Akibat Inflasi, Warga Pakistan Kini Ogah Jajan di Kaki Lima

Kesulitan ekonomi membuat warga Pakistan sampai ogah jajan di kaki lima

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Agu 2022, 08:03 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2022, 08:03 WIB
Lahore Jadi Kota Paling Berpolusi di Dunia
Kendaraan melintas di tengah kondisi kabut asap tebal di Lahore, Pakistan, pada 17 November 2021. Kota dengan lebih dari 11 juta orang di Provinsi Punjab dekat perbatasan dengan India ini secara konsisten menempati peringkat di antara kota-kota berpolusi udara terburuk di dunia. (Arif ALI/AFP)

Liputan6.com, Karachi - Ekonomi di Pakistan yang sedang lesu membuat masyarakat sampai ogah jajan di kaki lima. Inflasi pun disalahkan. 

Dilaporkan VOA Indonesia, Sabtu (27/8/2022), jajanan puri yang banyak dijajakan di kaki lima, serta berbagai penganan manis maupun gurih lainnya, ikut menjadi korban inflasi.

Biro Statistik Pakistan mengumumkan pada tanggal 1 Agustus lalu, inflasi harga konsumen mencapai 24,9 persen pada bulan Juli, angka tertinggi dalam 14 tahun. Dalam hal puri, harganya kini naik dua kali lipat.

Tanveer Ahmed, salah seorang pelanggan kedai kaki lima mengatakan, “Dulu puri seharga 20 rupee (Pakistan) ($0,09), dan sekarang harganya 40 rupee ($0,18). Sebelumnya, saya akanbisa menyantap hingga empat puri (dalam sekali makan) sekaligus, tetapi sekarang saya harus puas hanya dengan satu atau dua."

Pendapatan per kapita Pakistan saat ini atau penghasilan rata-rata warga dalam setahun adalah $1.666 menurut Biro Statistik. Angka itu belum mengalami perubahan.

Mohammad Javed Abbasi, pemilik kedai pinggir jalan yang menjual roti puri mengatakan, "Inflasi jelas telah membuat perubahan dalam bisnis kami, bagi semua orang. Jumlah pelanggan kami menurun, jumlah orang yang mengonsumsi puri halwa juga jauh lebih sedikit."

Di tengah inflasi ini, ia memperkirakan setengah dari jumlah pelanggan tetapnya bahkan sudah tidak datang lagi.

Fazal Rehman, seorang warga, mengatakan, "Sebelumnya, saya dapat makan di kedai ini dua atau tiga kali sebulan. Saya juga biasanya membeli untuk dibawa pulang bagi keluarga saya. Kini saya hanya pergi ke sini sebulan sekali."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Harga Terigu

Tepung Terigu
Ilustrasi Tepung Terigu. (Foto: Oldmermaid from Pixabay )

Kelas menengah terkena dampak yang berat dari inflasi yang terjadi. Tingginya harga puri mencerminkan kenaikan harga bahan baku dalam 12 bulan terakhir. Harga tepung terigu naik tujuh persen, biaya listrik naik 52 persen sementara harga minyak goreng mengalami kenaikan tajam sebesar 72 persen, menurut Biro Statistik.

Kenaikan harga meluas hingga ke bahan makanan seperti sayuran dan susu. Hal itulah yang membuat kebanyakan orang tidak memiliki kelebihan uang untuk membeli jajanan kaki lima.

Farrukh Shaad, seorang pelanggan kaki lima mengatakan, "Inflasi yang begitu tinggi telah menghancurkan kelas menengah. Karena inflasi, harga bahan makanan naik dan uang kami habis hanya untuk membeli bahan makanan. Puri halwa yang biasanya dapat kami santap setiap hari, kini hanya bisa dilakukan sesekali saja."

Walau jumlah pelanggan berkurang, bisnis kaki lima yang berada di pinggir jalan kota pelabuhan Karachi yang luas, terus berlangsung. Mereka tetap membuat roti puri bagi warga yang masih mampu untuk membelinya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

BI Ramal Inflasi Terus Melambung Jauh di Atas Sasaran

Pedagang sayur dan cabai di Pasar Slipi
Pedagang sayur dan cabai di Pasar Slipi. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Di Indonesia, Bank Indonesia (BI) memperkirakan angka inflasi bakal terus bergejolak pada tahun ini hingga 2023. Hal itu tercermin dari inflasi terhadap indeks harga konsumen (IHK) per Juli 2022 yang terus melambung hingga mencapai level 4,94 persen secara tahunan atau year on year (YoY).

"Ke depan, tekanan inflasi IHK diprakirakan meningkat, didorong oleh masih tingginya harga energi dan pangan global, serta kesenjangan pasokan," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo seusai Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia per Agustus 2022, Selasa (23/8).

Perry melanjutkan, inflasi inti dan ekspektasi inflasi juga diperkirakan berisiko meningkat akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food, serta semakin menguatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.

"Berbagai perkembangan tersebut diprakirakan dapat mendorong inflasi pada tahun 2022 dan 2023 berisiko melebihi batas atas sasaran 3 plus minus 1 persen," ungkapnya.

"Karenanya diperlukan sinergi kebijakan yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah dengan Bank Indonesia untuk langkah-langkah pengendaliannya," dia menambahkan.

Berkaca ke belakang, ia mengatakan, tekanan inflasi meningkat terutama karena tingginya harga komoditas pangan dan energi global. Inflasi IHK Juli 2022 tercatat sebesar 4,94 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 4,35 persen (yoy).

Sedangkan inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile foods) tercatat sangat tinggi mencapai 11,47 persen (yoy), terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan global dan terganggunya pasokan.

Di sisi lain, inflasi kelompok harga diatur Pemerintah (administered prices) juga meningkat menjadi 6,51 persen (yoy) sejalan dengan kenaikan angkutan udara dan harga BBM nonsubsidi.

"Sementara itu, inflasi inti masih relatif rendah sebesar 2,86 persen (yoy) didukung oleh konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga ekspektasi inflasi," ujar Perry.

Tekan Inflasi Indonesia, Luhut Usul ke Jokowi Semua Desa Tanam Cabai dan Bawang Merah

Pedagang sayuran di Pasar Grogol
Pedagang sayuran di Pasar Grogol. Foto sebelum pandemi COVID-19. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan kenaikan inflasi yang dicatatkan Indonesia dipicu oleh kenaikan harga aneka cabai dan bawang merah.

Per Juli 2022, tingkat inflasi Indonesia telah mencapai 4,94 persen (yoy). Tingginya angka tersebut disumbang dari inflasi bahan pokok yang mencapai 2,84 persen.

"Kita ini kampungan juga ini. Kalau dilihat inflasi pokok kita hanya 2,84 persen karena harga cabai dan bawang merah ini mempengaruhi inflasi," ungkap Luhut saat mengisi Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (19/8).

Luhut pun mengaku telah memberikan usulan kepada Presiden Joko Widodo untuk menekan kenaikan inflasi di sektor pangan.

Salah satunya meminta semua desa menanam sendiri cabai dan bawang merah agar inflasi bisa dikendalikan di kisaran 4 persen.

"Saya lapor ke Pak Presiden, 'Pak semua desa ini suruh saja tanam cabai dan bawang supaya inflasi kita bisa dikendalikan sekitar 4 persen," cerita Luhut.

Meski begitu, Luhut menilai inflasi 4,94 persen yang terjadi di Indonesia jauh lebih baik dibandingkan negara lain.

Infografis Prediksi Perekonomian 60 Negara Bakal Ambruk. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Prediksi Perekonomian 60 Negara Bakal Ambruk. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya