Puluhan Polisi Myanmar Kabur ke India, Tolak Diperintah Junta Militer

Myanmar telah meminta negara tetangga India untuk memulangkan beberapa petugas polisi yang melintasi perbatasan ke Negeri Bollywood guna mencari perlindungan setelah menolak untuk melaksanakan perintah junta militer.

oleh Hariz Barak diperbarui 07 Mar 2021, 08:01 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2021, 08:01 WIB
Potret Polisi Myanmar Pukuli Pengunjuk Rasa
Polisi memukuli seorang pengunjuk rasa saat mereka menahannya selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Sabtu (6/3/2021). Dikutip dari pernyataan PBB, lebih dari 1.700 orang telah ditangkap, termasuk 29 wartawan. (AFP Photo)

Liputan6.com, Naypyidaw - Myanmar telah meminta negara tetangga India untuk memulangkan beberapa petugas polisi yang melintasi perbatasan ke Negeri Bollywood. Menurut kabar, mereka yang bermigrasi pergi guna mencari perlindungan setelah menolak untuk melaksanakan perintah junta militer Myanmar yang saat ini memerintah negara itu menyusul kudeta bulan lalu.

Para pejabat India mengatakan para petugas dan keluarga mereka telah melintasi perbatasan dalam beberapa hari terakhir.

Merespons dalam sebuah surat yang dikirimkan ke Delhi, pihak berwenang Myanmar meminta kepulangan mereka "untuk menegakkan hubungan persahabatan," demikian seperti dikutip oleh BBC, Minggu (7/3/2021).

Myanmar telah dicengkeram oleh protes massa dan demonstrasi menyusul kudeta militer 1 Februari 2021. Tuduhan kecurangan pemilu November 2020 --yang dimenangkan secara telak oleh pemimpin sipil Aung San Suu Kyi-- dijadikan motif coup d' etat para tentara. Komisi pemilu nasional sebelumnya telah menyatakan bahwa pemilihan berlangsung adil.

Pasukan keamanan telah mengambil tindakan keras terhadap demonstrasi dan setidaknya 55 kematian telah dilaporkan.

Pada Sabtu 6 Maret, demonstran terus memprotes militer, berkumpul di seluruh negeri. Di kota terbesar, Yangon, polisi menggunakan gas air mata, peluru karet dan granat setrum untuk membubarkan kerumunan, kata laporan.

Tidak ada laporan korban baru.

Wakil Komisaris Maria CT Zuali, seorang pejabat senior di distrik Champhai di negara bagian Mizoram, India, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa dia telah menerima surat dari rekannya di distrik Falam Myanmar yang meminta kepulangan petugas polisi.

Surat itu mengatakan bahwa Myanmar memiliki informasi tentang delapan polisi yang telah menyeberang ke India.

"Untuk menegakkan hubungan persahabatan antara kedua negara tetangga, Anda diminta untuk menahan delapan personel polisi Myanmar yang telah tiba ke wilayah India dan menyerahkan diri ke Myanmar," bunyi surat itu.

Zuali mengatakan dia sedang menunggu instruksi dari kementerian dalam negeri India di Delhi.

Menurut Reuters, sekitar 30 orang termasuk petugas dan anggota keluarga mereka telah melintasi perbatasan ke India mencari perlindungan dalam beberapa hari terakhir.

Pada Sabtu 6 Maret, sejumlah warga negara Myanmar lainnya menunggu di perbatasan berharap untuk melarikan diri dari gejolak itu, kantor berita AFP melaporkan, mengutip pejabat India.

Simak video pilihan berikut:

Sekilas Kudeta Myanmar

Potret Polisi Myanmar Pukuli Pengunjuk Rasa
Tentara dan polisi berkumpul di jalan ketika pengunjuk rasa mengadakan demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon (6/3/2021). (AFP Photo)

Militer Myanmar merebut kekuasaan pada awal Februari setelah menahan pemimpin yang terpilih secara demokratis, Aung San Suu Kyi.

Beberapa hari kemudian, gerakan pembangkangan sipil dimulai, dengan banyak orang menolak untuk kembali bekerja dan beberapa mengambil bagian dalam protes jalanan besar.

Pasukan keamanan Myanmar merespons dengan tindakan keras --menembakkan peluru tajam ke arah demonstran yang tidak bersenjata. Militer belum mengomentari kematiannya.

Lebih dari 1.700 orang telah ditahan sejak kudeta, menurut kepala hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet, termasuk anggota parlemen, demonstran, dan setidaknya 29 wartawan.

Kepala Badan HAM PBB, Michelle Bachelet mengatakan angka korban bisa jauh lebih tinggi dari yang tercatat, karena skala besar protes dan kesulitan dalam memantau perkembangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya