3 WNI yang Disandera Abu Sayyaf Minta Pertolongan Presiden Jokowi

Kelompok bersenjata terafiliasi Abu Sayyaf yang menculik tiga WNI dari Lahad Datu, Sabah, dua bulan lalu, kini menuntut uang tebusan senilai Rp 8,2 miliar untuk pembebasan mereka.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 21 Nov 2019, 18:15 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2019, 18:15 WIB
Abu Sayyaf
Ilustrasi Abu Sayyaf (File / Liputan6.com)

Liputan6.com, Kinabalu - Kelompok bersenjata diduga terafiliasi Abu Sayyaf yang menculik tiga nelayan Indonesia dari Lahad Datu, Sabah, dua bulan lalu, kini menuntut uang tebusan senilai 30 juta peso Filipina, atau sekitar Rp 8,2 miliar untuk pembebasan mereka.

Permintaan, diumumkan oleh salah satu korban melalui rekaman video, dirilis di Facebook Sabtu 16 November 2019 lalu.

Ketiganya diidentifikasi sebagai Maharudin Lunani, 48, putranya Muhammad Farhan, 27, dan anggota kru Samiun Maneu, 27. Mereka diculik oleh orang-orang bersenjata dari kapal pukat nelayan yang terdaftar di Sandakan, perairan Tambisan.

Dalam video 43 detik, Samiun mengidentifikasi mereka sebagai orang Indonesia dan telah bekerja di Malaysia.

"Kami ditangkap oleh Kelompok Abu Sayyaf pada 24 September 2019," kata Samiun dalam Bahasa Indonesia dalam klip video, dikutip dari The Star Malaysia, Kamis (21/11/2019).

Mereka memohon kepada pihak majikan dan Presiden RI Joko Widodo untuk membebaskan mereka.

"Kami meminta presiden Indonesia untuk membantu membebaskan kami. ASG (Abu Sayyaf Group) menuntut 30 juta peso sebagai tebusan," kata korban.

Juga dilaporkan bahwa seorang anggota keluarga dari salah satu korban telah menerima permintaan tebusan dari kelompok terafiliasi Abu Sayyaf itu sebelum video beredar.

Komisi Kepolisian Saba, Datuk Omar Mammah mengatakan, menurut rekan-rekan mereka di Filipina, para penculik juga telah membuat permintaan semacam itu beberapa hari setelah mereka menculik para nelayan.

Dia, bagaimanapun, tidak mengungkapkan jumlahnya, menambahkan bahwa polisi tidak memenuhi permintaan tersebut.

Liputan6.com telah menjangkau Direktorat Perlindungan WNI/Kementerian Luar Negeri RI untuk meminta keterangan.

Simak video pilihan berikut:

Laporan dari Sabah

Gedung Pancasila dan Ilustrasi Bendera Indonesia (Liputan6.com/Gempur M Surya)
Gedung Pancasila dan Ilustrasi Bendera Indonesia (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Terkait penculikan tersebut, Komisaris Polisi Sabah, Datuk Omar Mammah pada akhir September 2019 menyebutkan, insiden terjadi ketika kapal pukat sedang mencari udang, kapal-kapal pompa tersangka mendekati kedua kapal dari belakang.

Kemudian, orang-orang bersenjata dengan mengenakan perlengkapan kamuflase dan topeng, naik kedua kapal pukat yang sedang menangkap udang seperti dilansir malaymail.com.

"Empat pria bersenjata naik perahu pertama dan tiga tersangka naik perahu kedua. Mereka mengarahkan pistol ke tiga awak kapal di satu kapal dan menyuruh mereka naik perahu pompa," kata Omar.

Diketahui ada dua kapal penangkap ikan yang dinaiki oleh penculik yang hanya berjarak sekitar 50 meter satu sama lain pada lokasi kejadian.

"Di kapal lain, para tersangka mengambil semua dokumen dan telepon seluler dari awak, tetapi tidak membawa salah satu dari empat nelayan di atas kapal," tambah Omar.

Omar menambahkan bahwa ada juga saksi lain yang melakukan panggilan darurat ke polisi laut Malaysia tentang insiden itu.

Komplotan bersenjata beserta nelayan yang diculik kemudian melaju ke pulau Tawi-Tawi di Filipina.

Peristiwa itu terjadi sekitar 7,7 mil laut dari Tambisan di Lahad Datu. Tiga korban yang diculik berusia antara 27 dan 40 tahun.

Ketua Menteri Sabah, Datuk Seri Mohd Shafie Apdal membenarkan kejadian penculikan tersebut. Ia juga mengatakan para nelayan itu kemungkinan berasal dari Buton, Sulawesi Tenggara.

"Namun, kami akan melihat situasi yang tepat. Saya akan mendapatkan informasi lebih rinci tentang itu," kata Ketua Menteri Sabah saat menghadiri resepsi peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-74 di Malaysia seperti dikutip dari Bernama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya