Kalung Anti-Corona Hingga Ahli Tak Kompeten Indonesia Disorot Media Ternama AS

Salah satu media AS ternama, New York Times menyoroti fenomena seputar infodemik terkait Virus Corona COVID-19 di Indonesia.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 04 Agu 2020, 15:43 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2020, 14:30 WIB
Hadi Pranoto
Dalam video yang bertempat di Pulau Tegal Mas, Lampung, sosok Hadi Pranoto mengenalkan diri kepada publik sebagai Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19 dengan gelar pakar Mikrobiologi. (Tangkapan layar dari Youtube Anji)

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan sedang ramai diperbincangkan sosok yang mengaku kompeten, namun justru dinilai menyebarkan berita yang salah terkait Virus Corona COVID-19.

Ia adalah Hadi Pranoto, seseorang yang disebut-sebut sebagai dokter, yang diajak oleh selebritas Anji untuk berbicara mengenai fakta-fakta terkait Virus Corona baru. 

Sebelumnya, terkait cara penyembuhan virus yang diusulkan oleh Kementerian Pertanian dengan kalung anti-virus juga menjadi topik hangat. Banyak yang meragukan akan kebenaran dan kemampuan alat tersebut. 

Kedua hal tersebut kemudian menjadi sorotan media ternama asal Amerika Serikat, New York Times. 

Menurut media tersebut, pemerintah Indonesia mengalami kesulitan untuk menyampaikan pesan berbasis ilmu pengetahuan yang konsisten tentang Virus Corona  dan penyakit yang ditimbulkannya, COVID-19.

Hal ini terbukti ketika sejumlah influencer dan pakar gadungan telah mendorong penyembuhan dengan cara mereka sendiri dan informasi yang salah di media sosial, termasuk rumor yang tersebar luas bahwa alat pengukur suhu thermogun yang banyak digunakan di seluruh dunia dapat menyebabkan kerusakan otak.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Masalah Infodemik

Gunakan Kalung Anti Virus Corona, Mentan Raker dengan Komisi IV
Kalung bertuliskan anti virus corona yang digunakan Mentan Syahrul Yasin Limpo saat raker dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/7/2020). Rapat membahas program strategis kementerian dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi dampak COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menurut media AS New York Times, Indonesia bukan satu-satunya negara yang memerangi informasi salah atau negara di mana para pemimpinnya telah mempromosikan pengobatan alternatif. 

Organisasi Kesehatan Dunia telah berulang kali menyebut informasi palsu yang berbahaya sebagai "infodemik".

Di Kenya, gubernur Nairobi telah mendorong cognac sebagai obat ajaib. Presiden Donald Trump terus mempromosikan Hydroxychloroquine, obat yang digunakan untuk mengobati malaria, sebagai obat Virus Corona baru meskipun ada bukti medis yang bertentangan. Dia bahkan menyarankan bahwa "suntikan di dalam" tubuh manusia dengan desinfektan seperti pemutih dapat membantu memerangi virus.

Tetapi apa yang terjadi di Indonesia menjadi unik karena populasinya yang besar, geografi yang luas, adanya ribuan pulau dan campuran identitas budaya. Akan cukup sulit bagi pemerintah untuk mengimplementasikan rencana yang jelas dan terpadu untuk memerangi virus, tetapi masalah pun kian diperburuk oleh penyebaran informasi yang kacau dan seringkali berbahaya.

Media New York Times melaporkan bahwa Presiden Joko Widodo, pada awalnya meremehkan pandemi dan telah menyampaikan pesan yang beragam. Dia mengakui pada bulan Maret bahwa dia telah menyesatkan publik tentang virus untuk mencegah kepanikan. Setelah itu, ia dinilai lambat untuk menutup bisnis dan sekolah dan membatasi perjalanan, tetapi cepat untuk mengangkat pembatasan bahkan ketika kasus masih terus meningkat.

Pada Mei, katanya, Indonesia harus belajar hidup dengan virus. Namun, sebulan kemudian, ia mengancam akan memecat menteri kabinet karena tidak berbuat lebih banyak untuk mengendalikan pandemi.

Bulan ini, ia menyerukan kampanye nasional untuk mempromosikan disiplin yang lebih baik dalam menjaga jarak sosial, memakai masker dan mencuci tangan.

Informasi Sesat

Gunakan Kalung Anti Virus Corona, Mentan Raker dengan Komisi IV
Mentan Syahrul Yasin Limpo mengenakan kalung bertuliskan anti virus corona saat raker dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/7/2020). Rapat membahas program strategis kementerian dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi dampak COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dengan tidak adanya pesan terpadu dari pemerintah nasional, pejabat lokal dan oportunis telah mengisi kesenjangan.

Seorang pejabat yang mempromosikan obat yang dipertanyakan adalah menteri pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Dia mengatakan kepada wartawan bulan ini bahwa laboratorium kementerian telah mengembangkan ramuan yang terbuat dari kayu putih bahwa ketika dikenakan pada kalung dapat membunuh 80 persen partikel virus dalam setengah jam.

"Dari 700 spesies kayu putih, hasil tes laboratorium kami menunjukkan bahwa satu jenis dapat membunuh corona," katanya. “Kami yakin. Kami akan memproduksinya bulan depan."

Klaimnya dengan cepat ditentang oleh para ahli kesehatan, termasuk kepala laboratorium yang mengembangkan ramuan aromatik, yang mengatakan itu tidak efektif terhadap Virus Corona COVID-19. Namun, klarifikasi itu tidak menghentikan orang lain untuk mempromosikannya.

Seorang penyanyi populer, Iis Dahlia, bertemu dengan Presiden Jokowi ketika ia berusaha merekrut selebritas lain untuk membantu dalam kampanye kesehatannya. Segera setelah itu, dia memberi tahu 12 juta pengikut Instagram-nya bahwa dia bangga mengenakan kalung penangkal tersebut.

"Kalung kayu putih ini," katanya, "membuatku merasa aman dan terlindung dari virus."

Di Bali, gubernur, I Wayan Koster, telah mempromosikan pengobatan lokal: menghirup uap arak rebus, minuman beralkohol tradisional. Seolah ingin mengikuti tren, ia juga merekomendasikan untuk menambahkan sedikit minyak kayu putih.

Gubernur, yang memiliki gelar Ph.D. dalam pendidikan ini menggambarkan dirinya sebagai mantan "peneliti," mengatakan pada sebuah konferensi pers pekan lalu bahwa hampir 80 persen dari mereka yang menghirup ramuan itu diuji negatif lebih cepat daripada yang diharapkan.

Perlakuan itu belum dikenakan pengujian ilmiah, tetapi dia mengatakan dia berharap bahwa Bali dapat mematenkan dan memproduksinya.

Juru bicara Virus Corona COVID-19 utama pemerintah, Wiku Adisasmito, mendesak masyarakat untuk mengikuti pedoman kesehatan dan tidak bergantung pada takhayul dan perawatan setengah matang, bahkan ketika mereka berasal dari pejabat publik dan selebritas.

“Pada saat darurat, kita semua membutuhkan fakta nyata yang jujur, berbasis ilmiah, untuk memberi kita harapan, ketenangan, dan kejelasan,” kata Adisasmito, profesor kebijakan kesehatan Universitas Indonesia.

Jusuf Kalla, mantan wakil presiden yang sekarang memimpin Palang Merah Indonesia, mengatakan bahwa Indonesia terlanjur memulai dengan lambat dalam memerangi pandemi ini sebagian karena menteri kesehatan, Terawan Agus Putranto, meminimalkan keparahannya.

"Sampai Maret, Menteri Terawan seperti Trump, mengatakan, 'Oh, ini hanya flu biasa,'" kata Kalla. “Tapi sekarang, Menteri Terawan sangat realistis. Para menteri dan gubernur berusaha mencari solusi dalam situasi yang tidak pasti. Ini adalah trial and error."

Agama Dijadikan Solusi

Bar Refaeli Pakai Niqab
Aksi Bar Refaeli memakai niqab dalam sebuah iklan pakaian asal Israel mengundang kecaman dan tudingan Islamofobia. (dok. Instagram @sozcuhayat/https://www.instagram.com/p/BpjX0zIBnoh/Dinny Mutiah)

New York Times melaporkan bahwa Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, membuat beberapa warga negara dan pejabat mengandalkan keyakinan mereka untuk mempromosikan pengobatan dan membimbing pemahaman mereka tentang penyakit ini.

Di Pulau Lombok, seorang pejabat tinggi menyarankan bahwa niqab atau akrab disebut cadar sama efektifnya dalam mencegah penyebaran virus seperti halnya masker wajah medis yang pas.

"Keuntungan niqab adalah lebih mudah bernafas," Suhaili Fadhil Thohir, bupati Lombok Tengah, menjelaskan dalam sebuah wawancara.

Namun demikian, satuan tugas COVID-19 untuk provinsi tersebut, Nusa Tenggara Barat, terus menyerukan pentingnya penggunaan masker, kata Artanto, seorang juru bicara kepolisian dan anggota satuan tugas.

"Bupati masih mengenakan masker, bukan niqab," kata Artanto.

"Kami terus mendidik orang untuk memakai masker."

Ditambah lagi, media tersebut ikut menyoroti penolakan dari banyak umat Muslim, terkait protokol pemakaman COVID-19 yang membungkus tubuh dengan plastik dan menguburnya di pemakaman yang ditunjuk sulit diterima. Secara tradisi, anggota keluarga Muslim memandikan jasad almarhum dan membungkusnya dengan kain untuk penguburan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya