Liputan6.com, Tunis - Dua hari setelah dikabarkan meninggal pada 25 Juli 2019, Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi dijadwalkan akan dimakamkan. Rencana pemakaman pada hari Sabtu ini konon akan dihadiri sejumlah pemimpin asing termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Menurut France24 yang dikutip Sabtu (27/7/2019), Essebsi akan dimakamkan di pemakaman keluarga di Tunis tengah.
Rakyat Tunisia yang berkabung menyuarakan kebanggaan atas langkah-langkah yang sedang dilakukan untuk memilih pengganti, dengan mengatakan pekerjaannya membimbing negara menuju demokrasi setelah revolusi membantu mewujudkan penyerahan kekuasaan secara damai.
Advertisement
Ratusan wanita, pria dan anak-anak berdiri di bawah terpaan sinar matahari yang kuat pada hari Jumat di luar rumah sakit militer, tempat Essebsi mengembuskan napas terakhirnya. Mereka kemudian menyaksikan peti matinya dibawa ke istana presiden Carthage di bawah pengamanan ketat.
Banyak yang menyatakan respek atas perannya mengawasi reformasi politik di negara Afrika Utara setelah penggulingan pemimpin otokratis lama Zine El-Abidine Ben Ali.
"Hari ini kami kehilangan seorang ayah dari semua warga Tunisia," kata seorang warga, Salma Hbibi.
"Tidak ada tank di jalanan, tidak ada jam malam, tidak ada pernyataan dari tentara," tambah Salma Hbibi. "Hari ini kami telah memperoleh negara demokratis melalui transisi yang tenang dan indah."
Tunisia dipuji sebagai satu-satunya kisah sukses demokratis dari pemberontakan Arab Spring, yang menerapkan konstitusi baru, pemilihan umum yang bebas, dan pemerintahan koalisi partai-partai Islamis dan sekuler moderat di wilayah yang sebaliknya berjuang dengan pergolakan.
Menurut laporan wartawan FRANCE 24 Nadia Massih dari Tunis, Essebsi dipandang sebagai "kekuatan pemersatu" oleh banyak warga Tunisia. Dia dikenang "sebagai seorang pria yang diakui sebagai sekularis untuk seluruh karir politiknya, tetapi tetap menjalin koalisi dengan partai Islam untuk mencoba dan membawa negara bersama setelah revolusi".
"Kepergian Presiden Essebsi adalah hari yang menyedihkan bagi kami," kata Moncef Marzouki, seorang mantan presiden dan salah satu saingan Essebsi yang paling gigih.
"Tapi saya juga bangga dengan transisi yang lancar ini. Kami beruntung berada di jalur maju dalam transisi demokrasi, kami pindah ke negara hukum," tambah Marzouki.
Di dekat Istana Carthage -- tempat tinggal Presiden Tunisa, seorang pemuda bernama Nabil menyatakan harapan bahwa Tunisia akan tetap berada di jalurnya saat ini.
"Kami sangat sedih, tapi saya harap Tunisia akan tetap konsisten dan kompak seperti yang diinginkan Essebsi. Kami akan merindukanmu, Bajbouj," katanya, menggunakan nama panggilan Essebsi.
Tak hanya warga yang berduka atas kepergian Essebsi, Gedung Putih juga menyatakan belasungkawa atas meninggalnya sang presiden Tunisia. Ucapan duka juga disampaikan oleh negara-negara di seluruh dunia.
Kepala Parlementer Menjabat Sebagai Presiden Interim
Dalam upacara yang tergesa-gesa beberapa jam setelah kematian Beji Caid Essebsi, kepala parlemen, Mohamed Ennaceur, dilantik sebagai presiden Tunisia sementara.
Ennaceur yang berusia 85 tahun akan memimpin negara itu sampai pemilihan presiden diadakan pada pertengahan September, Komisi Pemilihan Independen mengumumkan pada hari Kamis. Pemilihan presiden pada awalnya dijadwalkan pada 17 November.
Komisi pemilihan negara itu kemudian mengumumkan bahwa pemilihan presiden akan diadakan pada 15 September 2019, dua bulan lebih awal dari yang dijadwalkan sebelumnya.
Pemungutan suara parlemen ditetapkan untuk 6 Oktober 2019.
Kantor kepresidenan mendesak rakyat Tunisia untuk bersatu demi kebaikan bangsa selama masa-masa kekosongan kekuasaan dan transisi ini.
Tunisia, tempat kelahiran pemberontakan Arab Spring melawan kediktatoran di wilayah itu, telah sesekali dilanda kerusuhan atas pengangguran yang tinggi dan oleh beberapa serangan militan Islam yang mematikan.
Advertisement
Pemilihan Umum Dipercepat
Komisi pemilihan negara itu kemudian mengumumkan bahwa pemilihan presiden akan diadakan pada 15 September 2019, dua bulan lebih awal dari yang dijadwalkan sebelumnya pada 17 November.
Pemungutan suara parlemen ditetapkan untuk 6 Oktober 2019.
Kantor kepresidenan mendesak rakyat Tunisia untuk bersatu demi kebaikan bangsa selama masa-masa kekosongan kekuasaan dan transisi ini.
Tunisia, tempat kelahiran pemberontakan Arab Spring melawan kediktatoran di wilayah itu, telah sesekali dilanda kerusuhan atas pengangguran yang tinggi dan oleh beberapa serangan militan yang mematikan.