Hukuman Aung San Suu Kyi Ditambah dari Kasus Suap, Totalnya Jadi 26 Tahun Penjara

Aung San Suu Kyi dituduh menerima suap usai dilengserkan militer.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 12 Okt 2022, 16:20 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2022, 16:00 WIB
Aung San Suu Kyi dalam lawatannya ke Uni Eropa
Aung San Suu Kyi dalam lawatannya ke Uni Eropa (AP/Virginia Mayo)

Liputan6.com, Naypyitaw - Pengadilan di Myanmar menjatuhkan vonis tambahan kepada Aung San Suu Kyi. Mantan pemimpin Myanmar itu kini dijerat vonis total 26 tahun penjara.

Dilaporkan AP News, Rabu (12/10/2022), Suu Kyi dijerat berbagai pasal usai dilengserkan rezim militer. Sebelumnya, ia telah mendapat vonis selama 23 tahun. Pada tambahan vonis ini, ia dituduh menerima suap US$ 550 ribu.

Suap itu disebut berasal dari taipan narkoba bernama Maung Weik yang juga sudah ditangkap. Aung San Suu Kyi membantah tuduhan suap tersebut. Namun, pengadilan menyebut Suu Kyi menerima suap pada 2019 dan 2020.

Suu Kyi lantas dijerat dua tuduhan berbeda karena ia menerima dua kali. Pihak kuasa hukum berencana mengajukan banding.

Vonis 26 tahun ini terbilang ironis karena Aung San Suu Kyi adalah pemenang Nobel Perdamaian 1991. Totalnya, Suu Kyi dituduh 12 pelanggaran UU Anti-Korupsi. Tiap pelanggaran bisa dihukum hingga 15 tahun penjara.

Ia juga dituduh secara ilegal memiliki walkie-talkie, serta melanggar pembatasan virus corona.

Selama disidang di wilayah perbatasan kota Naypyitaw, Suu Kyi tidak diizinkan berbicara pada publik, maupun terlihat pada publik. Pengacara Suu Kyi juga tidak boleh berbicara ke media dengan mengatasnamakan Suu Kyi.

Pendukung dan analis independen menyebut tuduhan-tuduhan terhadap Suu Kyi dimotivasi secara politik, serta upaya untuk melegitimasi perebutan kekuasaan, dan mencegah Suu Kyi untuk maju di pemilihan umum selanjutnya.

Junta militer Myanmar berjanji akan menggelar pemilu pada 2023.


Junta Myanmar Vonis Pembuat Film Asal Jepang Penjara 10 Tahun

Myanmar Gelar Parade Militer di Hari Angkatan Bersenjata
Panglima Tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing memimpin parade tentara pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). Myanmar saat ini sedang dalam kekacauan sejak para jenderal militer menggulingkan dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada Februari. (AP Photo)

Sebelumnya dilaporkan, orang pembuat film dokumenter Jepang dijatuhi hukuman total 10 tahun penjara oleh pengadilan di Myanmar.

Toru Kubota (26) pertama kali ditahan pada Juli lalu di dekat sebuah demonstrasi anti-pemerintah di Kota Yangon. 

Melansir dari laman BBC, Jumat (7/10), pria asal Jepang ini dijatuhi hukuman tiga tahun atas tuduhan penghasutan dan tujuh tahun karena melanggar undang-undang komunikasi elektronik. Kendati demikian tidak jelas diketahui apakah dia akan dapat menjalani hukuman ini secara bersamaan.

Dia menghadapi dakwaan lain karena melanggar undang-undang imigrasi dan akan disidang minggu depan.

Menurut kantor berita Jepang Kyodo, Pemerintahan Myanmar mengklaim Tori Kubota masuk ke Myanmar dari negara tetangga Thailand menggunakan visa turis, dan bahwa dia telah berpartisipasi dalam demonstrasi anti-pemerintah pada tahun 2021.

Junta militer juga mengatakan bahwa Kubota sebelumnya telah melaporkan tentang minoritas Rohingya. 

Toru Kubota pertama kali tiba di Myanmar pada Juli 2022, ia datang untuk membuat film "dokumenter yang menampilkan orang Myanmar".

Menurut situs pembuat film Film Freeway, Toru Kubota memulai karirnya ketika dia bertemu dengan seorang pengungsi Rohingya di Jepang pada tahun 2014, dan kemudian membuat "beberapa film tentang pengungsi dan masalah etnis di Myanmar".

Profil Instagram-nya juga menampilkan beberapa foto pengungsi Rohingya dari tahun 2017.

"Penahanan jurnalis Jepang Toru Kubota oleh Myanmar menunjukkan bahwa rezim militer tidak akan berhenti untuk menekan pelaporan berita independen," kata Shawn Crispin, perwakilan senior Komite untuk Melindungi Wartawan di Asia Tenggara awal tahun ini.

"Junta Myanmar harus berhenti memperlakukan jurnalis sebagai penjahat."

 


Gara-Gara OnlyFans, Mantan Dokter Dipenjara di Myanmar

Nang Mwe San
Nang Mwe San (dok.Instagram/@nangmwesan/https://www.instagram.com/p/CZTicryB2FN/Komarudin)

Rezim junta militer Myanmar memenjarakan seorang mantan dokter akibat menggunakan OnlyFans. Aksi model bernama Nang Mwe San itu dinilai tidak bermartabat. 

Namun, Nang Mwe San dikenal ikut berpartisipasi dalam protes kudeta junta militer. Wanita itu pernah memposting foto tiga jari yang merupakan simbol protes.  

Berdasarkan laporan BBC, Kamis (29/9), junta militer Myanmar yang masih berkuasa usai melancarkan kudeta militer yang berdarah-darah menanggap bahwa dokter tersebut merugikan budaya dan martabat.

Model itu tinggal di North Dagon, Yangon. Lokasi itu masih menerapkan hukum militer. Akibat kekuasaan militer, orang yang dipidana di area-area tersebut bisa diseret ke pengadilan militer dan hak mereka untuk mendapat pengacara dijegal.

Nang Mwe San diadili di Pengadilan Penjara Insein yang merupakan pengadilan paling besar di Myanmar dan memiliki reputasi menyeramkan. Banyak tahanan politik diadili di sana sejak kudeta militer 2021.

Nang Mwe San dinyatakan bersalah dengan UU Transaksi Elektronik. Hukuman maksimalnya tujuh tahun penjara. Nang Mew San dinilai sebagai model OnlyFans pertama di Myanmar yang dijerat hukum.

Ibu dari pelaku mengaku masih bisa menghubungi putrinya dalam beberapa pekan terakhir, tetapi baru tahu tentang vonis itu dari media militer.

Ada 15 ribu orang ditangkap di Myanmar usai kudeta terhadap Aung San Suu Kyi terjadi. 12 ribu di antaranya masih ditahan. Sementara, kelompok Assistance Association for Political Prisoners menyatakan setidaknya 2.322 tahanan politik telah dibunuh oleh rezim militer.

 


AS Umumkan Sanksi bagi Penyelundup Senjata Pemasok Junta di Myanmar

FOTO: Joe Biden Resmi Akhiri Perang Amerika Serikat di Afghanistan
Presiden Amerika Serikat Joe Biden berbicara tentang berakhirnya perang di Afghanistan dari Ruang Makan Negara Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, Selasa (31/8/2021). "Perang di Afghanistan sekarang sudah berakhir," kata Joe Biden. (AP Photo/Evan Vucci)

 Amerika Serikat pada Kamis (6/10) menarget tiga warga negara Myanmar dan sebuah perusahaan yang disebutnya membantu junta merebut kekuasaan di negara Asia Tenggara itu awal tahun lalu dengan memasok persenjataan, kata Departemen Perdagangan AS.

Militer Myanmar melakukan kudeta pada Februari 2021, menahan pemimpin demokratis negara itu, termasuk peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, kemudian menekan unjuk rasa yang muncul setelahnya dengan tindak kekerasan, memicu peningkatan konflik. Negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi terhadap pihak militer dan pengusaha-pengusaha Myanmar.

Departemen Perdagangan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya menjatuhkan sanksi pada pengusaha Myanmar Aung Moe Myint, putra seorang pejabat militer yang disebutnya memfasilitasi pembelian senjata, serta perusahaan yang didirikannya, Dynasty International Company Limited, dan dua direkturnya.

“Hari ini kami menarget jaringan pendukung dan pengambil keuntungan dari perang yang memungkinkan pengadaan persenjataan bagi rezim militer Myanmar,” kata Brian Nelson, wakil menteri perdagangan AS bidang terorisme dan intelijen keuangan, dalam pernyataan itu, dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (9/10/2022).

“Departemen Perdagangan akan terus mengambil tindakan untuk menurunkan kemampuan militer Myanmar untuk melakukan tindak kekerasan brutal terhadap rakyat Myanmar.”

Departemen Luar Negeri AS juga melarang kepala kepolisian dan wakil menteri dalam negeri Myanmar Than Hlaing masuk ke AS karena keterlibatannya dalam kasus pelanggaran HAM, kata Departemen Perdagangan, yang secara khusus mengutip kasus pembunuhan di luar proses hukum terhadap para pengunjuk rasa damai pada Februari 2021.

Infografis 5 Cara Cegah Covid-19 Saat Berolahraga di Gym. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 5 Cara Cegah Covid-19 Saat Berolahraga di Gym. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya