Para Astronom Menemukan Supernova Jenis Baru

Terjadi sekitar 31 juta tahun cahaya dari Bumi, para astronom berhasil menemukan supernova jenis baru.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Jun 2021, 21:00 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2021, 21:00 WIB
Supernova 2018zd
Supernova 2018zd (NASA)

Liputan6.com, Tokyo - Para astronom telah menemukan supernova jenis baru yang dapat memberikan jendela baru ke dalam siklus kehidupan bintang yang sadis. Penelitian baru ini berfokus pada supernova 2018zd, mengkonfirmasi prediksi yang dibuat oleh astronom Universitas Tokyo Ken'ichi Nomoto lebih dari 40 tahun yang lalu.

Dikutip dari CNN, Selasa (29/6/2021), astronom amatir Kochi Itagaki asal Jepang mengamati supernova 2018zd pada Maret 2018 dan mendorong para astronom lainnya untuk menggunakan teleskop agar mempelajarinya sekitar tiga jam setelah ledakan bintang itu terjadi.

Supernova ini terjadi sekitar 31 juta tahun cahaya dari Bumi dan arsip gambar dari teleskop luar angkasa Hubble serta Spitzer memungkinakan para ilmuwan untuk melihat bintang redup sebelum terjadinya ledakan.

Kejadian itu adalah pertama kalinya para astronom dapat melihat bintang seperti ini sebelum dan sesudah terjadinya supernova.

Penopang utama yang mencegah bintang runtuh di bawah berat gravitasinya sendiri adalah energi yang terletak di intinya.

Biasanya, supernova terjadi dalam dua kejadian. Selama inti dari bintang tersebut runtuh, sebuah bintang masif -- lebih dari sepuluh kali massa matahari kita -- menghabiskan bahan bakarnya dan inti bintang itu masuk ke dalam lubang hitam atau sisa padat yang disebut bintang neutron.

Supernova Penangkap Elektron

Antariksa
Foto angkasa luar yang ditangkap oleh teleskop angkasa luar milik NASA, Hubble. (ESA/Hubble/NASA/RELICS)

Jenis lainnya juga disebut supernova termonuklir, dan itu terjadi ketika sisa bintang bermassa rendah yang disebut katai putih -- biasanya kurang dari delapan kali massa matahari kita -- meledak setelah menarik materi dari bintang pendaming ke dalam dirinya sendiri.

Namun, yang terjadi pada supernova 2018zd sedikit lebih berbeda dengan ledakan bintang lainnya. Jenis ketiga yang sebelumnya tidak teramati ini disebut sebagai supernova penangkap elektron -- dan ini pertama kali dijelaskan oleh Nomoto pada 1980.

Saat inti bintang kehilangan bahan bakar, gaya gravitasi mendorong elektron inti dan menggabungkannya dengan inti atom. Penurunan tekanan elektron yang terjadi secara tiba-tiba ini memicu keruntuhan dan bintang tertekuk di bawah beratnya sendiri.

Menurut studi berdasarkan penelitian baru yang diterbitkan pada Senin 28 Juni 2021 di jurnal Nature Astronomy, yang tersisa adalah bintang neutron padat dengan massa sedikit lebih besar dari matahari kita.

"Salah satu pertanyaan utama dalam astronomi adalah membandingkan bagaimana bintang berevolusi dan bagaimana mereka mati," jelas Stefano Valenti, rekan penulis studi dan profesor fisika dan astronomi di University of California, Davis, dalam sebuah pernyataan. "Ada banyak tautan yang masih hilang, jadi ini sangat menarik."

Daichi Hiramatsu, seorang mahasiswa pascasarjana di University of California, Santa Barbara, dan Las Cumbres Observatory, memimpin tim observasi yang mengumpulkan data tentang supernova 2018zd selama dua tahun setelah pertama kali diamati.

Semakin banyak data yang dikumpulkan, semakin banyak peneliti yang menyadari bahwa insiden tersebut mungkin contoh pertama dari supernova penangkap elektron.

Teori Nomoto tentang supernova ini menunjukkan bahwa mereka membawa tanda kimia yang tidak biasa setelah terjadi -- sesuatu yang diamati oleh para peneliti dalam data 2018zd.

Pernyataan tersebut juga cocok dengan lima kriteria lain dalam teori Nomoto yang diperlukan untuk tipe supernova yang sudah diusulkan. Hal tersebut termasuk kehilangan massa yang kuat sebelum supernova, ledakan lemah, radioaktivitas kecil, inti yang kaya akan unsur-unsur seperti oksigen, neon dan magnesium, dan bintang tipe Cabang Raksasa Super-Asimtotik.

Bintang yang disebut SAGB ini masuk ke kategori langka yang merupakan bintang raksasa merah tua yang membengkak.

Dari mempertanyakan apa sebetulnya objek aneh itu, para peneliti kemudian memeriksa setiap aspek dari 2018zd.

Hiramatsu menjelaskan bahwa dari penelitian lebih lanjut, mereka sadar bahwa semuanya dapat dijelaskan dalam skenario penangkapan elektron.

Karena para bintang tersebut berada dalam rentang massa yang terbatas, mereka tidak cukup ringan untuk mencegah inti mereka untuk runtuh, tetapi mereka juga tidak cukup berat untuk menciptakan unsur-unsur yang lebih berat yang memperpanjang hidup mereka -- seperti besi.

"Ini adalah kasus paling terkenal untuk kategori supernova menarik yang berada di rentang massa kerdil putih yang meledak dan inti besi dari bintang masif yang runtuh dan kemudian memantul dan mengarah ke ledakan, yang siebut inti-supernova runtuh," jelas Alex Filippenko, seorang profesor astronomi di University of California, Berkeley, dalam sebuah pernyataan. "Studi ini secara signifikan meningkatkan pemahaman kita tentang tahap akhir evolusi bitnang."

Ia juga mengutarkan fakta bahwa para peneliti memiliki akses ke gambar Hubble yang menunjukkan bintang sebelum dan sesudah meledak membantu mereka mengkonfirmasi jenis supernova yang terjadi.

Selain itu, mereka juga dapat mengidentifikasikan jenis supernova yang bertanggung jawab atas nebula yang menerangi lagit hampir seribu tahun yang lalu.

 

 

Reporter: Paquita Gadin

Infografis Yuk Ketahui Perbedaan Gejala Covid-19 Varian Alpha, Beta dan Delta

Infografis Yuk Ketahui Perbedaan Gejala Covid-19 Varian Alpha, Beta dan Delta. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Yuk Ketahui Perbedaan Gejala Covid-19 Varian Alpha, Beta dan Delta. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya