Kondisi Kian Panas, KBRI Yangon Terus Pantau Kondisi WNI di Myanmar

KBRI Yangon memastikan WNI di Myanmar tetap dalam kondisi aman dan belum memerlukan evakuasi.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 16 Mar 2021, 07:53 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2021, 05:30 WIB
Aksi protes terjadi di depan KBRI Yangon terkait kudeta militer. (Foto: Twitter/ @hninyadanazaw)
Aksi protes terjadi di depan KBRI Yangon terkait kudeta militer. (Foto: Twitter/ @hninyadanazaw)

Liputan6.com, Yangon - Kondisi kudeta militer yang terjadi di Myanmar hingga saat ini kian panas. Bahkan pada Minggu 15 Maret, 50 demonstran tewas dalam sehari akibat tindakan aparat. 

Melihat kondisi ini, KBRI Yangon melaporkan akan terus memantau kondisi WNI yang masih berada di Myanmar. Kendati demikian, pihak KBRI menyatakan bahwa masih belum perlu dilakukan evakuasi untuk saat ini. 

"Ada beberapa aksi demo maupun penetapan martial law di lokasi tempat tinggal mereka, namun tidak ada serangan langsung yang ditujukan kepada para WNI," tulis pernyataan resmi pihak Kemlu. 

Lebih lanjut lagi, pihak KBRI Yangon masih mengimbau WNI yang tidak memiliki keperluan esensial untuk tidak berada di luar rumah sekaligus diimbau untuk pulang ke Indonesia menggunakan maskapai penerbangan yang masih tersedia yakni Singapore Airlines dan Myanmar Airlines. 

"Saat ini tercatat sekitar 50 WNI telah pulang menggunakan relief flight tersebut," tambah pernyataan tersebut.

KBRI Yangon telah menyiapkan Sekolah Indonesia Yangon di Myanmar sebagai lokasi shelter sementara bagi WNI. Selain itu, Kemlu dan KBRI juga akan membantu pengurusan charter flight jika memang opsi tersebut diminati para WNI.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Kondisi Terkini di Myanmar

Puluhan Pengunjuk Rasa Tewas dalam Bentrokan di Myanmar
Pengunjuk rasa mendirikan barikade untuk memblokir polisi saat menentang kudeta militer di Yangon (28/2/2021). Polisi melepaskan tembakan di berbagai bagian kota terbesar Yangon setelah granat kejut, gas air mata, dan tembakan ke udara gagal memecah kerumunan. (AFP/ Ye Aung Thu)

Militer Myanmar telah memberlakukan situasi darurat militer (martial law) di lebih banyak distrik di seluruh negeri setelah hari protes paling mematikan sejak kudeta Februari.

Sekitar 50 orang dilaporkan tewas ketika pasukan dan polisi menembaki pengunjuk rasa di berbagai daerah pada Minggu (14/3), di mana sebagian besar kematian terjadi di Yangon.

Para pengunjuk rasa menuntut pembebasan pemimpin sipil yang digulingkan Aung San Kyi.

Dia mengepalai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang menang telak dalam pemilihan November lalu.

Militer menahan sebagian besar kepemimpinan NLD setelah kudeta, dengan tuduhan penipuan pemilih, namun tidak ada bukti yang diberikan.

Suu Kyi ditahan di lokasi yang tidak diketahui sejak kudeta 1 Februari. Dia akan menghadapi banyak tuduhan yang menurut para pendukungnya dibuat-buat.  

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya