Namun akhirnya, seorang warga Amerika bernama Kolonel Robert Gibbon mengubah sejarah. Ia tidak mempercayai sama sekali desas-desus itu. Pada tanggal 28 Juni 1820, di puncak musim tomat, ia membantah mitos populer dalam demonstrasi publik di tangga gedung pengadilan di Salem, New Jersey.

Ia menelan tomat mentah-mentah, dan tidak ada insiden apapun setelahnya. Masyarakat Amerika yang kemudian disusul Inggris, akhirnya mengonsumsi sayur itu.

Sejak itu, khalayak pun kemudian berbondong-bondong menikmati "buah montok berwarna merah" itu dalam berbagai kuliner.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya