Liputan6.com, Kabul - Kelompok hak asasi manusia Amnesty International melaporkan bahwa Taliban baru-baru ini "membantai" dan secara brutal menyiksa beberapa anggota minoritas Hazara di Afghanistan.
Dilansir dari laman BBC, Jumat (20/8/2021) sejumlah saksi memberikan laporan tentang pembunuhan, yang terjadi pada awal Juli 2021 di provinsi Ghazni.
Baca Juga
Sejak mengambil alih Ibu Kota Kabul pada 15 Agustus 2021, Taliban telah mencoba untuk menggambarkan citra yang lebih terkendali.
Advertisement
Tetapi Amnesty International menyebut insiden itu adalah "indikator mengerikan" dari pemerintahan Taliban.
Diketahui, komunitas Hazara adalah kelompok etnis terbesar ketiga di Afghanistan.
Dalam laporan yang diterbitkan pada Kamis (19/8), Amnesty International mengatakan sembilan orang Hazara tewas antara 4 dan 6 Juli 2021 di distrik Malistan di Provinsi Ghazni timur, Afghanistan.
Amnesty International juga sempat mewawancarai saksi mata dan meninjau bukti foto setelah insiden pembunuhan itu.
Penduduk desa mengatakan mereka telah melarikan diri ke wilayah pegunungan ketika pertempuran meningkat antara pasukan pemerintah dan Taliban.
Ketika beberapa dari mereka kembali ke desa Mundarakht untuk mengumpulkan makanan, para saksi menyebutkan, Taliban telah menjarah rumah mereka dan menunggu mereka.
Secara terpisah, beberapa pria yang melewati Mundarakht dalam perjalanan pulang ke dusunnya juga mengakui sempat dihadang.
Menurut keterangan saksi, seorang pria disiksa dengan dicekik dengan syalnya dan dilukai di bagian tangan. Ada juga laporan yang menyebut jenazah dengan banyak luka tembak.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Komentar dari Sekretaris Jenderal Amnesty International
Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agns Callamard mengatakan, "Kebrutalan berdarah dingin dari pembunuhan ini adalah pengingat dari catatan masa lalu Taliban, dan indikator mengerikan dari apa yang mungkin dibawa oleh pemerintahan Taliban."
"Pembunuhan yang ditargetkan ini adalah bukti bahwa etnis dan agama minoritas tetap berada pada risiko tertentu di bawah pemerintahan Taliban di Afghanistan," sebut Callamard.
Ia juga menyebutkan bahwa layanan telepon seluler telah terputus di banyak daerah Afghanistan yang telah direbut oleh Taliban, sehingga informasi tentang pembunuhan itu tidak terungkap sampai sekarang.
Amnesty International pun meminta PBB untuk menyelidiki dan melindungi komunitas yang berisiko di Afghanistan.
Taliban dikenal karena pemerintahan brutalnya di Afghanistan yang merampas hak-hak perempuan dan etnis minoritas, sebelum digulingkan oleh koalisi pimpinan Amerika Serikat pada 2001.
Dalam konferensi pers setelah pengambilalihan Kabul, kelompok militan tersebut berjanji tidak akan melancarkan serangan terhadap siapa pun yang bekerja dengan pasukan AS, dan bahwa mereka juga akan memberikan hak-hak perempuan di bawah hukum syariah Islam.
Namun sebuah dokumen PBB telah memperingatkan bahwa Taliban telah mendatangi dari pintu ke pintu untuk mencari orang-orang yang bekerja untuk pasukan NATO atau pemerintah Afghanistan sebelumnya.
Advertisement