Imam Australia Alaa El Zokm Kunjungi Pesantren di Tangerang

Imam Australia, Alaa El Zokm, bergabung bersama para pemuka lintas-agama global di Jakarta pada Jumat, 26 Agustus sebagai bagian Program Abrahamic Circles Interfaith ke-5.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 02 Sep 2022, 16:32 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2022, 16:32 WIB
Bendera negara Australia - AFP
Bendera negara Australia - AFP

Liputan6.com, Jakarta - Imam Australia, Alaa El Zokm, bergabung bersama para pemuka lintas-agama global di Jakarta pada Jumat, 26 Agustus sebagai bagian Program Abrahamic Circles Interfaith ke-5.

Ditemani oleh Wakil Duta Besar Australia, Steve Scott dan pendiri Program 1.000 Abrahamic Circles, Dr Dino Patti Djalal, Imam Alaa mengunjungi Pesantren Peradaban Dunia Jagat Arsy di Tangerang Selatan, Banten untuk bertemu dengan pendiri Pesantren Abah Jagat dan santri/santriwati untuk membahas peran agama dalam melindungi lingkungan.

"Senang sekali dapat berkunjung ke Pesantren Jagat Arsy, bertemu dengan pendirinya Abah Jagat dan staf pengajar," kata Wakil Duta Besar Steve Scott, seperti disebutkan dalam rilis yang diterima Liputan6.com dari Kedubes Australia, Jumat (2/9/2022).

"Sangat bermanfaat melihat begitu banyak santri/santriwati terlibat dalam diskusi yang bersemangat dengan para pemuka agama dari proyek Abrahamic Circles, termasuk Imam Alaa dari Australia."

Imam Australia Alaa El Zokm, Imam dari Elsedeaq Islamic Centre di Heidelberg Heights di Melbourne mengatakan, "Saya sangat bangga menjadi bagian dari 1000 AbrahamicCircles dan berpartisipasi dalam mendorong perdamaian di dunia."

"Saya memperoleh pengalaman luar biasa dengan komunitas sesama pemimpin agama, mendidik dan berbagi nilai-nilai besar yang kita punya bersama."

"Saya berterima kasih kepada FPCI dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta atas dukungan besar selama kunjungan kami ke Indonesia," ucapnya.

Proyek 1000 Abrahamic Circles adalah program lintas-agama yang menyatukan para pemuka tiga agama Ibrahim (Kristen, Islam dan Yudaisme) untuk hidup berdampingan, belajar satu sama lain dan menghadiri ibadah bersama kelompoknya. Australia dengan bangga mendanai proyek inovatif yang kelima ini yang berfokus pada keadilan ekoteologis.


Kisah Sekolah di Australia Sediakan Ruang Ibadah untuk Murid Muslim Salat

Ilustrasi bendera Australia (pixabay)
Ilustrasi bendera Australia (pixabay)

Australia kerap dikenal sebagai negara multietnis. Salah satunya di Melbourne. Di kota itu para penduduknya tercatat berasal dari sekitar 150 negara berbeda.

Populasi penduduk yang beragam menimbulkan agama yang bervariasi pula. Mayoritas warga di sana merupakan penganut agama Kristen.

Informasi yang diperoleh Liputan6.com saat berkunjung ke Melbourne, penganut agama lain seperti Islam prosentasenya sedikit. Meski menjadi kaum minoritas, keberadaannya tetap dihormati warga di Australia.

Berikut ini salah satu kisah dukungan untuk warga minoritas, umat Muslim di sebuah sekolah dasar di Queensland, dikutip dari ABC Australia.

Adalah Filza Afandi dan Kaisara Zafirah yang tampak membuka pintu salah satu ruangan di sekolah, tatkala hiruk-pikuk murid-murid bermain saat jam istirahat makan siang.

Kedua murid sekolah dasar Balaclava State School di Far North Queensland itu ingin melaksanakan salat zuhur sebelum bermain bersama teman-temannya.

Ruang ibadah yang terletak di lantai dasar sekolah itu sudah dilengkapi tempat berwudhu dan dibuka secara resmi pada tahun 2020 oleh perwakilan dari agama Buddha, Kristen, dan Islam.

"Kami memiliki murid dari 26 latar belakang kebangsaan di sekolah ini. Ada sekitar 330 murid dari beragam agama, bahasa, dan budaya," ujar Kepala Sekolah Cindy Freier kepada ABC.

"Yang kami lakukan adalah berusaha menormalkan keragaman dan perbedaan, untuk memastikan semua murid dan keluarganya merasa sangat diterima di sini," kata Cindy.


Merasa Diperhatikan, Kini Lebih Mudah Beribadah

Bendera Australia
Bendera Australia credit to https://pixabay.com/users/chickenonline

Bagi murid-murid yang beragama Islam, ruangan tersebut merupakan tempat yang sangat disambut baik.

Sebelum dijadikan sebagai ruang ibadah, murid dan staf di sekolah dasar Balaclava State School di Far North Queensland yang ingin salat harus mencari sendiri tempat yang lebih tenang.

"Kami biasanya mencari tempat secara acak saja, meletakkan sajadah dan melaksanakan salat," tutur Filza yang orangtuanya berasal dari Indonesia.

"Tidak banyak ruangan yang sepi, kebanyakan sangat bising dan terkadang tidak bersih," imbuh Filza.

"Kondisi seperti itu membuat kami merasa sangat sadar bila orang-orang memperhatikan kami," tambah Filza lagi.

Dhikrillah Fahuda, salah satu orangtua murid yang bekerja paruh waktu di sekolah tersebut, mengatakan ruang ibadah memungkinkan adanya ketenangan untuk beribadah jauh dari gangguan dan tidak ditonton orang.

"Kami tidak bisa khusyuk saat menyadari orang-orang melihati kami sedang salat," kata Dhikrillah.

"Dengan adanya ruang ibadah ini, kami merasa aman, terlindungi privasinya dan bisa lebih khusyuk," tambahnya.


Sebuah Ruang yang Tak Biasa

Suasana Hari Raya Idul Fitri 1443 H di Berbagai Negara
Umat Muslim melaksanakan Sholat Idul Fitri di masjid Lekamba di Sydney barat pada 2 Mei 2022. Muslim Australia merayakan festival Idul Fitri pada 2 Mei, menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan. (AFP/Muhammad Farooq)

Wakil kepala sekolah Balaclava State School, Khadeeja Mohammed, mengatakan beberapa sekolah di Queensland telah memiliki ruang ibadah yang disiapkan untuk murid-murid dan staf.

Ia merasa senang karena pihak sekolahnya dapat menghormati keberagaman murid-muridnya dengan yang datang dari 26 latar belakang kebangsaan.

"Sangat terharu karena kita memiliki komunitas yang begitu beragam, juga komunitas sekolah yang inklusif," ujarnya.

ABC News bertanya kepada Departemen Pendidikan Queensland tentang jumlah sekolah negeri yang memiliki ruang ibadah, namun dikatakan datanya belum tersedia.

Laode Fasihun, orangtua murid di SD Balaclava yang juga merupakan warga komunitas Muslim Indonesia di Kota Cairns, menyebut kehadiran ruang ibadah ini sangat memudahkan bagi murid-murid dan staf.

"Kalau tidak ada fasilitas ini, biasanya kami mencari tempat salat yang terpisah di, luar sana," kata Laode Fasihun.

"Namun, hal itu agak sulit dan memakan waktu bagi murid-murid," ujar Laode.

Putri Laode, Kaisara Zafirah yang duduk di Kelas 4, mengatakan ruang ibadah juga memberinya kesempatan untuk mengenal dengan anggota komunitasnya yang lain.

"Sangat menyenangkan karena kami sering bersama dan bisa ngobrol satu sama lain," ujar Kaisara Zafirah.

Infografis Muslim Cyber Army
Infografis Muslim Cyber Army (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya