Gelombang Kedua Corona COVID-19 Eropa Dikhawatirkan Muncul Dini Akibat Demo

Demonstrasi yang terjadi di Eropa dikhawatirkan membawa gelombang kedua Virus Corona COVID-19 lebih awal.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 12 Jun 2020, 08:57 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2020, 06:30 WIB
Suasana Kota Barcelona Setelah Spanyol Berlakukan Lockdown
Warga berjalan di sepanjang La Ramblas, Barcelona, Spanyol, Minggu (15/3/2020). Pemerintah Spanyol memberlakukan lockdown setelah negara berpenduduk 47 juta jiwa itu terdampak virus corona COVID-19 paling parah kedua di Eropa setelah Italia. (AP Photo/Emilio Morenatti)

Liputan6.com, Brussel - Eropa dapat menghadapi lonjakan infeksi Virus Corona COVID-19 dalam beberapa minggu mendatang, yang disebabkan oleh protes massal di benua itu selama beberapa hari terakhir. Hal tersebut disampaikan langsung oleh pejabat Uni Eropa dan para ahli pada Kamis 11 Juni 2020.

Mengutip Channel News Asia, Jumat (12/6/2020), puluhan ribu pemrotes berkumpul di kota-kota besar Eropa dalam beberapa hari terakhir untuk berdemonstrasi menentang rasisme. Dipicu kasus pembunuhan George Floyd di Amerika Serikat, ketika berada dalam tahanan polisi.

"Jika Anda menyarankan semua orang untuk menjaga jarak satu setengah meter dari satu sama lain, dan semua orang hanya berdiri berdampingan, saling berpegangan, maka saya tidak memiliki perasaan yang baik tentang hal itu," Jozef Kesecioglu, yang mengetuai Masyarakat Eropa dari Kedokteran Perawatan Intensif pada sebuah konferensi.

Ketika ditanya apakah akan ada lonjakan infeksi dalam dua minggu mendatang, dia berkata: "Ya, tapi mudah-mudahan saya salah."

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:


Virus Masih Menyebar

Hidup Tanpa Lockdown Corona di Swedia
Orang-orang menikmati cuaca hangat di Stockholm, Rabu (22/4/2020). Swedia belum memberlakukan lockdown, seperti mayoritas negara Eropa lainnya, namum pemerintah memberikan tanggung jawab besar kepada penduduknya untuk membantu mengurangi penyebaran virus corona. (Anders WIKLUND/TT NEWS AGENCY/AFP)

Sebagian besar negara di 27-negara blok telah melewati puncak wabah dan secara bertahap membuka kembali bisnis dan perbatasan, karena infeksi yang menurun dalam beberapa pekan terakhir.

Sebelum maraknya protes baru-baru ini, para ilmuwan memperkirakan gelombang kedua akan terjadi setelah musim panas. Tetapi pertemuan massal mungkin berdampak pada tren positif ini.

"Mengenai penyakit pernafasan infeksius, peristiwa massal bisa menjadi rute utama penularan," ujar Martin Seychell, seorang pejabat kesehatan di Komisi UE  ketika ditanya tentang kemungkinan gelombang kedua sebelumnya yang disebabkan oleh demonstrasi.

Virus itu masih beredar, meski dengan laju lebih rendah dari beberapa minggu lalu, katanya.

Kemungkinan dan ukuran gelombang kedua akan tergantung pada pemeliharaan yang efektif dari langkah-langkah jarak sosial dan faktor-faktor lain, banyak di antaranya masih belum diketahui, katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya