Liputan6.com, Baghdad - Komunitas Yazidi di Irak membawa pulang 104 anggota keluarga mereka yang dibantai ISIS dan dikubur massal. Mereka adalah korban kekejaman ISIS ketika berkuasa pada 2014.
Dilaporkan BBC, Minggu (7/2/2021), jenazah para korban itu dikeluarkan dari kuburan massal dan diidentifikasi. Kemudian, mereka dibawa pulang ke desa Kocho dekat Gunung Sinjar, provinsi Ninevah.
Advertisement
Baca Juga
Semua dari korban merupakan laki-laki yang dibunuh pada Agustus 2014. Warga desa tampak berjejer di tepi jalan untuk mengiringi prosesi pemakaman.
Setiap peti mati korban dilengkapi dengan foto dari pria yang nyawanya direnggut ISIS. Upacara pemakaman juga sempat digelar di memorial Prajurit Tak Bernama di Baghdad sebelum jenazah dibawa pulang ke desa mereka.
Sebanyak ribuan orang warga Yazidi dibunuh oleh ISIS, sementara korban perempuan dan anak diperbudak dan diperkosa. PBB telah berkata ISIS melakukan genosida kepada komunitas Yazidi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini,
Langkah Pertama
Aktivis HAM Yazidi, Mirza Dinnayi, menyebut proses penguburan ini adalah langkah pertama dalam memperoleh keadilan.
"Ini adalah langkah pertama dalam menghormati jenazah-jenazah para krban dan itu juga menjadi sebuah langkah keadian transisional bahwa korban-korban lain, wnaita, dan anak-anak yang selamat dari genosida akan dikompensasi," ujr Mirza.
Yazidi adalah penganut agama yang menerapkn ajaran zoroaster. Mereka dianggap sesat oleh grup ISIS.
Sebelum ISIS berkuasa, ada sekiranya 440 ribu warga Yazidi yang hidup di Irak. Kini, 360 ribu dari mereka telah lari dan mengungsi di tempat lain.
Advertisement
PBB Minta Anak Anggota ISIS Dipulangkan ke Negara Masing-masing
Sementara, PBB masih mengurus proses pemulangan atau repatriasi anak-anak para anggota ISIS yang terhambat, sebab negara-negara anggota PBB meragukan dengan alasan keamanan.
Namun, pihak PBB menilai bahwa alasan tersebut tidak berdasar.
Kepala Kontraterorisme Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Vladimir Voronkov mengumumkan bahwa pihaknya mendesak negara-negara anggotanya untuk merepatriasi atau memulangkan sekitar 27.000 anak yang terdampar di sebuah kamp besar di timur laut Suriah. Demikian seperti mengutip laman DW Indonesia, Minggu (31/1/2021).
Al Hol, kamp pengungsi terbesar di Suriah tersebut menampung hampir 62.000 jiwa, menurut pejabat kemanusiaan PBB.
Lebih dari 80 persen penghuninya adalah perempuan dan anak-anak. Banyak dari mereka datang ke kamp itu setelah kelompok militan ISIS kehilangan benteng pertahanan terakhirnya di Suriah pada 2019.
Voronkov mengatakan bahwa situasi di kamp itu "mengerikan" dan merupakan "salah satu masalah paling mendesak di dunia saat ini."
Sekitar 27.000 anak-anak yang tinggal di sana "terlantar, dibiarkan tergantung takdir."
Mereka rentan didekati oleh simpatisan ISIS, "dan berisiko mengalami radikalisasi di dalam kamp," ujar Voronkov dalam pertemuan informal Dewan Keamanan PBB.