Liputan6.com, Tehran - Iran menuduh Prancis telah menyulut “ekstremisme” setelah Presiden Emmanuel Macron membela penerbitan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad.
"Muslim adalah korban utama dari 'pemujaan kebencian' - diberdayakan oleh rezim kolonial & diekspor oleh klien mereka sendiri," tulis Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di akun Twitternya.
“Menghina 1,9 miliar umat Muslim & kesucian mereka karena kejahatan menjijikkan dari ekstremis semacam itu adalah penyalahgunaan kebebasan berbicara oportunistik. Itu hanya menyulut ekstremisme," katanya seperti melansir Al Jazeera, Selasa (27/10/2020).
Advertisement
Baca Juga
Muslims are the primary victims of the "cult of hatred"—empowered by colonial regimes & exported by their own clients.Insulting 1.9B Muslims—& their sanctities—for the abhorrent crimes of such extremists is an opportunistic abuse of freedom of speech.It only fuels extremism.
— Javad Zarif (@JZarif) October 26, 2020
Tudingan ini mengikuti pernyataan yang dibuat Macron setelah seorang remaja Chechnya membunuh seorang guru Prancis pada 16 Oktober.
Macron mengatakan guru sejarah bernama Samuel Paty dipenggal kepalanya akibat menunjukkan karikatur nabi kepada murid-muridnya dengan alasan “karena para Islamis menginginkan masa depan kita”.
Pada hari Minggu, Macron mengatakan dalam sebuah cuitan di Twitternya: "Kami tidak akan menyerah, selamanya."
"Kami tidak menerima pidato kebencian dan membela debat yang masuk akal," tambah pemimpin Prancis itu.
Macron telah menyatakan perang terhadap "separatisme Islam", yang katanya mengambil alih beberapa komunitas Muslim di Prancis.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
Boikot Barang Prancis
Sebagai dampak dari hal ini, pemoikotan terhadap barang-barang Prancis sedang berlangsung di supermarket di Qatar dan Kuwait.
Para pemimpin agama Iran belum menyerukan boikot untuk produk dari Prancis. Tetapi beberapa pejabat dan politisi Iran telah mengutuk Macron atas perilaku "Islamofobia", menurut media pemerintah Iran.
Ali Shamkhani, sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, mengatakan "perilaku irasional" Macron menunjukkan "kekasaran dalam politik".
Shamkhani juga menulis di Twitter bahwa komentar Macron menunjukkan "kurangnya pengalaman dalam politik, jika tidak, dia tidak akan berani menghina Islam".
Dia menasihati pemimpin Prancis tersebut untuk "membaca lebih banyak sejarah" dan tidak bergantung pada "dukungan dari Amerika yang merosot dan Israel yang memburuk".
Ali Akbar Velayati, penasihat pemimpin tertinggi Iran untuk kebijakan luar negeri, mengatakan kartun itu seharusnya tidak dicetak ulang menyusul "kecaman global" terhadap majalah satir Prancis, Charlie Hebdo.
“Kita seharusnya melihat… majalah cabul yang menghina Nabi dilarang dicetak, tetapi penerapan standar ganda menyebabkan pemikiran sesat dan anti-agama ini juga memanifestasikan dirinya dalam sistem pendidikan negara,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Advertisement