Liputan6.com, New York City - Amerika Serikat melakukan veto terhadap resolusi Indonesia di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Resolusi yang ditolak adalah terkait Prosekusi, Rehabilitasi, dan Reintegrasi (PRR) bagi teroris di luar negeri.
AS melancarkan kritikan pedas terhadap resolusi tersebut.
Perwakilan Tetap Indonesia di PBB, Dian Triansyah Djani menyebut resolusi ini memberikan panduan jelas dan praktis bagi anggota-anggota PBB untuk melawan terorisme dan mencegah radikalisme.
Advertisement
Baca Juga
"Draf resolusi ini mengajak negara-negara anggota untuk menjawab kondisi-kondisi yang memicu penyebaran terorisme, termasuk dengan mencegah radikalisme, mendorong kolaborasi erat, pembangunan kapasitas, dan berbagi pengalaman dalam prosekusi, rehabilitasi, dan reintegrasi," ujar D.T. Djani dalam pernyataan resmi di situs Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, seperti dikutip Rabu (2/9/2020).
Perwakilan Indonesia menyebut penolakan resolusi ini adalah hal yang sukar dipahami dan mengabaikan kearifan negara-negara lain yang setuju. Indonesia tidak menyebut nama AS sebagai pihak yang menolak.
"Biarlah diketahui oleh dunia bahwa dunia mestinya bisa lebih aman dengan draf resolusi, dan meski demikian, kita kehilangan peluang berharga dengan tidak mengadopsinya hari ini," ujar D.T. Djani.
Pihak AS berargumen resolusi yang ditawarkan Indonesia lebih buruk ketimbang tak ada resolusi sama sekali. Pasalnya, resolusi tak membahas repatriasi militan asing agar diadili di negara masing-masing.
"Resolusi Indonesia di hadapan kami, yang sejatinya dirancang untuk menegakan aksi internasional pada kontra-terorisme, malah lebih buruk ketimbang tak ada resolusi sama sekali," ujar Dubes AS di PBB Kelly Craft.
Penolakan AS juga bukan tiba-tiba. Dubes Craft berkata sempat mengungkap rasa kecewa karena tak ada pembahasan soal repatriasi dalam teks resolusi.Â
AS menilai bahwa kegagalan membahas repatriasi dan mengadili militan ISIS bisa memperburuk terorisme di wilayah Suriah.
Dubes Craft berkata resolusi Indonesia terkait isu ini bersifat "sinis" dan "sandiwara."
"Resolusi mereka bertujuan membahas prosekusi, rehabilitasi, dan reintegrasi teroris, termasuk Pejuang Teroris Asing, dan anggota keluarga mereka. Dan meski demikian, (resolusi) gagal menaruh referensi tentang langkah awal yang krusial: repatriasi ke negara-negara asal," tulis Dubes Craft.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Perbedaan Pandangan AS dan Eropa
Amerika Serikat menginginkan agar negara-negara di dunia merepatriasi warga mereka yang bergabung ke ISIS dan mengadilinya. AS tak setuju jika bekas militan ISIS dibiarkan di Suriah karena dikhawatirkan menjadi cikal bakal ISIS baru.
Di lain pihak, negara-negara Eropa ogah menolak menerima kembali antek ISIS karena dikhawatirkan mereka akan kembali melancarkan aksis teroris. Banyak militan ISIS asing yang berasal dari Eropa, mereka ingin kembali namun ditolak pemerintah.
Tahun lalu, Presiden Donald Trump pernah "bercanda" dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron agar memulangkan warga Prancis yang menjadi militan ISIS.Â
"Apa kamu mau beberapa pasukan ISIS yang menyenangkan? Saya bisa memberikan mereka padamu. Kamu bisa mengambil semua yang kamu inginkan," kata Trump di NATO Summit tahun lalu.
Resolusi PRR adalah satu dari lima resolusi yang dihasilkan Indonesia selama menjabat di DK PBB.Â
Empat resolusi lainnya adalah resolusi perpanjangan mandat misi pemeliharaan perdamaian di Lebanon (UNIFIL); resolusi perpanjangan mandat misi pemeliharaan perdamaian di Somalia (UNSOM); resolusi perpanjangan rezim sanksi di Mali; dan resolusi tentang personel penjaga perdamaian perempuan yang diprakarsai Indonesia.
Advertisement