Liputan6.com, Brasilia - Brasil telah mencatat lebih dari 4.000 kematian terkait COVID-19 dalam kurun waktu 24 jam untuk pertama kalinya.
Dikutip dari laman BBC, Rabu (7/4/2021) hal karena mutasi COVID-19 yang lebih menular memicu sehingga lonjakan kasus di Brasil.
Rumah sakit penuh sesak, dengan orang sekarat saat mereka menunggu perawatan di beberapa kota, dan sistem kesehatan di ambang kehancuran di banyak daerah.
Advertisement
Baca Juga
Jumlah pasien meninggal di negara itu sekarang hampir 337.000, nomor dua setelah AS.
Tetapi Presiden Jair Bolsonaro terus menentang tindakan penguncian apa pun untuk mengekang wabah.
Dia berpendapat bahwa kerusakan ekonomi akan lebih buruk daripada efek virus itu sendiri, dan telah mencoba mengembalikan beberapa pembatasan yang diberlakukan oleh otoritas lokal di pengadilan.
Berbicara kepada pendukung di luar kediaman presiden pada Selasa 6Â April, dia mengkritik tindakan karantina dengan mengatakan hal itu berdampak pada obesitas dan depresi serta menyebabkan pengangguran.
Dia tidak mengomentari 4.195 kematian yang tercatat dalam 24 jam terakhir.
Hingga saat ini, Brasil telah mencatat lebih dari 13 juta kasus virus Corona COVID-19, menurut kementerian kesehatan.
Sekitar 66.570 orang meninggal karena Covid-19 pada bulan Maret 2021, lebih dari dua kali lipat rekor bulanan sebelumnya.
Â
Saksikan Video Berikut Ini:
Bagaimana situasi di negara ini?
Di sebagian besar negara bagian, pasien dengan COVID-19 menggunakan lebih dari 90 persen tempat tidur unit perawatan intensif meskipun jumlahnya telah stabil sejak seminggu terakhir, menurut lembaga kesehatan Fiocruz.
Beberapa negara bagian telah melaporkan kekurangan oksigen dan pasokan obat-obatan.
Namun terlepas dari situasi kritis, beberapa kota dan negara bagian telah melonggarkan langkah-langkah yang membatasi pergerakan masyarakat.
"Faktanya adalah narasi anti-penguncian Presiden Jair Bolsonaro telah menang," kata Miguel Lago, direktur eksekutif Institut Studi Kebijakan Kesehatan Brasil.
Presiden Brasil yang berulang kali meremehkan virus, mempertanyakan tentang vaksin dan membela obat yang tidak terbukti secara ilmiah sebagai pengobatan.
Para kritikus mengatakan, pemerintahnya lamban dalam merundingkan pasokan vaksin di tengah-tengah produksi global.
Hanya sekitar 8 persen dari populasi yang telah diberi setidaknya satu dosis vaksin.
Epidemiolog Ethel Maciel mengatakan negara itu berada dalam "situasi yang mengerikan".
"Satu-satunya cara untuk memperlambat penyebaran virus yang sangat cepat adalah penguncian yang efektif."
Advertisement