Liputan6.com, Tel Aviv - Salah satu alasan Rusia menyerang Ukraina adalah untuk "denazifikasi" di negara tersebut. Rusia menuduh pemerintah Ukraina sebagai simpatisan Nazi yang notabene anti-Yahudi.
Namun, retorika Rusia justru malah dikecam oleh negara Yahudi: Israel.
Advertisement
Baca Juga
Penyebabnya adalah Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov yang menyebut pemimpin Nazi, Adolf Hitler, memiliki darah Yahudi. Ucapan itu dilontarkan Lavrov ketika menjelaskan program denazifikasi, meski Ukraina punya populasi Yahudi. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga orang Yahudi.
"Jadi ketika mereka bilang, 'Bagaimana Nazifikasi ada kalau kami orang Yahudi,' dalam opini saya, Hitler juga punya keturunan Yahudi, jadi itu tak berarti apa-apa. Selama ini kita telah mendengar dari orang-orang Yahudi bahwa anti-semit terbesar adalah orang Yahudi," ujar Lavrov, dikutip The Times of Israel, Selasa (3/5/2022).
Hitler yang mempunyai darah Yahudi disebut sebagai teori konspirasi yang telah dibantah para sejarawan.
Selama invasi Rusia, Israel masih berusaha ada di posisi tengah-tengah, namun ucapan Lavrov memicu reaksi keras dari Israel.
"Tujuan dari kebohongan tersebut adalah untuk menyalahkan orang-orang Yahudi untuk kejahatan terburuk dalam sejarah terhadap diri mereka (orang Yahudi), sehingga membebaskan tanggung jawab para penindas Israel," ujar Perdana Menteri Israel Naftali Bennett.
Pejabat tinggi pemerintah Israel turut berbondong-bondong mengecam Rusia. Presiden Israel Yair Lapid berkata Israel berusaha memiliki hubungan baik dengan Rusia, namun ada batasnya. Komentar Lavrov disebut "tak termaafkan".
"Kami membuat setiap usaha untuk menjaga relasi-relasi yang baik dengan Rusia, tetapi ada batasnya, dan kali ini batasnya telah dilewati. Pemerintah Rusia harus minta maaf kepada kami dan masyarakat Yahudi," ujarnya.
Pihak Kedutaan Besar Rusia di Israel telah dipanggil untuk memberikan klarifikasi, namun pihak kedubes enggan memberikan komentar.Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Rusia Tuduh Ukraina Serang Warga Sendiri di Wilayah Kherson
Serangan artileri Ukraina menewaskan dan melukai warga sipil sendiri di wilayah Kherson, kata Rusia pada Minggu.
Kementerian Pertahanan Rusia menuduh pasukan Ukraina menggempur sekolah, taman kanak-kanak dan permakaman di desa Kyselivka dan Shyroka Balka di Kherson, kata kantor berita Rusia RIA, Minggu 1 Mei 2022.
Kemhan Rusia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut dan belum ada tanggapan dari Ukraina tentang laporan itu, Reuters mewartakan sebagaimana dikutip dari Antara, Minggu (1/5).
Moskow telah mengalihkan fokus ke wilayah selatan dan timur Ukraina setelah gagal merebut ibu kota Kiev dalam agresi militer yang sudah berlangsung sembilan pekan itu.
Selama invasi di Ukraina, Rusia telah menghancurkan kota-kota, menewaskan ribuan warga sipil dan memaksa lebih dari lima juta orang mengungsi ke luar negeri.
Pasukan Rusia telah merebut kota Kherson, hanya 100 km utara Krimea yang dicaplok pada 2014, dan sebagian besar Mariupol, kota pelabuhan strategis di Laut Azov.
Rusia menyatakan kemenangan di Mariupol pada 12 April, meskipun ratusan tentara dan warga sipil Ukraina masih bertahan di pabrik baja Azovstal.
PBB telah mendesak kesepakatan evakuasi. Pada Sabtu, seorang petempur Ukraina di pabrik itu mengatakan sekitar 20 perempuan dan anak-anak berhasil dikeluarkan.
"Kami keluarkan warga sipil dari puing-puing dengan tali - lansia, perempuan dan anak-anak," kata sang petempur, Sviatoslav Palamar, merujuk pada reruntuhan di dalam pabrik yang membentang sejauh 4 km persegi.
Dia mengatakan Rusia dan Ukraina menghormati gencatan senjata lokal, dan dia berharap warga sipil yang dievakuasi akan dibawa ke kota Zaporizhzhia.
Ratusan warga Ukraina masih berada di dalam pabrik baja itu, menurut sejumlah pejabat Ukraina.
Advertisement
Sejumlah Warga Ukraina Berhasil Evakuasi dari Pabrik Baja yang Dikepung Rusia
Sekitar 20 warga sipil telah meninggalkan pabrik baja Azovstal di Mariupol, bagian terakhir dari kota selatan yang masih berada di tangan pasukan Ukraina.
Mereka adalah kelompok pertama yang pergi sejak Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan kawasan industri yang luas ditutup pekan lalu.
Pembicaraan sedang berlangsung tentang membebaskan 1.000 warga sipil yang dilaporkan masih terperangkap di dalam, demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (1/5).
Sementara itu Rusia dikatakan meningkatkan serangannya di timur.
Lebih dari seminggu yang lalu, setelah mengatakan Mariupol telah ditangkap, Presiden Putin mengatakan kepada pasukannya: "Blokir kawasan industri ini sehingga seekor lalat tidak dapat melewatinya."
Tetapi media Rusia telah melaporkan bahwa 25 warga sipil berhasil meninggalkan pabrik Azovstal pada hari Sabtu, termasuk enam anak di bawah usia 14 tahun - tetapi tidak mengatakan di mana kelompok itu telah dibawa.
Itu dikonfirmasi oleh tentara di dalam pabrik baja, yang menempatkan jumlahnya pada 20 wanita dan anak-anak.
Wakil komandan resimen Azov, Sviatoslav Palamar, mengatakan mereka "dipindahkan ke tempat yang cocok dan kami berharap mereka akan dievakuasi ke Zaporizhzhia, di wilayah yang dikendalikan oleh Ukraina."
Walikota Mariupol, Vadym Boychenko, mengatakan kepada BBC bahwa orang-orang di sana "berada di garis batas antara hidup dan mati".
"[Orang-orang] sedang menunggu, mereka berdoa untuk penyelamatan ... Sulit untuk mengatakan berapa hari atau jam kita harus menyelamatkan hidup mereka."
Dephan AS: Presiden Rusia Vladimir Putin Sama Sekali Tak Boleh Hadir di KTT G20
Departemen (kementerian) Pertahanan Amerika Serikat mengatakan pada hari Jumat bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin "sama sekali tidak boleh" mengambil bagian dalam KTT G20 tahun ini di Indonesia.
"Dia (Putin) telah mengisolasi Rusia dengan tindakannya sendiri dan harus terus diisolasi oleh masyarakat internasional," kata Sekretaris Pers Pentagon John Kirby saat tampil di CNN.
Kirby mengatakan dia yakin itu "tidak pantas" bagi masyarakat internasional untuk "terus memperlakukan Rusia seolah-olah hal-hal yang normal, karena [mereka] tidak," mengacu pada keputusan Putin pada 24 Februari untuk menyerang Ukraina.
"Putin telah mengisolasi dirinya sendiri dan dia masih harus terus menderita konsekuensi dari tindakannya di Ukraina," kata juru bicara itu sebagaimana dikutip dari MSN News, Minggu (1/5).
Kirby menolak berkomentar apakah pemerintahan Biden memandang mengundang Putin untuk menghadiri KTT G20 di pulau resor Indonesia Bali musim gugur ini sebagai "kesalahan."
Pada bulan Maret, Presiden AS Joe Biden mengatakan Rusia harus dikeluarkan dari G20 atas invasi Ukraina.
Sebelumnya pada hari Jumat, Presiden Indonesia Joko Widodo, ketua Kelompok 20 saat ini, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Putin telah mengatakan kepadanya selama panggilan telepon bahwa ia akan menghadiri konferensi tersebut.
Indonesia saat ini memegang kepresidenan G20.
Advertisement